DEMOCRAZY.ID - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY mengaku mendengar informasi bahwa Presiden Joko Widodo alias Jokowi hanya menghendaki dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2024.
Menurut SBY, sedianya tidak ada yang salah dengan keinginan Jokowi tersebut mengingat siapapun, termasuk Presiden, tidak dilarang punya kehendak dan harapan.
Pernyataan SBY itu dilontarkan dalam buku yang bertajuk ‘Pilpres 2014 dan Cawe-Cawe Presiden Jokowi’ yang diterbitkan pada 18 Juni 2023 lalu.
Dugaan SBY, keinginan Jokowi itu membuat RI 1 tersebut bakal melakukan pekerjaan politik untuk mencapai tujuan dan sasarannya.
“Politik itu banyak caranya. Yang penting tujuan tercapai, kata sebagian kalangan. Dalam politik, soal halal dan tidak halal itu subjektif, tergantung dari mana memandangnya,” kata SBY dalam artikelnya.
Jika Jokowi ternyata melakukan kerja politik dengan meminta para pimpinan parpol dan mereka menyanggupi, maka tindakan Jokowi disebut SBY tidak bisa disalahkan.
Menurut dia, Jokowi baru dianggap kelewat batas jika menyalahgunakan kekuasaan alias melakukan abuse of power demi mencegah terjadinya pasangan capres-cawapres ketiga.
Selain itu, SBY melanjutkan, jika Jokowi bersama para pembantunya bekerja secara total agar pimpinan parpol di kabinet tidak membentuk pasangan ketiga, inilah yang bakal jadi masalah.
Misalnya, kata SBY, sejumlah pimpinan parpol diancam baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Bahasa yang mudah dimengerti oleh publik adalah dia akan dijadikan tersangka dalam proses penuntutan hukum. Konon, Pak Jokowi dan pembantunya mengantongi kasus pelanggaran hukum dari pimpinan parpol tersebut,” kata SBY.
Jika benar demikian, SBY menyebut hal itu bakal jadi kasus yang serius. Sebab, Jokowi akan terkesan melakukan politik tebang pilih.
Jika pimpinan parpol mengikuti keinginan Jokowi, meskipun punya kasus hukum, maka akan aman. Pun sebaliknya.
“Ini tidak bisa mencegah tuduhan kepada Presiden Jokowi sebagai tidak etis dan tidak adil,” kata bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu.
Secara personal, SBY menyatakan tidak sepakat jika pasangan capres-cawapres dibatasi.
“Apa alasannya? Apa kepentingannya? Apanya yang salah kalau lebih dari dua pasang?” kata dia.
Di akhir artikelnya, SBY menyampaikan sejumlah disclaimer. Dia menjelaskan, narasi yang dibangun dalam artikel ini berdasarkan percakapan di ruang publik dan informasi dari berbagai sumber terpercaya.
Kendati demikian, SBY menyebut informan tersebut meminta agar identitasnya sementara ini tidak dibuka.
Selain itu, SBY turut menekankan bahwa sebagai orang tua di negeri ini, ia meminta agar tindakan yang jelas sangat mengganggu dan berbahaya dalam rangkaian Pemilu 2024 dihentikan.
SBY turut menegaskan bahwa sedianya artikel ini dibuat dengan niat dan tujuan yang baik.
Hingga berita ini diturunkan, Tempo berupaya meminta tanggapan dari pihak Istana atas tulisan SBY tersebut.
Sambungan telepon dan pesan singkat yang dikirimkan ke Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Faldo Maldini dan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin belum direspons.
Selain itu, Tempo juga meminta tanggapan kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto namun juga belum mendapat respons. [Democrazy/Tempo]