Perang Jokowi VS Megawati
Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Di Dunia ini segalanya akan berakhir, sekalipun akan menyisakan kekacauan yang tidak tuntas, merusak reputasi dan akan membekas dalam kehidupannya baik atau buruk.
Pertarungan Jokowi dan Megawati adalah nyata lepas dari idealisme kebaikan untuk bangsa dan negara atau semata pertarungan ambisi dan nafsu politik rendahan dan akan membuahkan bekas cetak biru sejarah yang buruk dan hina.
Rakyat sudah paham strategi mereka menghindari segala konflik langsung hanya keterlibatannya sama sama tidak akan menemukan jalan keluarnya, berahir menemukan jalan buntu.
Semua akan kelelahan dan hanya berhadapan dengan musuh pahit yang mereka ciptakan dan akan mengacaukan mereka sendiri.
Seseorang ketika merasa menang dalam perkara kecil, tetapi maju terus, akan mengundang kemalangan bagi dirinya sendiri ditangan para dewa atau manusia, sebab mereka menyimpang dari alam (I Ching).
Solitudinem facium pacem appellant (mereka menciptakan kehancuran dan menyebutnya perdamaian).. Hebatnya mereka merasa sedang menciptakan dirinya sebagai pahlawan bangsa. Tidak lebih hanya akan menjadi sampah kebajikan.
Perang yang mereka lakukan bukan dalam skala militer dan kekerasan , tetapi mendefinisikan diri dalam kebijakan dan diplomasi. Bukan dalam pertumbuhan darah tetapi dalam percakapan kebijakan yang saling menyerang dan melumpuhkan.
Posisi Jokowi sebagai _"King Maker"_ setelah selama ini unggul di atas angin sedang berbalik arah dibawah tekanan Megawati. Geng Jokowi semisal LBP otomatis kena getahnya. Mereka sedang menggeliat untuk melakukan perlawanan balik.
Sayang seribu sayang, pertarungan mereka tetap dalam bayang bayang kekuatan kekuatan maha besar pemilik modal ekonomi dan politik para bandar, bandit Taipan Oligarki yang menjadi tuan tuan mereka.
Jokowi selama ini melangkah terlalu jauh dan fulgar sebagai presiden terlibat langsung dalam penentuan Capres dan Cawapres pada Pilpres 2024. Sama buruknya belum apa apa sudah jatuh.
Banyak peringatan diabaikan untuk sementara bersifat netral atau berdiplomasi yang seimbang sebagai negawaran.
Resonansinya justru menunjukkan sebagai seorang yang menyerang terlalu tinggi dan nafsu _"over confidence nya"_ liar dan tidak kontrol diri.
Padahal seandainya ia berhenti dan mengambil posisi bertahan kemungkinan ia masih mempunyai kesempatan sukses, minimal masih ada pada posisi keseimbangan. Tidak berantakan seperti terlihat saat ini.
Keduanya terkesan tidak memiliki pandangan ke masa depan sekalipun akan dibungkus dengan berbusa busa apologi untuk kebaikan masa depan , sesungguhnya kedua terbaca tidak memiliki pandangan masa depan yang dijiwai sebagai tokoh negarawan.
Hanya ambisi politik untuk bisa bertahan hidup sebelum semua hancur dalam gelap catatan hitam sejarah hanya sebagai tokoh hedonis dan pemenuhan syahwat hidup kekinian ( enjoy live ) kering kerontang dari visi penyelamatan untuk negara yang sedang berada ditepi jurang kehancurannya.
Kompas hidupnya hanya menang atau kalah, sukses atau gagal, sungguh berbahaya, pikiran berhenti bukan memandang masa depan nasib negara ini.
Kekalahan dan kemenangan hanya bersifat sementara . Bagaikan cawan anggur yang akan kering dan berakhir.
Keseluruhan hidupnya bisa akan menjadi sia sia, ketika pergi dari alam ini semua akan acuh, diam membisu bahkan bisa menyisakan caci maki tanpa lantunan doa untuk keselamatan dialan baka
Mereka mengganggap hidup serba mudah tanpa nilai, justru disanalah letak bahayanya. Kalau tidak berjaga jaga diam diam kejahatan akan meloloskan diri, dan ketika kejahatan telah lepas, kemalangan baru akan berkembang dari sisa sisa benihnya, sebab kejahatan tidak mudah mati.
"Heboh soal keputusan PDIP tentang capres baru baru ini, tiba tiba heboh seperti berita penting turun dari langit. Semua hanya sampah negara kalau tidak ada lambar kebersihan dan kesucian hati selaras dengan suara suara rakyat yang ingin keluar dari kesedihan, penderitaan dan kesulitan hidupnya dan suara rakyat yang menginginkan kebaikan kehidupan masa depan anak cucunya di masa depan"
Mereka lupa kuasa dan perbaikan negara saat ini bukan pada tingkah polah Presiden dan para Ketum partai atau elit partai. Semua akan berahir ditangan tangan rakyat Bangsa Indonesia.
Jakowi dan Megawati harus menyadari demi ahir kehidupannya bahwa mengakhiri apapun dengan buruk tidaklah ada nilainya dan saat tidak akan ada pembalikan atas perbuatannya kecuali harus pasrah dihadapan Allah SWT. [*]