HEALTH HOT NEWS TRENDING

Pengobatan Ida Dayak Bisa Bikin Pasiennya Cacat Seumur Hidup, Kok Bisa? Ini Kata Dokter Ortopedi

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
HEALTH
HOT NEWS
TRENDING
Pengobatan Ida Dayak Bisa Bikin Pasiennya Cacat Seumur Hidup, Kok Bisa? Ini Kata Dokter Ortopedi


DEMOCRAZY.ID - Belakangan ini publik dihebohkan dengan sosok Ida Dayak. Dimana Ida Dayak diyakini bisa menyembuhkan berbagai keluhan sakit menahun dan lumpuh.


Diketahui, pengobatan Ida Dayak itu mulai dari patah tulang, keseleo, saraf kejepit, hingga penyakit berat lainnya seperti stroke.


Fenomena itu sontak membuat ribuan masyarakat berbondong-bondong mencari dan menemui wanita yang santer dengan pakaian Dayak tersebut.


Dengan harapan, bahwa sakit yang dideritanya itu bisa pulih kembali lewat ritual penyembuhan yang Ida Dayak lakukan.


Diketahui dalam praktiknya, Ida kerap mengoleskan minyak merah ke tubuh pasien yang hendak disembuhkan, sembari mengurut atau meluruskan bagian tubuh yang patah ke posisi semula.


Selain itu, tak jarang ia juga menari dan melantunkan senandung serta doa sepanjang menyembuhkan pasien.


Lantas apakah pengobatan alternatif seperti itu aman dilakukan untuk tubuh manusia?


Mengapa banyak orang lebih menggandrungi pengobatan alternatif daripada medis?


Dokter Andi Nusawarta, MKes, SpOT selaku ahli bedah tulang dan sendi sekaligus konsultan cedera olahraga Sport Centre di RS EMC sentul dan RS Pondok Indah Bintaro Jaya, menjawabnya.


Menurut Dokter Andi, trah pengobatan alternatif sudah ada sejak zaman dahulu.


Animo masyarakat yang besar kala melihat efek instan nan ajaib dari penanganan non medis sudah menjadi hal lumrah.


Pasalnya, kata Andi, ia memandang hal tersebut sebagai sebuah kebudayaan yang tak bisa lepas dari Indonesia.


Padahal dalam beberapa kasus, mengikuti pengobatan alternatif baik yang viral ataupun tidak, justru menimbulkan efek yang mengkhawatirkan.


"Itu kebudayaan kita mungkin, kan masyarakat itu masih percaya banget yang begitu-begituan. Kalau buat saya sih beberapa kali dapat (pasien) ke rumah sakit, ke tempat saya, itu beberapa yang dari pengobatan tradisional justru saya prihatin karena hasilnya tidak sesuai," ujar Andi saat dihubungi, Rabu (5/4/2023).


"Ada yang cacat, tidak tertangani dengan baik. Nah itu ada beberapa kasus kami dapatkan di rumah sakit dan di tempat praktik," imbuh dia.


Menurutnya, pengobatan terhadap pasien dengan keluhan tulang atau keluhan lainnya, haruslah dilengkapi dengan rekam klinis terlebih dahulu untuk melihat apakah ada kelainan atau tidak.


"Contoh patah tulang umpamanya, deformitas (perubahan bentuk tulang). Nah setelah ada bukti itu, kami lakukan penanganan."


"Daripada penanganan itu, kami lakukan pemeriksaan lagi sebagai bukti klinis bahwa sudah tertangani dengan baik. Jadi selalu ada bukti medis kalau kami di medis," jelas Andi.


Andi mengatakan, itulah yang kemudian menjadi hal yang membedakan antara pengobatan tradisional dan medis.


Namun fakta di lapangan, kata Andi, orang cenderung mengikuti alur viralnya sesuatu hanya dari melihat video.


Mereka bisa mudah percaya tanpa pernah melihat bukti klinisnya terlebih dahulu.


Sehingga menurutnya, bukan tidak mungkin ada efek panjang setelahnya. Seperti misalnya, kerusakan sendi atau cacat seumur hidup.


"Tulang itu kan kalau tidak ditangani dengan baik, itu akan cacat. Karena tulang itu berusaha menyembuhkan sendiri," kata Andi.


