DEMOCRAZY.ID - Soleman Ponto yang merupakan mantan Kabais mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia sedang melepas Papua.
Mantan Kabais ungkap Indonesia sedang melepas Papua berdasarkan pada resolusi 2504 PBB dari hasil Pepera.
Berdasarkan hasil Pepera 1963 mulailah bendara merah putih berkibar di Papua. Dengan demikian, jika adanya pelanggaran terhadap resolusi 2504 maka Papua akan lepas.
“Pelanggaran terhadap resolusi 2504 harus kita lihat dari kaca mata internasional bukan dari kacamata kita, termasuk dalam penindakan OPM atau KKB Papua,” jelas Ponto.
Ponto menjelaskana bahwa di dunia Internasional yang paling haram dilakukan adalah pelanggar HAM.
“Jika pelanggaran HAM di Papua terbukti bisa saja dunia internasional bersatu mengajukan ke PBB untuk mambatalkan resolusi 2504 kemudian Papua lepas dari Indonesia,” papar Ponto.
Menurut Ponto, agar papua tidak lepas maka kita harus menjaga agar tidak adanya pelanggaran HAM di sana kerana Papua ini nona manis dan banyak yang menginginkannya.
Dalam penanganan KKB Papua, Ponto juga menegaskan bahwa pemerintah harus mempertegas status mereka apakah mereka kelompok kriminal atau kelompok bersenjata.
Jika disebut kelompok bersenjata maka bisa diatasi dengan militer dan penetapan kelompok bersenjata jika memenuhi beberapa syarat, di antaranya jika memiliki wilayah tertentu, bisa menyerang sewaktu-waktu, mempunyai hirarki yang jelas.
“Jika ini terpenuhi maka bisa disebut kelompok militer bersenjata dan dapat di tumpas dengan militer melalui penetapan hukum humaniter,” terang Ponto.
“Sayangnya di undang-undang Indonesia tidak mengatur secara tegas tentang hal tersebut, hanya menggunakan TNI dengan undang-undang 34 dalam mengatasi pemberontakan bersenjata, akan tetapi tidak dijelaskan pemberontakan bersenjata seperti apa secara detil,” tambah Ponto.
Masih dengan Ponto, saat ini pertanyaannya apakah OPM ini termasuk dalam kelompok pemberontak bersenjata atau tidak.
“Untuk itu kita harus memastikan apakah OPM merupakan kelompok bersenjata atau tidak, sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan jelas. Penetapan ini harus dilakukan berdasarkan hukum humaniter bukan berdasarkan pendapat kita,” tambah Ponto.
Ponto juga mengatakan jika OPM tersebut bukan masuk dalam kelompok bersenjata dan ditangani dengan kekuatan militer, maka saat itu terjadi pelanggaran HAM dan Papua bisa lepas dari Indonesia.
Selama Masih Bernama KKB, TNI Tidak Bisa Bergerak di Papua
Harus diakui, Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak bisa sembarangan mengambil tindakan dalam menangani kelompok separatis atau yang lebih sering disebut kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Begitu dikatakan mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) Soleman B. Ponto dalam dialog yang diunggah kanal Youtube Publica Podcast, dikutip Sabtu (25/3).
"TNI boleh turun apabila pertama kita sebut dulu itu siapa di depan, kita harus identifikasi dulu, baru kita punya legitimasi," ujar Soleman Ponto.
Dia menjelaskan, identifikasi yang dimaksud agar bisa mengerahkan TNI setidaknya untuk tiga hal. Pertama, adalah eksistensi satu kelompok yang sudah menguasai wilayah tertentu.
Kedua, kelompok ini dilengkapi dengan persenjataan. Ketiga, kelompok itu punya hierarki yang jelas untuk memerintah menyerang sewaktu-waktu.
"Dengan 3 persyaratan ini terpenuhi maka terpenuhilah dia sebutan sebagai kelompok pemberontak bersenjata," tuturnya.
Dijelaskan Soleman lebih lanjut, di dalam hukum humaniter, pemberontak lawannya adalah pemerintah. Dalam konteks Indonesia, pemerintah dalam penanganan pemberontak ada di tangan TNI.
"Ini dalam hukum humaniter, judulnya itu adalah konflik bersenjata internal, artinya apa, kalau di depan itu pemberontak maka lawannya adalah TNI sebagai pemerintah," jelasnya.
Kata dia lagi, sebelum status pemberontak ditetapkan pada KKB di Papua, maka sampai kapanpun TNI tidak boleh bergerak. Pasalnya, akan bisa dilabel sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Jangan sampai di depan itu kelompok kriminal, di sini TNI (yang bergerak), pelanggaran HAM itu judulnya," pungkasnya. [Democrazy/DW]