DEMOCRAZY.ID - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan sebanyak 65 persen dana pensiun pelat merah bermasalah terindikasi mengalami salah investasi hingga korupsi.
Kasus dana pensiun yang sebelumnya menarik perhatian publik adalah Asabri dan Pelindo karena terlibat pidana korupsi.
Erick menyebut setidaknya ada Rp9,5 triliun uang pensiun terindikasi salah penempatan investasi hingga korupsi.
Adapun, saat ini Kementerian BUMN telah menetapkan batas waktu untuk konsolidasi pengelolaan dan kebijakannya akan diselesaikan tahun ini.
“Dapen BUMN kan kemarin sudah ada deadline pengelolaannya dikonsolidasi, Rp9,5 triliun yang terindikasi ada salah investasi ataupun korupsi, tentu yang [dapen BUMN] korupsi kemarin sudah diambil tindakan,” kata Erick saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Erick menuturkan bahwa untuk dana pensiun BUMN yang salah kelola investasi namun bukan korupsi didorong untuk melakukan transisi penyehatan dan dapat rampung di rentang 3-5 tahun.
Dia menjelaskan bahwa langkah yang dilakukan persis seperti penyehatan Asuransi Jiwasraya yang membutuhkan masa transisi penyehatan hingga 3 tahun.
“Yang penting rule of the game-nya benar. Pihak yang ditunjuk buat konsolidasi itu IFG, kan IFG sudah berpengalaman, sudah ada Pak Hexana,” tandasnya.
Perlu diketahui, Indonesia Financial Group (IFG) melalui PT Bahana TCW Investment Management akan membantu mengelola investasi di delapan dana pensiun BUMN.
Sekretaris Perusahaan IFG Oktarina Dwidya Sistha menegaskan IFG sebagai BUMN Holding Asuransi, Penjaminan dan Investasi terus berkomitmen untuk mendukung setiap program strategis pemerintah, termasuk kerja sama pengelolaan aset investasi dana pensiun (Dapen) BUMN.
“Pada dasarnya, kerja sama ini tidak meniadakan tanggung jawab dari masing-masing BUMN pendiri Dapen untuk menjamin benefit jangka panjang dari perjanjian yang disepakati bersama karyawan BUMN,” ujar Oktarina kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Erick menyatakan setidaknya ada dua mekanisme suntikan dana Rp12 triliun ke dana pensiun pelat merah bermasalah.
Menteri Erick menuturkan salah satu mekanisme yang akan ditempuh untuk menyuntikan Rp12 triliun ke dapen BUMN bermasalah, yaitu melalui setoran dana (top-up) dari pemilik dapen itu sendiri.
“Penambahan [dana ke dana pensiun BUMN bermasalah] Rp12 triliun ini ada dua cara. Pertama, melalui top-up. Jadi pemilik dana pensiun harus top-up, harus bertanggung jawab dong,” kata Erick dalam Acara Ramah Tamah Menteri dengan Wartawan BUMN di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Selain itu, yang kedua adalah dengan cara pelepasan aset dapen BUMN. “Nanti mencari solusi melepas aset atau hal lain untuk memperbaiki kinerja. Nanti kita lihat lagi,” tambahnya.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo yang akrab disapa Tiko itu menyatakan dana pensiun pelat merah bermasalah membutuhkan suntikan modal dengan total mencapai Rp12 triliun.
Tiko mengatakan bahwa suntikan dana Rp12 triliun itu merupakan hasil perhitungan yang berasal dari rasio kecukupan dana (RKD) milik 65 persen dana pensiun BUMN bermasalah.
“Kita lihat RKD [rasio kecukupan dana] berapa, itu memang ada kebutuhan penambahan modal sekitar Rp12 triliun secara total,” ungkap Tiko saat ditemui usai rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Tiko mengklaim Kementerian BUMN juga tengah melakukan penyortiran terhadap dana pensiun BUMN yang akan mendapatkan penambahan modal.
“Kita lagi detailkan mana-mana saja [dapen BUMN] yang perlu [suntikan modal], nanti akan kita lihat dana pensiun mana yang dalam kekurangan modal, ringan, dan sudah memenuhi modal,” ujarnya.
Di samping itu, Tiko menambahkan bahwa Kementerian BUMN juga tengah melakukan stress testing.
“Karena Rp12 triliun ini statistiknya, insyaAllah setelah Lebaran akan kita umumkan secara detail tapi kira-kira angkanya sekitar Rp12 triliun dan itu menyebar, ada [dapen BUMN] yang sangat berat dan ada yang sangat ringan,” pungkasnya. [Democrazy/Bisnis]