HOT NEWS POLITIK TRENDING

DPR Minta Thomas Djamaluddin Tak Ditugaskan Lagi Dalam Penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, Ini Sebabnya

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
POLITIK
TRENDING
DPR Minta Thomas Djamaluddin Tak Ditugaskan Lagi Dalam Penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, Ini Sebabnya


DEMOCRAZY.ID - Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa perdebatan soal penetapan 1 Syawal di Indonesia tidak hanya terjadi tahun ini. Sudah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. 


Menurutnya, salah seorang yang membuat perdebatan selalu panas dan keras adalah Thomas Djamaluddin.


“Thomas dikenal sangat keras membela metode rukyat dan mengecam metode hisab,” kata Saleh Daulay, Selasa (25/4).


Sebagai ilmuwan, lanjut mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini, Thomas sangat tidak bijak. 


Bahkan pada titik tertentu, dia menggiring pada perdebatan yang menjurus pada perpecahan. Di tingkat akar rumput, hal ini sangat mencemaskan dan mengkhawatirkan.


“Dalam konteks pernyataan AP Hasanuddin yang akan menghalalkan darah warga Muhammadiyah, Thomas juga terlibat. Bahkan dalam permohonan maafnya, AP Hasanuddin jelas menyatakan dia justru tersulut emosi karena perdebatan di kalangan netizen yang melibatkan Thomas. Dia membuat pernyataan tersebut sebagai bagian dari dukungannya pada Thomas,” urai Saleh.


Perlu ditegaskan bahwa BRIN adalah lembaga negara. Pembiayaannya adalah dari APBN yang bersumber dari dana masyarakat. 


Karena itu, seluruh program dan kegiatannya harus dipergunakan bagi kepentingan seluruh masyarakat. Tidak boleh dibeda-bedakan.


“Kalau ada oknum yang memakai BRIN untuk kepentingan sesaat kelompok tertentu, itu adalah kesalahan. Etika ASN sebagai pelayanan masyarakat dilanggar. Harus diluruskan,” tegas Saleh Daulay.


Dalam kaitan ini, Thomas Djamaluddin semestinya diberi sanksi. Paling tidak, dia jangan diberi tugas lagi dalam hal penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal. 


“Dipindah saja. Kan masih banyak orang lain yang bisa. Mungkin lebih hebat dari dia,” pintanya.


“Sebelum dia di situ, rasanya tidak ada perdebatan seperti ini. Kalaupun ada, tidak sampai saling menyalahkan dan mendiskreditkan,” tandasnya.


Sebut Muhammadiyah Tak Taat Pemerintah, Prof Thomas Djamaluddin Dikritik


Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Thomas Djamaluddin yang berkomentar di media sosial soal Muhammadiyah tidak taat pada pemerintah dalam hal penentuan Hari Raya Idul Fitri menuai kritik.


"Ya, sudah tidak taat keputusan pemeritah, eh, masih minta difasilitasi tempat sholat Id. Pemerintah pun memberikan fasilitas," tulis Thomas.


Salah satu kritikan datang dari Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi. Dia menyayangkan tindakan Thomas sebagai seorang ilmuwan yang bergelar profesor.


“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu," kata Imam Malik. Tp saya tidak lihat adab itu di sini. Kalau ditulis oleh seorang buzzer, saya paham. Tapi kalau ditulis oleh seorang profesor, ASN, dibayar dari pajak, termasuk pajak warga Muhammadiyah, rasanya offside," tulis Ismail Fahmi di akun Twitternya.



Kritikan lain disampaikan oleh Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, Arif Jamali Muis. 


Arif menilai pernyataan Thomas sangat provokatif dan bernada ketidaksukaan terhadap Muhammadiyah.


"Seorang ilmuwan yang bergelar jabatan akademik tertinggi profesor (Thomas Djamaluddin) dengan nada kebencian dan ketidaksukaan terhadap Muhammadiyah mengatakan Muhammadiyah organisasi yang tidak taat pemerintah," singgung Arif dalam keterangan tertulis, Minggu (24/4).


