DEMOCRAZY.ID - Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua mengatakan Ketua KPK, Firli Bahuri harus dipecat dari pimpinan lembaga antirasuah untuk menyelamatkan negara ini dalam pemberantasan korupsi.
“Tidak ada pilihan lain, kalau kita mau menyelamatkan negara ini dalam suatu pemberantasan korupsi, minimal Firli harus dipecat dari pimpinan KPK,” tegas Abdullah Hehamahua dalam diskusi daring bertajuk Bersihkan KPK dari Kepentingan Politik, Turunkan Firli Bahuri Segera pada Kamis (13/4/2023).
Tak hanya itu, beber mantan penasihat KPK ini, Firli harus diproses secara pidana, apakah oleh Mabes Polri, Polda, atau KPK sendiri.
Menurut Abdullah Hehamahua, selama menjabat sebagai Ketua KPK banyak pelanggaran yang dilakukan Firli, baik kode etik maupun pidana.
Dia mencontohkan, kasus gratifikasi peminjaman helikopter oleh Ketua KPK, Firli Bahuri.
Hanya saja, beber dia, Firli hanya diberi sanksi etik oleh Dewas KPK.
Idealnya, kata Abdullah Hehamahua, kalau Dewas KPK serius bisa rekomendasi ke Bagian Penindakan KPK untuk memproses Firli.
“Karena helikopter itu adalah gratifikasi, diberikan oleh seseorang yaitu dalam Undang-undang No.31/1999 jo pasal 12 B itu adalah gratifikasi,” tegasnya.
Abdullah Hehamahua menambahkan, sepanjang hidupnya dan sejarah KPK, selain Firli, ia belum pernah melihat pimpinan KPK lainnya memasang baliho dirinya di mana-mana. Hal tersebut, kata dia, sudah melanggar kode etik.
Terakhir tentang bocornya informasi penyelidikan KPK di Kementerian ESDM.
Dia tidak sependapat dengan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, yang menyatakan soal kebocoran itu tidak ada pengaruhnya.
“Saya katakan itu fatal sekali pernyataan pimpinan KPK seperti itu. Karena salah satu kehebatan KPK itu adalah OTT,” jelasnya.
Menurutnya, kalau dokumen penyelidikan KPK bocor tentu akan berdampak.
“Kemudian ketika OTT ditemukan barang barang bukti dan Kalau misalnya surat penyelidikan diketahui oleh orang di ESDM, maka kemudian diberitahu ke pihak terkait untuk mengamankan dokumen. Itu pengaruhnya,” tegasnya. [Democrazy/HajiNews]