HOT NEWS TRENDING

Tere Liye: Proyek Kereta Cepat, China Menang Banyak, Kita Nyicil Bunganya Saja Rp 2 Triliun Per Tahun!

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
TRENDING
Tere Liye: Proyek Kereta Cepat, China Menang Banyak, Kita Nyicil Bunganya Saja Rp 2 Triliun Per Tahun!


UTANG


Jepang telah melakukan kajian, habis duit 3,5 juta dollar. 2014 mereka memberikan proposal 6,2 milyar dollar, utang 75%, 40 tahun, bunga 0,1%.


2015, China mendadak menyalip dong. Ngasih proposal 5 milyar, dikasih utang 75%, 50 tahun, bunga 2%. Transfer teknologi, dll, dsbgnya.


Pilih mana Jepang atau China?


Pemerintah memutuskan ambil China.


5-6 tahun kemudian apa yang terjadi? Biaya pembangunan bengkak blas, menjadi 7 milyar dollar lebih. Proses pembangunan mundur berkali2. Dan kereta tidak sampai kota Bandung. Hanya melipir di bawahnya.


Saya sih sudah sejak lama tahu, bunga 2% itu 'tipu-tipu'. Karena kesepakatannya, 2% jika utangnya dgn USD, 3,5% jika Yuan. Dan China tidak bego, yes! Mending gw kasih utang Yuan saja. 


Dus, bunganya 3,5%. Pemerintah +62 nego dong, dikasih 3,4%. Mana mau China nurunin bunga jadi 2% apalagi 0,1%. Ngimpi.


Bayangkan, nyicil utang dgn bunya 3,4% versus 0,1%.


Dengan utang 60 trilyun lebih, bunga 3,4%, maka proyek kereta cepat harus bayar bunga berapa per tahun? Yes! 2 trilyun. Itu baru bunganya doang. Berapa cicilan pokoknya?


Proyek kereta cepat adalah contoh betapa hancur leburnya analisis proyek. Pokoknya harus jadi! Pokoknya harus punya! Maksa banget. Lupakan angka2, perhitungan.


2024 kereta ini mungkin akhirnya beroperasi. Pertanyaannya, akan berapa penumpangnya? Untuk nutup bunga saja, dengan tiket Rp 250.000, butuh 8 juta penumpang per tahun. Alias 21.000 penumpang per hari. Siapa yg mau naik kereta cepat ke Bandung, turun di Padalarang atau Tegalluar? Dan berangkat dari Halim Jakarta? Yes! Kamu-kamu yg heroik sekali membela proyek ini, pastikan kamu ikut naik.


Baiklah. Teruskan proyek ini. Jangan ragu-ragu. Karena buat apa pusing? Jika proyek ini gagal total, cicilan 2-3 trilyun wajib dilunasi, yg nalangin nanti rakyat juga.


Proyek ini B2B? Swasta? Tidak akan pakai APBN?


Ini juga salah-satu kebohongan massif proyek ini.


Pada akhirnya China yg tertawa lebar. Dia sudah menang banyak dari keuntungan konstruksi, material, tenaga kerja, juga besok2 dari bunga, dll. Mau berapapun penumpang kereta ini, mereka sudah untung duluan.


(By Tere Liye)


Jebakan Maut Cina di Kereta Cepat



LENGKAP sudah kesulitan yang akan kita hadapi akibat proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Sudahlah terbebani biaya tinggi, kita bakal menanggung utang besar. Belum lagi beroperasi, kereta yang digadang-gadang bisa melaju dari Jakarta ke Bandung hanya dalam waktu 15 menit ini menimbulkan banyak soal yang tak terpecahkan sepenuhnya.


Pemerintah Indonesia kini tengah melobi Cina agar mau mengurangi bunga pinjaman untuk menutup biaya proyek yang membengkak (cost overrun). Setelah menyepakati cost overrun US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 17,8 triliun, China Development Bank (CDB) selaku pemberi pinjaman memungut suku bunga 3,4-4 persen. Sejumlah menteri Indonesia merayu CDB agar menekannya hingga 2 persen—tawaran yang agak mustahil.


Tak cuma menarik suku bunga tinggi, CDB juga kembali ke permintaan awal, yakni menuntut penjaminan utang oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan syarat-syarat itu, pemerintah Indonesia berhadapan dengan risiko besar karena pendapatan dari kereta cepat Jakarta-Bandung masih tanda tanya.


Sebelum ada kelebihan biaya proyek saja, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang menjadi pengembang dan operator kereta cepat harus menanggung utang US$ 4,5 miliar atau setara dengan Rp 67,1 triliun. Utang ini merupakan konsekuensi kesepakatan Indonesia dengan Cina ihwal proporsi pembiayaan proyek, yang 75 persennya dipenuhi lewat utang. 


Setelah biaya proyek bertambah, KCIC menanggung utang Rp 81,2 triliun, lebih dari separuhnya ditanggung konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pemilik 60 persen saham KCIC. 


Tingginya utang proyek kereta cepat itu tak lepas dari buruknya perencanaan. Konstruksi yang meleset, tambahan ongkos akibat pandemi Covid-19, hingga beban bunga akibat proyek molor. 


KCIC hanya mengandalkan pendapatan dari penjualan tiket untuk menutup biaya operasi sekaligus membayar utang besar tersebut. Ujung-ujungnya, pemerintah mesti keluar duit lantaran KCIC merupakan anak usaha empat perusahaan pelat merah, yang hidup-matinya bergantung pada suntikan anggaran negara.


Segala kerepotan ini tak perlu terjadi jika pemerintah sejak awal sadar bahwa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tak layak dikerjakan. Ambisi Presiden Joko Widodo menyajikan moda angkutan canggih membawa kita pada jebakan utang yang mengerikan. Membatalkan proyek ini pun bukan pilihan gampang karena biaya dan utang yang sudah cair tetap harus dibayar. 


Apa yang diperingatkan banyak pihak sebelum pemerintah menerima usul Cina membangun kereta cepat kini menjadi kenyataan. Referensinya banyak. Sebelum proyek ini dimulai, banyak negara berkembang terjebak utang Cina karena mengerjakan proyek-proyek ambisius dengan skema pembiayaan seperti kereta cepat Jakarta-Bandung.


Seperti Indonesia, para pemimpin negara itu tergiur oleh proyek raksasa dengan iming-iming bantuan pendanaan. Tapi, alih-alih bantuan murni, Cina memberlakukan skema kredit dengan bunga komersial yang jauh lebih tinggi dibanding tawaran pinjaman negara lain. Ujung-ujungnya, negara-negara itu mengalami gagal bayar dan proyeknya diambil alih pemerintah Cina.


Sri Lanka, Uganda, Maladewa, Kenya, dan terakhir Pakistan. Pakistan terjebak utang karena membuat proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) senilai US$ 27,3 miliar. Ada 26 proyek Cina di Pakistan yang dipatok dengan bunga tinggi. Bunga proyek PLTA itu 5,1 persen; jauh lebih tinggi dibanding proyek serupa di negara lain yang bunganya hanya 4,2 persen.


Apakah Indonesia akan menjadi korban keenam skema “bantuan” proyek Cina? Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung belum selesai dan tak jelas kapan mulai beroperasi. Sementara yang sudah pasti adalah kita harus membayar tumpukan utang-utangnya.


(Sumber: Editorial Koran Tempo, 12/4/2023)

Penulis blog