DEMOCRAZY.ID - Kemunculan Pondok Pesantren atau Ponpes Al Zaytun mendulang polemik. berbagai pernyataan Panji Gumilang, pimpinan ponpes tersebut mengundang reaksi masyarakat.
Pada Kamis 15 Juni 2023, digeruduk massa dari Forum Indramayu Menggugat. Aksi demo ini dilakukan untuk menuntut lima hal, salah satunya adalah dugaan ajaran sesat yang terjadi di Ponpes Al Zaytun.
Bahkan, jika tuntutan tersebut tidak kunjung direspon, Forum Indramayu berjanji akan mengerahkan jumlah massa yang lebih besar.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis melalui Twitter pada Jumat, 16 Juni 2023 menyebutkan ajaran Ponpes Al Zaytun di Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menyimpang. Pihaknya mendesak pemerintah turun tangan.
“Meminta segera pemerintah hadir dan menyelesaikan masalah Panji Gumilang dan Az-Zaitun krn ajarannya sdh diputuskan menyimpang oleh MUI dan Ormas Islam. Kondisinya meresahkan sehingga di demo massa dan berarti bikin gaduh,” cuit Cholil Nafis.
Juru bicara Kementerian Agama Anna Hasbie menyatakan pihaknya tengah mengkaji kontroversi Pesantren Al Zaytun.
Pondok pesantren yang berada di Indramayu itu dituding menyebarkan ajaran sesat hingga berujung demonstrasi penolakan dari masyarakat setempat.
Anna menyebut kajian ini dilakukan bersama instansi lain dan ormas Islam secara komprehensif.
Tujuannya, agar dapat dirumuskan sikap atas beragam informasi dan fakta yang ditemukan dan terklarifikasi tentang Al Zaytun.
“Jika Al-Zaytun melakukan pelanggaran berat, menyebarkan paham keagamaan yang diduga sesat, maka kami bisa membekukan nomor statistik dan tanda daftar pesantren, termasuk izin madrasahnya,” kata Anna dalam keterangannya, Jumat, 23 Juni 2023.
Bagaimana proses MUI menetapkan kelompok atau orang terkait aliran sesat?
Lantas, apa itu Fatwa sesat MUI?
Dalam artikel ilmiah berjudul Fatwa MUI tentang Aliran Sesat di Indonesia (1976-2010) yang ditulis oleh Dimiyatri Sajari mengatakan bahwa Fatwa Sesat MUI merupakan legitimasi atau keputusan perkara agama Islam yang diberikan oleh alim ulama tentang suatu permasalahan agama.
Dalam menetapkan suatu ajaran itu sesat atau tidak, MUI setidaknya menetapkan 10 indikator di antaranya:
1. Mengingkari rukun uman dan islam;
2. Meyakini aqidah yang tidak sesuai dengan Al-Quran;
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Quran;
4. Mengingkari kebenaran Al-Quran;
5. Melakukan penafsiran Al-Quran yang tidak berdasarkan ilmu tafsir;
6. Mengingkari hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam;
7. Menghina para nabi dan rasul;
8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir;
9. Mengubah pokok-pokok ibadah sesuai ajaran Al-Quran dan As-Sunnah;
10. Mengkafirkan sesama muslim.
Meskipun secara pengertian sebenarnya hanya bersifat untuk menasihati, oleh umat Islam di Indonesia Fatwa MUI kerap dianggap sebagai produk hukum yang mengikat.
Dengan demikian, banyak masyarakat yang kerap mendorong MUI untuk mengeluarkan Fatwa sesat agar secara hukum suatu kepercayaan yang dianggap sesat dapat ditindak tegas. [Democrazy/Tempo]