DEMOCRAZY.ID - Informasi yang diterima pakar hukum tata negara Prof Denny Indrayana soal MK akan mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup, menuai reaksi tajam dari berbagai pihak.
Di antaranya Menko Polhukam Mahfud MD yang meminta polisi mengusut informasi itu karena bisa dianggap ada pembocoran rahasia negara.
Wasekjen Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, yang ikut menjadi pihak terkait dalam perkara di MK ini, menilai pernyataan Denny Indrayana justru perlu didukung.
"Karena kalau sudah keluar putusan tertutup apalagi langsung berlaku di Pemilu ini, tidak ada gunanya lagi juga kita berkomentar. Apalagi kita bersama tahu sifat putusan MK yang final dan mengikat," ucap Jansen dalam keterangannya, Minggu (28/5).
"Jadi lebih baik kita berkomentar sekarang sebelum keluar putusan. Mana tahu masih ada gunanya." - Jansen Sitindaon
Sama halnya, kata Jansen, pascakeluarnya putusan perpanjangan masa jabatan komisioner KPK, mau komentar apa pun tidak bisa mengubah keputusan itu. "Semua sudah terlambat."
Politikus asal Sumatera Utara itu lalu mengingatkan MK bahwa partai politik parlemen peserta pemilu, kecuali PDIP, mayoritas mendukung sistem pencoblosan di Pileg tetap terbuka seperti sekarang.
"Kami 8 partai yang punya kursi di parlemen sudah menyatakan mendukung sistem pemilu tetap terbuka. Kami adalah peserta pemilu dan juga adalah bagian dari pembentuk UU di negeri ini melalui fraksi kami di lembaga DPR," tuturnya.
"Akal sehatnya, kalau mayoritas peserta pemilu yang ikut bertanding saja ingin tetap terbuka, ngapain dibuat jadi tertutup?" - Jansen Sitindaon
Sebelumnya, Prof. Denny Indrayana, mengaku mendapat informasi bahwa MK akan memutuskan sistem pemilu menjadi tertutup alias pemilih mencoblos partai, bukan caleg lagi.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny kepada wartawan, Minggu (28/5).
"Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting (perbedaan pendapat)," tambah dia.
Putusan yang dimaksud Denny belum dibacakan oleh MK. Tapi ia memastikan bahwa informasi yang ia peroleh dapat dipercaya.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi," lanjutnya lagi.
Menurutnya, jika sistem Pemilu kembali proporsional tertutup, maka akan kembali seperti sistem pemilu era orde baru: otoritarian dan koruptif.
Reaksi SBY
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpendapat pergantian sistem pemilu di tengah proses yang telah berjalan bisa menimbulkan 'chaos' politik.
Hal itu disampaikan SBY untuk merespons pernyataan Ahli Hukum Tata Negara Denny Indrayana yang mengaku mendapat informasi bahwa MK akan mengabulkan gugatan dan memutuskan sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup alias coblos partai.
Melalui akun Twitter pribadinya, SBY menyampaikan tiga poin berkaitan dengan sistem pemilu yang hendak diputuskan MK
"Pertanyaan pertama kepada MK, apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'chaos' politik," tulis SBY, Minggu (28/5).
Pertanyaan kedua, ia mempertanyakan apakah sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi.
Menurutnya, berdasarkan konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, bukan menetapkan UU mana yang paling tepat.
"Kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi Tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya. Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR & MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat," katanya.
Poin ketiga, ia mengatakan penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan Presiden dan DPR, bukan di tangan MK. Seharusnya, kata dia, Presiden dan DPR punya suara tentang hal ini.
"Mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar," katanya.
Ia meyakini dalam menyusun DCS, parpol dan caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah, tetap sistem terbuka.
Jika diubah di tengah jalan oleh MK, menurutnya akan menjadi persoalan serius.
"KPU dan Parpol harus siap kelola 'krisis' ini. Semoga tidak ganggu pelaksanaan pemilu 2024. Kasihan rakyat," katanya.
SBY pun menilai pemilu 2024 seharusnya tetap menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka.
"Setelah pemilu 2024, Presiden & DPR duduk bersama utk menelaah sistem pemilu yang berlaku, untuk kemungkinan disempurnakan menjadi sistem yang lebih baik. Dengarkan pula suara rakyat," katanya.
Denny sebelumnya mengaku mendapat informasi penting terkait gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di MK.
Ia menyebut MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/5).
Berdasarkan info yang diterimanya, enam hakim MK akan setuju untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup.
Sementara, tiga hakim lain akan menyatakan dissenting opinion. Denny memastikan informasi tersebut bersumber dari orang yang kredibel.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara MK Fajar Laksono enggan memberi konfirmasi terkait pernyataan Denny Indrayana.
"(Kebenarannya) Silakan tanya kepada yang bersangkutan," kata Fajar.
Dia menjelaskan MK baru akan menerima kesimpulan dari berbagai pihak pada 31 Mei mendatang.
Setelah itu, MK akan membahasnya. Selanjutnya, kata Fajar, MK baru bisa mengambil keputusan.
"Yang pasti, tanggal 31 Mei mendatang baru penyerahan kesimpulan para pihak, setelah itu, perkara dibahas dan pengambilan keputusan oleh Majelis Hakim," ucap dia.
"Baru diagendakan sidang pengucapan putusan," imbuhnya. [Democrazy/kumparan]