HOT NEWS POLITIK TRENDING

Sebut Endorsement Presiden ke Capres Lazim, Faldo: Asal Tak Salah Gunakan Alat Negara

Democrazy Media
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
POLITIK
TRENDING
Sebut Endorsement Presiden ke Capres Lazim, Faldo: Asal Tak Salah Gunakan Alat Negara


DEMOCRAZY.ID - Staf Khusus Mensesneg Faldo Maldini bicara soal fenomena endorse Jokowi kepada sejumlah pihak jelang 2024. 


Menurut Faldo, endorse lazim dilakukan selama tidak menyalahgunakan aset negara.


"Endorsement presiden kepada penerusnya itu lazim. Obama endorse Hilary, dan Biden, ya ini lazim di negara demokrasi. Yang penting bukan masalah endorsenya, tapi salahgunakan infrastruktur negara untuk dorong kandidat," kata Faldo usai acara rilis survei Populi Center di Jakarta Selatan, Senin (29/5).


"Jadi endorse nggak masalah, tapi kalau salah gunakan alat negara untuk menangkan kandidat, itu baru masalah," imbuh dia.


Meski begitu, Faldo tak sepakat apabila kedekatan Jokowi dengan sejumlah tokoh dikaitkan dengan endorse. 


Kedekatan Jokowi dengan Prabowo, misalnya, dinilai Faldo bagian dari kerja pemerintahan dan partai.


"Melihat Pak Prabowo Menteri Pertahanan dan Ketum Gerindra, melihat PDIP beliau kadernya dan partai paling banyak suaranya. Melihat Pak Airlangga adalah Menko Perekonomian dan [ketum parpol] nomor tiga di parlemen. Tentu melihat skema pemerintahan yang kita ada eksekutif, yudikatif, legislatif itu matters gitu. Jadi ya kita jangan menyudutkan, jangan cocokologi," papar dia.


Faldo memandang, Jokowi tak punya kepentingan untuk endorse demi keberlanjutan pemerintahan. 


Justru menurutnya capres-cawapres yang mau tak mau harus meneruskan program Jokowi demi mendapat dukungan masyarakat.


"Soal keberlanjutan dan perubahan, tidak ada pilihan bagi capres di survei ini untuk tidak teruskan program Jokowi. Kalau ada yang tawarkan perubahan, perubahan apa yang ditawarkan? Kalau keberlanjutan, apa yang ingin dilanjutkan. Banyak yang bilang presiden itu harus endorse A/B, kalau nggak diendorse IKN enggak lanjut atau ABCD. Kalau kita liat survei, bukan presiden yang butuh endorse orang, tapi capres yang butuh lanjutkan program presiden," jelas Faldo.


"Kalau nggak lanjutkan, maka akan berhadapan dengar orang yang puas dengan Jokowi. Jokowi effect, sebenernya ini butuh ditangkap capres yang ingin menang. Yang masalah ketika capres enggak jalankan program Jokowi, maka dia akan face to face dengan masyarakat," pungkas dia. 


Bolehkah Presiden Dukung Kandidat Capres?


Sesuai Porsi


Sistem hukum di Indonesia pada dasarnya tidak melarang dukungan yang diberikan oleh presiden, wakil presiden, hingga kepala daerah yang sedang menjabat kepada kandidat capres dan cawapres tertentu. 


Dukungan secara langsung terhadap kandidat capres dan cawapres dalam kontestasi pemilu memiliki sifat terlarang untuk dilakukan oleh lembaga peradilan, personel BPK, personel Bank Indonesia, personel BUMN/BUMD, pejabat negara non-struktural, ASN, TNI, Polri, dan perangkat desa.


Kendati tidak dilarang menurut hukum, dukung-mendukung kandidat capres dan cawapres perlu diletakkan sesuai porsinya. 


Adapun ketika kandidat telah terdaftar sebagai capres dan cawapres pada penyelenggaraan pemilu, maka segala bentuk endorsement dalam rupa orasi, pidato, ataupun diskusi publik dapat dinilai sebagai bentuk kampanye terhadap kandidat yang didukung oleh pembicaranya.


Pada ketentuan Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan merupakan bentuk pelanggaran kampanye. 


Oleh karena itu, keberadaan presiden sebagai kepala pemerintahan patut untuk memperhatikan segala bentuk narasi yang hendak diucapkan ketika memberikan sambutan di hadapan publik.


Dengan menyinggung terkait dukungan terhadap kandidat capres dalam forum resmi pemerintah, presiden dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran kampanye berupa penggunaan fasilitas pemerintah untuk mengkampanyekan kandidat capres atau cawapres tertentu.


Etika Demokrasi


Melampaui hukum formal dan pengaturan terkait kepemiluan dalam undang-undang, terdapat nilai-nilai kepatutan di dalam etika demokrasi yang perlu untuk diperhatikan oleh semua pihak. 


Etika demokrasi inilah yang akan mengantarkan bangsa Indonesia menuju kedewasaan dan kematangan dalam berdemokrasi.


Presiden sebagai pejabat publik dan mandataris rakyat melalui proses pemilu sudah sepantasnya untuk tidak menggiring dukungan publik untuk memilih Capres dan Cawapres tertentu pada pemilu berikutnya. 


Sama seperti proses pemilu sebelumnya yang tanpa intervensi dan tanpa penggiringan melahirkan presiden pilihan rakyat, sudah seyogianya proses pemilu selanjutnya berjalan tanpa intervensi presiden pendahulu agar lahir presiden baru yang memiliki legitimasi demokrasi yang kuat dari rakyat.


Aloysius Eka Kurnia, S.H, M.H 

Dosen Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta


[Democrazy/kumparan]

Penulis blog