DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berusaha menggagalkan Anies Baswedan menjadi calon presiden (capres) 2024.
“Jokowi ‘dengan segala cara’ berusaha menggagalkan rencana Anies untuk maju sebagai calon presiden 2024,” kata pengamat sosial dan politik Nuim Hidayat kepada redaksi Suaranasional, Rabu (12/4/2023).
Upaya menggagalkan Anies menjadi capres 2024, kata Nuim dimulai dari Jokowi ‘mengutus Luhut untuk melobi Surya Paloh’, melobi Paloh di istana, mencalonkan Prabowo dan Ganjar sebagai pesaing Anies, hingga membentuk koalisi besar untuk mengalahkan Anies di pemilu 2024.
“Manuver Firli Bahuri di KPK untuk memperkarakan Anies dalam kasus formula E, ada yang menyatakan sepengetahuan Jokowi,” jelasnya.
Kata Nuim, koalisi besar ini memang kemauan Jokowi. Sebagai presiden, Jokowi bisa ‘memaksa’ Airlangga Hartarto, Prabowo, dan Zulkifli bersatu untuk membentuk koalisi.
Begitu juga dengan PKB dan PPP yang kader-kadernya diangkat Jokowi jadi pembantunya.
“Koalisi besar ini tentu saja masih centang perenang. Masih belum jelas siapa capresnya, Prabowo atau Ganjar. Juga siapa wapresnya, Muhaimin atau Airlangga,” jelasnya.
Tentu PDIP juga ngiler terhadap koalisi besar itu. Tapi keinginan Megawati memberi garis merah bahwa capresnya harus dari PDIP nampaknya membuat koalisi besar itu ‘kurang cocok’ dengan PDIP.
Dari capres yang ada, baru Anies yang jelas mendapat dukungan lebih dari 20 persen (presidential threshold).
Karena itu Anies leluasa sosialisasi atau ‘kampanye’ ke daerah-daerah di seluruh tanah air.
Sosialisasi terakhir Anies ke kantong-kantong NU di Jawa Timur, membuat Jokowi cs makin ketar ketir.
Buruknya politik, kadang ‘cara-cara melanggar hukum’ digunakan untuk menjerat lawan politiknya.
Seperti usaha KPK yang terus menerus berusaha untuk menjerat Anies dalam kasus Formula E.
Dicopotnya Brigjen Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK karena tidak mau mengusut kasus Formula E, menunjukkan hal ini.
“Mengalahkan Anies 2024 memang tidak mudah. Di setiap daerah yang dikunjunginya, ribuan massa mengelu-elukan Anies. Rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, memang merasakan kesumpekan di bawah pemerintah Jokowi. Kebijakan radikalisme, membanjirnya tenaga kerja China, penangkapan dai-dai yang tidak terlibat terorisme adalah diantara kebijakan Jokowi yang tidak menguntungkan umat Islam,” tegasnya.
Anies adalah antitesa Jokowi. Ia tidak akan meneruskan kebijakan Jokowi yang merugikan rakyat Indonesia, khususnya umat Islam.
Makanya jangan heran humas-humas Jokowi saat ini menghembuskan isu bahwa Anies adalah agen Amerika di Indonesia.
Mereka menyatakan bahwa Anies adalah seperti SBY, anak emas Amerika.
Terhadap tuduhan ini, sebagaimana tuduhan-tuduhan lainnya, Anies sampai saat ini tidak menjawab. Dan memang tidak perlu dijawab.
Dalam politik Indonesia saat ini, memang lebih baik pro Amerika daripada pro China. Masyarakat Amerika dan demokrasinya, mirip dengan demokrasi di Indonesia.
Perbedaannya Amerika demokrasinya liberal, Indonesia demokrasinya berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Indonesia adalah negara yang demokratis, bukan otoriter dan satu partai yang diperbolehkan, sebagaimana China.
“Di samping itu, kebijakan mengundang investor dari dari Amerika (Timteng, Jepang dan Eropa), lebih menguntungkan daripada China,” pungkas Nuim. [Democrazy/SuaraNasional]