DEMOCRAZY.ID - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memaparkan berdasarkan hasil riset mereka bahwa kelompok netizen yang menolak dan mengkritik subsidi kendaraan listrik menilai ada kepentingan bisnis pejabat negara.
Menurut Data Analyst Continuum Indef Wahyu Tri Utomo, warganet menyoroti dua pejabat negara Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan.
“Ada juga yang menilai subsidi ini hanya akan jadi ‘bancakan’ pejabat yang juga pengusaha. Moeldoko sebagai KSP dan Ketua Periklindo, Luhut sebagai Menko Marves dan berkaitan dengan Electrum,” ujar dia di webminar yang disiarkan di Youtube, Senin (22/5).
Moeldoko merupakan Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia. Organisasi ini dibentuk buat mendukung Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan listrik berbasis baterai.
Anggota Periklindo di antaranya Wuling, DFSK, Benelli, Keeway, ABC Lithium, Smoot, AEON Credit Service dan Mobil Anak Bangsa (MAB). Moeldoko sendiri adalah pemilik MAB, produsen bus listrik.
Sedangkan Luhut dikaitkan dengan perusahaan motor listrik Electrum. CEO Electrum Pandu Sjahrir adalah keponakan Luhut.
Wahyu mengatakan masyarakat mengkhawatirkan kebijakan subsidi ini memunculkan konflik kepentingan dari para pejabat negara yang juga berkecimpung di industri kendaraan listrik.
“Secara tersirat ada ketakutan conflict of interest antara dia yang menjabat di pemerintahan, punya power atas kebijakan, tapi di satu sisi punya usaha yang secara kebetulan ada irisan dengan kebijakan,” kata Wahyu.
“Ini akhirnya menimbulkan kecurigaan dari masyarakat, jangan-jangan subsidi ini untuk ‘pengpeng’ bukan untuk masyarakat yang membutuhkan,” papar dia.
Kelompok masyarakat yang menolak subsidi ini adalah 80,77 persen yang terjaring dari 18.921 pembicaraan yang berasal dari 15.139 akun Twitter selama periode 8-12 Mei 2023.
Selain soal konflik kepentingan, barisan netizen yang menolak subsidi juga menilai kebijakan ini tak tepat sasaran.
Alasannya pembeli mobil listrik adalah kalangan masyarakat tak butuh subsidi.
Masyarakat juga disebut mempertanyakan pihak yang untung dari kebijakan ini, mereka menduga hanya produsen otomotif yang untung.
Komentar kubu Moeldoko dan Luhut
Tenaga Ahli Utama KSP Andrianto Gani membantah tentang dugaan subsidi kendaraan listrik merupakan bancakan.
Dia menggarisbawahi bahwa yang diberikan pemerintah insentif, bukan subsidi.
Pemberian insentif itu disebut tak pakai dana pemerintah sama sekali melainkan berupa potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 1 persen.
“Kalau dibilang bancakan saya juga bingung, mana yang mau dibancak, karena enggak ada dana yang keluar untuk insentif mobil listrik,” jelas Gani.
Sedangkan juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, mengatakan bosnya dan Electrum tak ada keterkaitan kepemilikan.
“Saya ingin menegaskan bahwa Pak Luhut tidak memiliki kaitan kepemilikan dengan Electrum. Kebijakan ini diambil berdasarkan pertimbangan untuk memajukan industri kendaraan listrik di Indonesia, bukan untuk kepentingan pribadi seseorang atau sekelompok orang,” kata Jodi saat dihubungi, Selasa (23/5). [Democrazy/KajianBerita]