PAPUA KEMBALI MEMBARA
Konflik antara TNI-Polri dan kelompok separatis di Papua makin meningkat. Satu prajurit TNI gugur dalam bentrok di Distrik Mugi-Mam, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, pada Sabtu, 15 April 2023. Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, mengatakan prajurit yang gugur itu adalah Prajurit Satu Miftahul Arifin, anggota Satuan Tugas Batalion Infanteri 321/Galuh Taruna.
Julius mengatakan tim Satgas saat itu tengah bergerak mendekati tempat penyanderaan pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru, Philip Mark Merthens. Tiba-tiba muncul serangan dari kelompok bersenjata. Anggota tim Satgas berusaha berlindung. Namun Pratu Miftahul tertembak dan masuk ke jurang sedalam 15 meter. Ketika anggota tim berupaya membantu Pratu Miftahul, terjadi lagi serangan susulan.
Menurut Julius, perkembangan situasi terbaru belum bisa disampaikan karena TNI masih menunggu laporan dari tim di lapangan. "Kami kesulitan menghubungi (tim di lapangan) karena kondisi cuaca yang tidak menentu," kata dia.
Insiden ini menjadi catatan dan akan dievaluasi oleh Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Panglima TNI telah menginstruksikan para prajurit di lapangan agar tidak ragu-ragu mengambil tindakan. “Tindakan yang dilakukan jelas, operasi militer yang sifatnya mengedepankan sifat humanis,” kata Julius. “Lebih tepatnya smart operation atau sedini mungkin mengurangi jatuhnya korban.”
Penculikan terhadap Philip terjadi pada 7 Februari 2023, sesaat setelah ia mendaratkan pesawat di Lapangan Terbang Paro, Nduga, Papua Pegunungan. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menyatakan mereka sebagai pelaku penculikan. Kelompok yang dipimpin Egianus Kogoya itu menyandera Philip dan menuntut pengakuan atas kemerdekaan Papua.
Untuk insiden di Distrik Mugi-Mam, Sabtu lalu, juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, membenarkan bahwa serangan terhadap tim Satgas TNI itu dilakukan oleh pasukannya. Ia mengklaim ada sembilan anggota TNI yang tewas dalam serangan tersebut. “Ada sembilan pucuk senjata yang kami peroleh, artinya ada sembilan orang yang dibunuh TPNPB-OPM,” kata Sebby lewat keterangan tertulis. “Perang masih berlangsung. Kami akan terus memulai perang.”
Klaim Sebby itu dibantah oleh Laksamana Muda Julius. Dia mengimbau publik agar tidak tercemar oleh informasi sesat yang tak jelas pertanggungjawabannya. “Saya menyarankan agar awak media merujuk pada informasi yang disampaikan Mabes TNI,” katanya.
Sebelumnya, Panglima Tertinggi TPNPB-OPM, Damianus Magai Yogi, menyatakan bakal melancarkan teror di Bumi Cenderawasih demi kemerdekaan Papua Barat. Penculikan dan penyanderaan pilot Susi Air itu menjadi salah satu bagian dari aksi yang mereka rencanakan.
TEMPO mencatat, sepanjang 2023, intensitas teror yang dilancarkan TPNPB-OPM memang meningkat.
Pada awal Januari lalu, misalnya, satu polisi tewas ditembak anggota TPNPB-OPM di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Beberapa hari berikutnya, TPNPB-OPM dilaporkan menyerang anggota TNI-Polri dan warga sipil di Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Jayapura.
Serangkaian teror tersebut belanjut hingga pekan kedua Januari, ketika TPNPB-OPM menembaki pos TNI di Distrik Yahukimo, Jayapura, dan Pegunungan Bintang. Mereka juga membakar sejumlah menara telekomunikasi dan gedung sekolah di wilayah tersebut. Konflik makin memuncak setelah Panglima Komando Daerah Pertahanan III Ndugama-Derakma, Egianus Kogoya, menculik dan menyandera pilot Susi Air, Philip.
Sebby Sambom mengatakan pasukannya akan terus menyandera Philip hingga Papua mendapatkan kemerdekaan. TPNPB-OPM juga tidak akan berhenti melancarkan teror apabila Indonesia berkeras melanjutkan operasi penyelamatan terhadap Philip secara militer. “Kami tegaskan, Presiden Indonesia tidak bisa alergi untuk duduk di meja perundingan dengan kami,” kata Sebby.
Kepala Penerangan Daerah Militer XVII Cenderawasih, Kolonel Herman Taryaman, mengatakan serangkaian teror yang dilancarkan TPNPB-OPM hanya untuk memperkeruh situasi di Papua. “Seolah-olah ingin membuat Papua itu mencekam, timbul keresahan,” katanya. “Karena itulah tujuan mereka sebagai teroris."
Herman menegaskan, dalam operasi penyelamatan pilot Susi Air, TNI tidak pernah menggelar operasi militer. Tim yang diturunkan selalu mengedepankan smart approach. “Kami melakukan negosiasi dan penegakan hukum,” katanya. “Jadi, dalam pelaksanaan tugas ini, tidak ada operasi militer.”
Strategi Baru TNI-Polri
Laksamada Muda Julius menegaskan, operasi yang dijalankan untuk melacak keberadaan Philip menggunakan pendekatan humanis. “Kami pastikan tidak ada personel yang melakukan tindakan di luar hukum terhadap penduduk,” ujarnya. “Operasi dilakukan untuk mencari informasi jumlah dan jalur logistik kelompok separatis teroris.”
Meski mengalami pelbagai kesulitan untuk melacak keberadaan Philip, kata Julius, TNI-Polri tidak akan mundur. Bahkan TNI-Polri telah menyiapkan strategi operasi baru untuk membawa pulang Philip dari tangan kelompok Egianus Kogoya.
Untuk strategi operasi baru itu, Julius tidak bersedia memberi penjelasan. “Itu rahasia, kami tidak bisa sampaikan,” katanya. “Operasi tetap dijalankan. Dalam waktu dekat, Panglima TNI akan melakukan evaluasi mendalam berkaitan dengan peristiwa ini.”
Peneliti dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Rozy Brilian, mengatakan bahwa eskalasi konflik di Papua sudah terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama. Konflik ini merupakan cerminan ketidakpuasan rakyat Papua terhadap pemerintahan Indonesia.
Sebab, mereka merasa sering diperlakukan secara tidak adil. Misalnya, kejahatan pelanggaran hak asasi manusia yang berkali-kali terjadi di Papua tak pernah dituntaskan secara serius. “Tragedi Wasior, Wamena, atau Paniai, itu pelakunya bebas,” kata Rozy. “Masalah keadilan ini berimplikasi pada kemarahan. Ini yang memperparah situasi.”
Ketidakseriusan negara dalam menyelesaikan konflik, kata dia, juga menjadi salah satu faktor yang melanggengkan akar kekerasan di Papua. Upaya untuk menyelesaikan persoalan melalui dialog tak pernah dijalankan sungguh-sungguh. “Kita lihat pendekatannya hard approved, pendekatan keamanan, penerjunan aparat, operasi yang dilakukan. Itu yang akhirnya mendapatkan respons reaktif,” ujarnya.
(Sumber: Koran Tempo, 17/4/2023)