"Jadi umpamanya, anggaplah patah tulang itu kami obati dengan baik. Nanti kalau tidak diobati, dia berusaha untuk tumbuh dan menyembuhkan sendiri. Jadi hasil sembuhnya itu sesuai dengan patahannya itu," imbuhnya.


Secara terang-terangan, Dokter Andi mengatakan bahwa ia pernah menangani satu pasien patah tulang yang memutuskan pergi ke medis, setelah sebelumnya melakukan pengobatan tradisional.


Namun nahas, pasien tersebut sudah tak bisa lagi disembuhkan dan dinyatakan cacat seumur hidup.


"Nah ini baru aja pasien datang. Dia tidak bisa ditekuk lututnya karena kecelakaan. Dia bawa ke alternatif, berharap bisa sembuh dari situ," jelas Andi.


"Setelah sekian lama dia enggak sembuh-sembuh, dia datang ke saya. Namun sudah tidak bisa diperbaiki lagi, karena kan tulangnya sudah menyatu. Seharusnya lutut yang bisa dibengkokkan, tidak bisa dibengkokkan. Jadi lurus terus," lanjutnya.


Dokter Andi menjelaskan hal tersebut terjadi lantaran sendi-sendi pasien tersebut sudah rusak, sehingga tidak bisa dioperasi lagi. Tulangnya pun sudah menyatu dan lurus.


Padahal, kata dia, pasien tersebut masih bisa ditangani dengan tindakan sederhana apabila sejak awal langsung dibawa ke rumah sakit, tidak melalui pengobatan alternatif dahulu.


"Karena tulang itu umpamanya kalau mengalami sesuatu, dokter itu akan membantu posisikan seperti semula supaya bisa kembali normal," kata Andi.


"Kalau dia (tulang) tidak bisa diposisikan di tempatnya semula, dia akan seperti itu. Misalnya kalau di sendinya patah, dia di situ bisa jadi mengganjal dan ketika tumbuh, menyatu, dia akan menjadi satu itu. Jadi enggak bisa bengkok karena tulang yang patah itu sudah ada hambatan," imbuhnya.


Sementara itu, terkait kemampuan Ida Dayak yang mampu memulihkan sejumlah penyakit, terutama yang berkaitan dengan tulang, Dokter Andi tak mau berkomentar banyak.


Kendati demikian, ia berpesan agar masyarakat jangan termakan isu dan propaganda yang berunjung pada hal yang merugikan masyarakat.


Terlebih, kata Andi, pada isu-isu kesehatan yang tak dilengkapi uji klinisnya.


"Yang saya takutkan, karena itu (Ida Dayak) bukan hal baru, karena dulu juga sudah sering siapa-siapa, akhirnya berlalu dan yang jadi korbannya itu masyarakat," ujar Andi.


"Kalau saya tidak salah sih itu tidak lama setelah itu (viral), timbul masalah. Kami kan hidup di era teknologi modernisasi, jadi semua itu perlu bukti klinis," jelas dia.


Sebetulnya, Dokter Andi sudah tak aneh melihat fenomena orang yang lebih menyerbu pengobatan alternatif ketimbang medis. 


Namun, ia merasa miris dan khawatir jika dampaknya itu berefek panjang, terutama jika terjadi pada anak-anak.


"Perlunya kita sosialisasi ke masyarakat supaya bisa disaring betul informasi. Jangan mudah terpengaruh, terprovokasi," jelasnya. 


Menurut Andi, daripada masyarakat berdesakan mengantre untuk pengobatan alternatif yang belum ada bukti klinisnya, lebih baik memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis yang disediakan pemerintah lewat BPJS.


Sehingga, lanjut dia, tidak perlu takut akan memakan banyak uang. Pasalnya, masyarakat hanya perlu mengikuti prosedur yang berlaku sampai mendapatkan penanganan yang semestinya. 


"Pelan-pelan kami perbaiki, kami tingkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Bagaimana mensosialisasikan tentang kesehatan, pentingnya asuransi karena pemerintah sudah memberikan BPJS," jelas Andi.


"Apa yang sulit? semua sudah difasilitasi, tinggal ikuti prosedurnya. Saya juga kaget kenapa ya ada yang begitu-begituan? Itu berbondong-bondong sampai bikin macet, bikin antre. Saya rasa lebih gampang ke rumah sakit, daripada ke tempat begituan," tandasnya. [Democrazy/Tribun]

Penulis blog