EKBIS HOT NEWS TRENDING

Faisal Basri: Ekonomi RI Jalan di Tempat, Lapangan Kerja Tak Bermutu!

DMCRZ NEWS
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
HOT NEWS
TRENDING
Faisal Basri: Ekonomi RI Jalan di Tempat, Lapangan Kerja Tak Bermutu!


DEMOCRAZY.ID - Ekonom Senior Faisal Basri mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) semasa menjabat sejak 2014 silam. 


Baginya ekonomi Indonesia hanya jalan di tempat dan lapangan kerja yang tercipta tidak bermutu.


Hal ini disampaikan Faisal ketika menghadiri program Your Money Your Vote di CNBC Indonesia (Selasa, 09/05/2023)


"(Ekonomi) tumbuh tapi jalan di tempat selama periode pak Jokowi rata-rata cuma 5% targetnya 7% periode pertama dan 6% periode ke-2 tapi sampai kuartal I ini 5,03%," ujarnya.


"Oke tumbuh, angka pengangguran turun ada penciptaan lapangan kerja tapi makin tidak bermutu karena yang meningkat penyerapan di sektor informal," jelas Faisal.


Tingginya pekerja di sektor informal, kata Faisal adalah masalah besar karena jauh dari kontrol pemerintah. 


Baik meliputi gaji, lembur serta hak-hak lain yang seharusnya diterima.


"Pekerja informal kita naik terus. Data Februari sudah 60% lebih itu kan mereka tidak dapat gaji teratur, lembur, macam-macam kualitas rendah artinya mereka rentan," tegasnya.


Semakin buruknya kualitas perekonomian, menurut Faisal juga dipengaruhi oleh turunnya porsi sumbangan sektor industri.


"Sumbangan industri ke PDB jadi tinggal 18% padahal industri manufaktur penyumbang sepertiga penerimaan pajak jadi penerimaan pajak turun pengeluaran naik defisit naik dan arus utang naik," paparnya. 


Terungkap! Ini Penyebab Industrialisasi Jokowi Gagal Total


Industrialisasi yang saat ini sedang digencarkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap mengalami kegagalan. Hal ini diungkapkan oleh ekonomi senior Faisal Basri.


Faisal menilai, tingkat investasi di Indonesia terbilang tinggi dibandingkan negara-negara lain. Namun sayangnya, investasi tersebut tidak dikelola dengan baik belum lagi mayoritas diperuntukan untuk sektor konstruksi berupa bangunan, kantor, mall dan lain sebagainya yang menurutnya tidak berdampak pada sisi produksi. Sedangkan investasi terhadap mesin dan peralatan hanya 10-11% saja dari total investasi keseluruhan.


"Penggunaan investasi di Indonesia itu sudah boros, nggak bermutu, itu dia, ini investasi yang saya tunjukkan tadi PMTB itu kalau anda lihat mayoritas yang biru bentuknya apa? bangunan, building, kantorlah, macam-macam lah bangunan konstruksi, bangunan ini misalnya mall, itu makin banyak menjual barang impor," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (10/2/2023).


"Jadi investasi di bangunan untuk memperlancar barang impor masuk, ya ekonomi manfaatnya kecil lah yang manfaatnya besar dalam bentuk apa? mesin dan peralatan hampir pasti itu namanya industri, tapi tengok berapa sehingga bisa menghasilkan berbagai jenis barang yang nyata 10-11% aja," lanjutnya.


Ia menilai Presiden Jokowi tidak mendorong terjadinya percepatan industrialisasi melainkan hanya berfokus pada penyelesaian proyek-proyek infrastruktur. Itulah kemudian yang menyebabkan rendahnya fasilitas dan modal industri di Indonesia.


"Pak Jokowi tidak meminta percepatan industrialisasi enggak, tapi semua proyek infrastruktur kelar sebelum dirinya lengser, jadi bangunan lagi kan. Pokoknya harus kelar, gitu. Industri memble bodo amat makanya Pak jokowi jarang sekali berbicara tentang visi industri, jarang, yang dia bicara adalah hilirisasi," ujarnya.


Pernyataan Faisal ini terkait dengan permintaan Presiden beberapa waktu lalu agar jajarannya segera merampungkan proyek infrastruktur sebelum 2024, termasuk proyek ibu kota negara (IKN).


Selain itu, menurut Faisal penyebab kegagalan industrialisasi era Jokowi karena adalah enggannya perbankan menyalurkan kredit ke sektor produksi barang. 


Menurut Faisal, salah satu sektor jasa yang berkembang yakni perbankan, namun sayangnya sektor ini justru menyalurkan kembali jasanya pada jasa keuangan. Oleh karena itu, permodalan industri tidak berkembang.


Ia menilai, bank malah justru membantu menopang keuangan negara dengan menjadi pemain terbesar dalam pembelian surat utang negara ketimbang menyalurkan kredit ke masyarakat. Akibatnya


"Agak berat saya mengatakan enggak itu, saya tunjukkan lagi, biang keladi ini semua pemerintah. Nggak percaya ya? saya kan enggak mau fitnah ini saya tunjukkan jadi pemerintah utangnya kan makin banyak, kata Ibu Sri Mulyani aman, ya aman memang tapi lihat kelakuan pemerintah yang utangnya makin banyak itu siapa yang paling banyak membeli surat utang pemerintah itu? jelas bank. Ini sebelum krisis (2020 akibat Covid-19) bank beli biar daripada menyalurkan kredit beli surat utang pemerintah," paparnya.


"Sebanyak 31,4% jadi hampir sepertiga surat utang pemerintah itu dibeli oleh bank boro-boro menyalurkan kredit apalagi nyalurin kredit ke industri ogah," lanjutnya.


Lebih lanjut, ia mengatakan ekonomi Indonesia makin sakit sejak banyaknya surat utang pemerintah yang tidak laku di masa pandemi. Akibatnya dibeli oleh Bank Indonesia melalui kesepakatan burden sharing. 


Menurutnya, ini semakin memperparah proporsi ekonomi yang mana separuh utang pemerintah diisi oleh bank sentral dan perbankan.


"Jadi dari jasa ke jasa kan, jasa keuangan ke jasa keuangan, nah mengkonfirmasi kualitas pertumbuhan kita. Menurut saya enggak salah sepenuhnya bank tapi salahnya pemerintah," ujar Faisal.


Ia menilai kesalahan ini bersumber dari kesalahan pemerintah dalam melakukan penugasan pada bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 


Dimana dalam praktiknya bank BUMN menyuntik dana kepada perusahaan yang tidak bisa membayar hutang dan membentuk konsorsium pada proyek-proyek infrastruktur.


"Bank tidak pernah disuruh untuk menyalurkan kredit buat industri jadi tidak salah sepenuhnya bank. Jadi salah di penugasannya," pungkas Faisal. [Democrazy/cnbc]

Penulis blog