DEMOCRAZY.ID - Partai-partai politik pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo terus menjajaki terbentuknya koalisi besar yang akan meleburkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Senin (10/4/2023) kemarin, penjajakan untuk membentuk koalisi besar dilakukan dengan adanya pertemuan antara Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo di kantor DPP Golkar, Jakarta.
"Kami bertukar pikiran mengenai rencana ke depan dari koalisi yang ada, baik itu di koalisi besar maupun dari koalisi KIB (Koalisi Indonesia Bersatu)," kata Airlangga dalam jumpa pers seusai pertemuan.
Airlangga menuturkan, koalisi besar yang terdiri banyak partai politik diperlukan karena Indonesia adalah negara yang besar.
Apalagi, menurut dia, Indonesia juga menghadapi banyak tantangan ke depan setelah melalui pandemi Covid-19 sehingga membutuhkan stabilitas politik yang dapat dicapai jika para ketua umum partai politik berkomunikasi dengan baik dan lancar.
"Koalisi besar itu sangat diperlukan agar kita bisa menerobos tantangan-tantangan yang ada, yaitu ketidakpastian, baik itu di global maupun terkait dengan cuaca dan terkait dengan apa yang Indonesia harus lakukan dengan situasi penuh ketidakpastian," kata Airlangga.
Senada, Hary Tanoe juga mendukung wacana pembentukan koalisi besar untuk memastikan keberlanjutan program-program yang sudah dijalankan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Yang tadi beliau sampaikan koalisi besar, yang tentunya sangat penting dalam menjaga kontinuitas NKRI, khususnya program-program yang telah dibangun oleh presiden kita Bapak Jokowi," kata Hary Tanoe.
Airlangga dan Hary Tanoe pun sama-sama memastikan bahwa komunikasi antara kedua partai maupun dengan partai politik lainnya akan terus dilakukan demi mewujudkan dibentuknya Koalisi Besar.
Di tempat terpisah, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara.
Muhaimin merupakan ketua umum partai keempat yang menyambangi Prabowo sepekan terakhir setelah sebelumnya ada Hary Tanoe, Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional yang bertamu ke Kertanegara.
Prabowo menyebutkan, pertemuannya dengan Muhaimin hanyalah pertemuan berkala dari kedua partai politik yang sudah membentuk KKIR itu.
Akan tetapi, Muhaimin menyampaikan bahwa partainya mendukung wacana membentuk koalisi besar yang terus bergulir.
"Semua, tambah pasukan, tambah kekuatan lebih baik," ujar Cak Imin.
Buka Pintu bagi PDI-P
Partai-partai yang menggagas koalisi besar juga membuka pintu bagi PDI Perjuangan untuk bergabung ke koalisi tersebut.
Untuk diketahui, ada lima partai yang diwacanakan menjadi bagian dari koalisi besar, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, PAN, dan PPP.
Lima partai pendukung pemerintah itulah yang hadir dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di kantor DPP PAN, dua pekan lalu, PDI-P dan Nasdem absen dalam pertemuan tersebut.
Partai Nasdem yang menjadi bagian koalisi pendukung Jokowi diketahui telah 'menyeberang' dengan membentuk Koalisi Perubahan untuk Perbaikan bersama Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera yang mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden.
Sementara itu, PDI-P memang belum memiliki koalisi, meskipun partai itu punya cukup suara untuk mencalonkan presiden tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Akan tetapi, bukan tidak mungkin PDI-P masuk ke dalam koalisi besar yang akan menegaskan bahwa koalisi tersebut merupakan lanjutan dari koalisi pendukung Jokowi.
"Ini koalisi terbuka, terbuka untuk siapa saja yang ingin memperkuat koalisi besar," kata Airlangga.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk F Paulus pun menyebutkan bahwa bisa saja lobi-lobi agar PDI-P bergabung ke koalisi besar sudah dilakukan di tingkat ketua umum.
Baca juga: Pengamat Anggap Koalisi Besar Dibentuk agar Pilpres 1 Putaran, PDI-P Berpeluang Jadi Kunci
Sementara itu, Prabowo mengungkapkan bahwa Ketua DPP PDI-P Puan Maharani telah mengajak Partai Gerindra untuk bertemu PDI-P.
"Beliau (Puan) mengatakan mungkin sebentar lagi kita akan diatur untuk komunikasi politik. Saya kira semua pihak terbuka untuk komunikasi politik," kata Prabowo.
Puan sendiri sudah pernah berbicara bahwa partainya setuju dengan wacana menggabungkan KIB dan KKIR menjadi sebuah koalisi besar.
Koalisi "All President's Men"
Sikap partai-partai pendukung Jokowi yang kini hendak membentuk koalisi besar agaknya tidak lepas dari peran Jokowi.
Jokowi pun menilai wacana meleburkan KIB dan KKIR adalah sebuah hal yang "cocok".
“Cocok. Saya hanya bilang cocok. Terserah kepada ketua-ketua partai atau gabungan ketua partai. Untuk kebaikan negara, untuk kebaikan bangsa untuk rakyat, hal yang berkaitan, bisa dimusyawarahkan itu akan lebih baik,” ujar Jokowi seusai bertemu dengan lima partai politik di kantor DPP PAN, dua pekan lalu.
Akan tetapi, Jokowi menegaskan bahwa dirinya tidak akan ikut campur terkait penggabungan koalisi.
“Yang berbicara itu ketua-ketua partai. Saya bagian mendengarkan saja,” kata Jokowi.
Analis politik dari Universitas Indonesia Aditya Perdana menilai, upaya pembantukan koalisi besar berangkat dari sejumlah pertimbangan praktis untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
"Dalam kacamata para elite, kebutuhan koalisi besar ingin dilakukan atas dasar pertimbangan, pertama, perlunya calon presiden dan wakil presiden yang dapat melanjutkan agenda pembangunan Pak Jokowi di periode berikutnya," kata Aditya, Minggu (9/4/2023).
Aditya juga melihat bahwa para elite politik ini butuh memenangi Pilpres 2024 melalui sosok-sosok yang punya elektabilitas moncer.
"Sehingga, ada peluang agar pelaksanaan pilpres hanya dilakukan satu ronde saja. Argumennya tentu terkait dengan efisiensi anggaran pemilu," ujar Aditya.
Sejauh ini, angin tampak bertiup ke arah Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan RI yang dikesankan diberi endorsement politik dari Jokowi, selain juga Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDI-P.
Dua sosok ini memang menjadi langganan tiga besar politikus dengan elektabilitas tertinggi selain mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang telah didukung Nasdem, PKS, dan Demokrat.
"Namun demikian, faktor capres dan cawapres dalam penentuan dan kepastian koalisi besar ini adalah penting," ujar Aditya.
"Tidak mudah mencocokkan figur capres dan cawapres dengan peluang keterpilihan yang baik berdasarkan hasil banyak survei yang ada," ia melanjutkan.
Soal sosok capres yang kemungkinan diusung koalisi besar ini--seandainya jadi terbentuk--menjadi tantangan tersendiri sebab ada kans PDI-P turut bergabung.
PDI-P dianggap memiliki nilai tawar yang paling kuat sebagai partai politik pemenang Pemilu 2019 dan bisa mengusung capres-cawapresnya sendiri.
"Ganjar untuk disandingkan dengan cawapres siapa pun yang populer, tentu punya peluang bagus karena elektabilitas Ganjar tinggi. Masalahnya di dalam PDI-P belum ada putusan dari kedua nama tersebut yang akan resmi dicalonkan," ucap Aditya. [Democrazy/kompas]