DEMOCRAZY.ID - Di balik gemerlap KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, NTT, ternyata ada cerita tak menggenakkan.
Sebanyak 51 warga belum menerima ganti rugi jalan Labuan Bajo-Golo Mori. Kini mereka pun mendapat intimidasi.
Muhammad Jamil dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mempertanyakan komitmen pemerintahan Jokowi yang terkesan abai terhadap janji-janjinya.
Termasuk memenuhi ganti rugi atas pembangunan jalan Labuan Bajo-Golo Mori di atas aset rakyat.
Belakangan, mereka terancam kriminalisasi lantaran bakal menggelar aksi menuntut haknya pada 9 Mei 2023. Bertepatan dengan pembukaan KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo.
“Ini aneh sekali. Teramat sangat tidak wajar. Belum melakukan perbuatan sudah kena. Dan, orang mau menuntut haknya malah mau dikriminalisasi,” paparnya dalam jumpa pers secara daring, dikutip Selasa (9/5/2023).
Jamil memaparkan, pada 6 dan 7 Mei 2023, empat warga di Labuan Bajo tiba-tiba mendapat surat panggilan dari Polres Manggarai Barat (Mabar) untuk diperiksa dengan tuduhan tindak pidana penghasutan yang akan terjadi pada 9 Mei 2023.
Surat dari polisi itu muncul setelah pada 5 Mei, warga dan sejumlah aktivis NGO memberikan surat pemberitahuan aksi unjuk rasa pada 9 Mei 2023.
Aksi ini untuk memperjuangkan ganti rugi atas tanah dan rumah warga yang tergusur proyek jalan Labuan Bajo menuju Golo Mori, salah satu titik pertemuan KTT ASEAN.
Tak hanya warga, jurnalis dan media Floresa.co bernasib sama. Kena intimidasi pula. Mereka diserang usai memberitakan adanya pengabaian ganti rugi atas aset warga yang kini berubah menjadi jalan Labuan Bajo-Golo Mori.
Laporan itu merupakan hasil kolaborasi dengan Project Multatuli yang diterbitkan pada 5 Mei 2023.
Dalam pemberitaan itu juga menyiarkan adanya tekanan dari aparat terhadap para aktivis yang menyuarakan masalah ini.
Pada 6 Mei, salah satu jurnalis Floresa yang terlibat pemberitaan ganti rugi Labuan Bajo-Golo Mori, mendapati akun Telegram dan WhatsApp-nya diretas.
Serangan juga menyasar website Floresa pada 7 Mei 2023. Sebelumnya, seseorang yang mengaku intel TNI berupaya melakukan intimidasi.
Berdasarkan data Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation Societas Verbi divini (JPIC-SVD), lembaga advokasi Gereja Katholik yang selama ini mengadvokasi warga terdampak proyek jalan Labuan Bajo-Golo Mori yang row-nya 23 meter, sepanjang 25 kilometer.
Tercatat, 51 keluarga yang mayoritas petani dan guru honorer, harus kehilangan asetnya. Mereka berasal dari Kampung Cumbi dan Kampung Kenari di Desa Warloka, serta warga Kampung Nalis, Desa Macang Tanggar, belum menerima ganti rugi.
Jumlah aset warga yang menjadi korban penggusuran antara lain, dua rumah permanen dua lantai, lima rumah permanen, 16 rumah semi permanen, 14.050 meter-persegi pekarangan, 1.790 meter-persegi sawah dan 1.080 meter-persegi ladang.
Proyek jalan Labuan Bajo-Golo Mori diinisiasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), digarap PT Wijaya Karya (Perser). Proyek itu menelan anggaran sebesar Rp407,04 miliar.
Jalan ini memang dipersiapkan untuk mendukung KTT ASEAN ke-42, serta konektivitas Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo, NTT. Tapi sayangnya itu tadi, ada penderitaan rakyat di jalan itu. [Democrazy/Inilah]