Beranda
AGAMA
GLOBAL
HOT NEWS
ISLAMI
POLITIK
TRENDING
Ini Alasan Yahudi Dilarang Ibadah di Komplek Al Aqsa, Simak!



DEMOCRAZY.ID - Masjid Al Aqsa dipercaya oleh umat Muslim seluruh dunia sebagai tempat tersuci ketiga, setelah kota Makkah dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah.


Kompleks Masjid Al Aqsa berada di kota tua Yerusalem, Israel. Siapa sangka, ini menjadi situs suci bagi tiga agama yaitu Islam, Kristen dan Yahudi.


Kota tua Yerusalem menjadi penting untuk umat Kristen, karena tedapat 'Church of the Sepulchre' yang dipercaya umat Kristen tempat dimana Yesus disalib dan dikuburkan. 


Lalu, bagi umat Yahudi, 'The Western Wall' atau dikenal dengan sebutan Dinding Ratapan menjadi tempat paling suci bagi umat Yahudi.


Bagi umat Islam situs suci itu disebut sebagai al-Haram al-Sharif (The Noble Sanctuary). Sementara orang Yahudi menyebutnya sebagai Har-ha-Bayit (Temple of Mount).


Kompleks Al Aqsa menjadi rumah bagi dua bangunan suci umat Islam yaitu Masjid Al Aqsa dan Dome of the Rock.


Bagi umat Islam situs suci itu disebut sebagai al-Haram al-Sharif (The Noble Sanctuary). Sementara orang Yahudi menyebutnya sebagai Har-ha-Bayit (Temple of Mount).


Kompleks Al Aqsa menjadi rumah bagi dua bangunan suci umat Islam yaitu Masjid Al Aqsa dan Dome of the Rock.


Di bawah aturan status quo, hanya umat Muslim yang diizinkan melakukan kegiatan keagamaan di Al Aqsa. 


Sementara orang Yahudi dan non-Muslim hanya diizinkan untuk berkunjung dan dilarang beribadah.


Mengapa orang Yahudi tidak diizinkan melakukan kegiatan keagamaan di dalam Al Aqsa?


Dilansir dari Middle East Eye, Sabtu (8/4/2023), selama berabad-abad pemerintah Israel melarang kegiatan keagamaan Yahudi di area Al Aqsa.


Orang Yahudi hanya bisa memanjatkan doa-doa dan kegiatan keagamaan di Tembok Barat atau yang lebih populer disebut Tembok Ratapan. Tempat suci bagi umat Yahudi ini terletak di bagian luar Temple of Mount.


Setidaknya ada dua alasan utama mengapa Yahudi tak bisa beribadah di Al Aqsa.


Pertama, pada tahun 1517, Kekaisaran Ottoman merebut Yerusalem dan menguasai kota itu selama 400 tahun, sebelum direbut Inggris dalam Perang Dunia I.


Berbagai upaya dilakukan Kekaisaran Ottoman untuk mencegah bentrokan di situs, baik itu antara Yahudi dan Muslim, juga berbagai kelompok Kristen yang mengklaim tempat-tempat suci di Yerusalem.


Akhirnya pada tahun 1757, Sultan Oman III mengeluarkan dekrit yang menetapkan apa yang kini dikenal sebagai Status Quo.


Status quo ini lah yang menegaskan bahwa non-Muslim hanya boleh berkunjung dan dilarang beribadah di Al Aqsa. 


Sementara hak bagi orang Yahudi adalah menggunakan Tembok Barat untuk berdoa.


Alasan kedua, adalah karena orang Yahudi dianggap 'tidak suci' untuk masuk ke area Al Aqsa.


Kepala Rabi Israel, yang diakui hukum sebagai otoritas rabi tertinggi Yudaisme, menyatakan bahwa Temple of Mount adalah tempat Maha Kudus atau tempat hadirat Tuhan turun. Sehingga menginjakkan kaki di situs suci itu sama saja melakukan penistaan.


Dekrit ini sudah dikeluarkan oleh Kepala Rabbi Yerusalem sejak tahun 1921.


Para rabi kepala mengikuti pandangan dari Maimonides bahwa Shechinah (kehadiran ilahi) masih ada di lokasi sisa Bait Allah.


Orang yang masuk ke area Temple Mount tanpa ritual penyucian, dapat dihukum dengan kareth (kematian karena ketetapan surgawi).


Meski pelarangan ibadah umat Yahudi didasarkan pada status quo dan kekhawatiran akan penodaan situs suci, namun beberapa waktu terakhir muncul berbagai upaya agar umat Yahudi bisa beribadah di Al Aqsa.


Banyak orang Yahudi religius melihat upaya penaklukan Temple Mount sebagai simbol besar, yaitu tanda akhir zaman seperti dinubuatkan dalam kitab suci.


Bagi beberapa kelompok agama Yahudi, desakan mereka bukan sekadar ingin beribadah di dalam Temple Mount. 


Namun ada keharusan untuk membangun kembali Kuil Ketiga di situs tersebut, sebagai tanda turunnya Mesias dan Hari Penghakiman. [Democrazy/cnbc]

Penulis blog