DEMOCRAZY.ID - Di masa pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia pernah memiliki konsep nasional semesta berencana. Konsep tersebut saat ini diterjemahkan menjadi Nawacita oleh Presiden Joko Widodo.
Kemajuan pembangunan yang dicapai oleh Presiden Jokowi telah membawa rakyat Indonesia ke dalam optimisme.
Oleh karena itu, jika legacy pembangunan era Presiden Jokowi dilanjutkan oleh seorang pemimpin yang mempunyai visi dan karakter yang kuat dan berani, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 8 persen bukanlah sekadar angan-angan belaka.
Hal ini dipaparkan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Aria Bima, dalam Podcast "Bung Karno Series 3" yang dipandu Aris Setiawan Yodi di kanal YouTube BKN PDI Perjuangan.
“Saya sangat yakin pertumbuhan ekonomi kita tidak hanya 5 persen, ke depan saya yakin pertumbuhan ekonomi kita mampu mencapai 8 persen atau 9 persen setiap tahunnya. Hal ini bukanlah sekadar mimpi, tetapi hal yang dapat dikalkulasikan secara realistis untuk menjadi negara maju. Kita akan memiliki PDB yang termasuk dalam 4 tertinggi dunia. Saya optimistis itu tercapai jika nanti kepemimpinan Indonesia di bawah Ganjar Pranowo," ujar politikus lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM itu, dikutip Redaksi, Jumat (30/6).
Bima pun menuturkan tentang bagaimana jalannya pemerintahan sebelum Presiden Jokowi. Di mana Jakarta dan Pulau Jawa diibaratkan sebagai lokomotif untuk menarik peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Konsepsi Nawacita atau Pembangunan Indonesia-sentris Presiden Jokowi telah meletakkan pondasi berupa pembangunan infrastruktur yang merata di setiap daerah.
“Saat ini di wilayah Indonesia Timur misalnya. Daerah yang memiliki mineral nikel, mengalami pertumbuhan ekonomi mencapai 17 persen per tahunnya, itu adalah modal penting agar adanya optimisme pertumbuhan ekonomi setiap daerah,” beber Bima.
Sehingga Indonesia seharusnya sudah jadi negara maju sejak lama. Setelah melewati segala konsolidasi politik ekonomi dan ideologi, konsep awal gagasan pembangunan yang dibangun Bung Karno melalui Ketetapan MPRS No II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.
Awal tahapan proses nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, Bima menambahkan, ini adalah awal BUMN menjadi sumber pemasukan negara.
Selain itu Bung Karno juga memiliki gaya kepemimpinan yang ideologis teknokratik, di mana orang-orang pintar disekolahkan ke luar negeri terlebih dahulu agar nantinya menjadi aset bangsa.
Karena, menurut Bung Karno, bangsa ini harus memiliki arah yang jelas, tidak hanya atas dasar common sense.
“Kalau konsepsi pembangunan semesta berencana dengan ideologi Pancasila dulu dijalankan dengan baik. Tiongkok bisa menjadi negara super power. Indonesia bisa menjadi negara super super power,” tutur politikus senior PDI Perjuangan itu.
Bima dapat mengatakan hal tersebut setelah melakukan kunjungan ke parlemen China. Pemikiran Bung Karno di sana sangat dikagumi, bahkan di beberapa universitas, pemikiran Marhaenisme Bung Karno menjadi mata kuliah pilihan yang digemari.
Menurut Parlemen China, proses perubahan negara komunis menjadi negara sosialis juga dipengaruhi oleh konsep Pancasila Bung Karno.
Bima pun berusaha mengimplementasikan pemikiran Bung Karno ini. Salah satunya melalui regulasi Gula, di mana Indonesia tidak dapat sepenuhnya menyerap standar internasional.
Menurutnya, apabila kita menerapkan aturan tersebut, maka pabrik-pabrik gula di Indonesia akan tutup karena tidak mampu memproduksi sesuai standar.
Jadi Komisi VI DPR pun membagi regulasi menjadi 2. Ada gula Industri yang sesuai standar internasional dan gula konsumsi yang digunakan sehari-hari.
Kebijakan ini diambil untuk melindungi kepentingan dalam negeri dan di lain sisi juga tetap dapat bersaing di kancah internasional.
“Coba lihat bagaimana kebijakan Presiden Jokowi melakukan hilirisasi terhadap sumber daya mineral yang ada. Kita tidak bisa menjadi bangsa yang tertutup tetapi kita juga tidak mau ‘dikibulin’. Karena imperialisme dan kolonialisme saat ini masuk ke regulasi,” tambah Bima.
“Saya yakin dan menaruh harapan penuh kepada Mas Ganjar, saya yakin dia dapat melanjutkan pondasi yang telah diletakkan Presiden Jokowi. Ia akan berani mengambil kebijakan dan mengambil peran agar kita tidak hanya menjadi objek dalam situasi global. Kita juga harus menjadi subyek yang menentukan perekonomian global,” demikian Aria Bima.
[Democrazy/RMOL]