AGAMA HOT NEWS ISLAMI POLITIK TRENDING

Wakil Katib Syuriah PWNU DKI: Perbedaan Hari Raya Idul Fitri Itu Politik, Mau Sampai Kapan?

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
AGAMA
HOT NEWS
ISLAMI
POLITIK
TRENDING
Wakil Katib Syuriah PWNU DKI: Perbedaan Hari Raya Idul Fitri Itu Politik, Mau Sampai Kapan?


DEMOCRAZY.ID - Perbedaan dalam penentuan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal merupakan persoalan politik yang menunjukkan ego masing-masing ormas Islam.


“Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal adalah peristiwa agama. Kalau ada beda hari dalam penentuan, itu politik. Mau sampai kapan?” kata Wakil Katib Syuriah PWNU DKI KH Taufik Damas di akun Twitter-nya, Selasa (18/4/2023).


Umat Islam tidak perlu bicara peradaban, kata Kiai Taufik, jika masih ribut dalam menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal.


“Jangan ngomong soal Peradaban kalau urusan satu Ramadhan dan satu Syawal masih ribet. Di mana peradabannya,” jelasnya.


Pemerintah memprediksi penetapan 1 Syawal 1444 H pada Sabtu, 22 April 2023. 


Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa’adi menyatakan, hal ini karena pada 21 April 2023 posisi hilal masih di bawah ufuk.


Maka Pemerintah baru akan melakukan sidang isbat pada 20 April 2023 mendatang.


“Kemenag Insya Allah akan melaksanakan sidang isbat pada 20 April 2023. Di mana dalam perhitungannya, hilal memang masih di bawah ufuk dan memang sangat mungkin ada perbedaan,” terangnya.


Dia mengatakan, bahwa Idul Fitri di tahun 2023 ini diperkirakan akan ada perbedaan antara pemerintah dan Muhammadiyah.


Meskipun ada perbedaan, Wamenag mengimbau agar masyarakat khsususnya umat Islam agar saling menghargai satu sama lainnya. Dan tetap menjalin silaturahmi, walau merayakan lebaran di waktu berbeda.


“Kami imbau kepada masyarakat menjaga kerukunan persaudaraan, saling menghormati, saling memuliakan, perbedaan. Dan bukan sebagai faktor yang memecah belah persaudaraan sesama umat Islam dan sesama anak bangsa,” katanya dalam keterangan resminya.



UAS Jawab Soal Perbedaan Hari Raya Idul Fitri antara NU dengan Muhammadiyah


Ustaz Abdul Somad (UAS) sempat menjawab tentang perbedaan pandangan dari Nahdlatul Ulama (NU) dengan Muhammadiyah dalam menetapkan 1 Ramadhan dan 1 Syawal.


Sudah lama memang hampir selalu terjadi adanya perbedaan antara penetapan hari raya dari NU dengan Muhammadiyah.


Banyak umat Islam yang kemudian merasa bingung, awal puasa dan lebaran sebaiknya mengikuti tanggal yang sudah ditetapkan NU atau Muhammadiyah.


Beberapa tahun yang lalu UAS sempat membahas soal adanya perbedaan tersebut.


Menurut UAS, adanya pertentangan terkait dengan perbedaan jadwal puasa dan lebaran itu terjadi lantaran sidang isbatnya dilakukan secara terpublikasi.


Hal tersebut disampaikan oleh UAS, lewat tayangan video yang diunggah oleh kanal YouTube Goto Islam pada Sabtu, 15 April 2023.


"Lalu yang datang dari kelompok ini 'ati'ullaha wa ati rasul wa ulil amri minkum' taatlah kepada Ulil Amri. Kemudian kata yang Muhammadiyah Ulil Amri itu Din Syamsuddin, bukan Jokowi. Karena ini kan tidak diangkat berdasarkan suroh, coba tengok tafsirnya, Ulil Amri itu ulama bukan pemimpin ini demokrasi kata dia, kata yang satu lagi kamu kalau engga mau ikut presiden bakar aja KTP-mu, pergi tinggal di hutan sana, akhirnya berkelahinya," ujar Ustaz Abdul Somad.


"Kenapa pertentangan ini terjadi? Karena sidang isbatnya diekspos. Ada baiknya sidang isbat dilakukan di ruangan tertutup mau kelahi antara NU sama Muhammadiyah kelahi di ruang tertutup itu, tapi suara yang keluar satu," sambungnya.


Lebih lanjut, UAS menyebut bahwa di Mesir adanya perbedaan pandangan dalam menetapkan 1 Ramadhan atau 1 Syawal dilakukan dengan cara kombinasi dua sistem.


"Itu yang terjadi di Mesir, antara hisab ilmu astronomi dengan rukyat dikombinasikan, jadi keduanya bukan dikonfrontir ditabrakan, tapi dikombinasikan, jadi harusnya keluar satu suara," tuturnya.


Jadi penceramah yang berfokus dalam bidang ilmu hadis dan fikih itu menyarankan untuk meyakini apa yang dipikir benar.


"Saya pribadi menyarankan, ikutlah apa yang engkau yakini benar menurut engkau, walaupun seribu orang berfatwa memberikan fatwa kepadamu. Fatwa yang dikeluarin oleh Muhammadiyah benar. Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) benar," paparnya.


"Persimpangannya di mana? Penetapan pada angka minimal, MUI dan NU menetapkan angka dua derajat, jika dua derajat dia dapat dikatakan hilal, bila kurang bukan hilal. Tapi Muhammadiyah dia mengatakan 0,5 derajat pun kalau sudah itu hilal, maka dia adalah hilal, maka boleh, di situ letak persimpangannya," tegas UAS.


Untuk UAS sendiri ia mengakui bahwa dirinya mengikuti aturan di komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia provinsi Riau.


"Kalau komisi fatwa mengatakan 'berdasarkan penampakan dua derajat besok puasa, maka saya ikut itu, tapi kalau Muhammadiyah ngundang saya untuk khutbah saya tidak mau ikut, karena kalau saya ikut juga saya bisa khutbah dua kali. Ikuti salah satu, jangan ikut dua-duanya." tutup UAS. [Democrazy/SuaraNasional]

Penulis blog