Oleh karena itu, dia meminta polisi untuk mengambil tindakan cepat dan antisipatif sesuai Undang-undang yang berlaku. 


Arif juga meminta agar umat Islam tak terpancing dengan komentar negatif keduanya.


Terkait kritikan ini, Thomas menjelaskan bahwa komentarnya itu untuk membalas akun Aflahal Muafadilah. 


Namun saat dikonfirmasi terkait apa cuaitan Aflahal, Thomas tak ingat karena cuitan Aflahal tersebut sudah dihapus.


"Saya kritik balik menanggapi Aflahal, saya hanya menanggapi, tapi saya lupa komentar Aflahal itu seperti apa. Saya cari-cari udah dihapus," kata Thomas, Senin (24/4).


Menurut Thomas, ada sejumlah hal yang dikritik olehnya. Pertama soal Muhammadiyah yang tidak taat pada keputusan pemerintah terkait penetapan Hari Raya Idul Fitri dan mengadakan salat Id sendiri.


Kedua soal pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, yang meminta negara hadir dan memberikan fasilitas atau difasilitasi.


"Di satu sisi tidak taat pada pemerintah, di satu sisi minta difasilitasi," ucap Thomas.


Dia juga menegaskan, bahwa komentarnya itu tidak ada hubungannya dengan komentar peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin. 


AP Hasanuddin berkomentar untuk membalas komentar dari Akun Ahmad Fauzan S, bukan pada komentar Thomas.


"Itu tidak ada kaitannya dengan komentar Andi ya. Komentar Andi kan menanggapi saling beragumentasi dengan Ahmad Fauzan. Saya tanya juga ke Andi seperti apa itu Ahmad Fauzan, dia juga lupa. Saya browsing-browsing lagi sudah tidak ada komentarnya," jelasnya.


Thomas menjelaskan bahwa komentarnya sah-sah saja sebagai sebuah pendapat. Bila ada pihak yang tidak setuju, hal tersebut tak masalah.


"Saya tidak merasa bersalah dengan pernyataan itu. Soal dikritik, itu sudah biasa," ucapnya.


Sebelumnya, selain komentar Thomas soal Muhammadiyah yang tidak taat, komentar peneliti BRIN lainnya AP Hasanuddin juga menuai kecaman. AP Hasanuddin menulis komentar akan membunuh warga Muhammadiyah.


"Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian," kata AP Hasanuddin.


Belakangan, AP Hasanuddin mengaku menyesal dan meminta maaf atas pernyataannya tersebut. Dia berjanji tidak akan mengulangi lagi.


BRIN selidiki


Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Senin (24/4) mengatakan BRIN mencermati perkembangan isu terkait diskusi maya di media sosial yang melibatkan penelitinya. Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyayangkan hal itu.


“Sangat disayangkan, perbedaan ini memicu isu yang kurang produktif dan disinyalir terkait dengan salah satu sivitas BRIN,” tutur Tri.


Ia menjelaskan, saat ini BRIN sedang melakukan pengecekan atas informasi dan status dari penulis komentar yang meresahkan masyarakat tersebut. 


Langkah konfirmasi dilakukan untuk memastikan apakah benar sivitas tersebut adalah ASN di BRIN atau bukan.


“Saat ini BRIN sedang melakukan pengecekan kebenaran atas informasi. Apabila penulis komentar tersebut dipastikan ASN BRIN, sesuai regulasi yang berlaku BRIN akan memproses melalui Majelis Etik ASN, dan setelahnya dapat dilanjutkan ke Majelis Hukuman Disiplin PNS sesuai PP 94/2021,” tegasnya.


Tri mengimbau publik tidak terpancing dengan isu yang beredar dan mengajak publik untuk merujuk pada sumber informasi yang terpercaya. [Democrazy/kumparan]

Penulis blog