DEMOCRAZY.ID - Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia terancam ludes gegara proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
China Development Bank (CDB) dikabarkan membebankan utang bunga proyek KCJB kepada negara Indonesia.
Seperti diketahui, dalam proyek KCJB ini China memberikan anggaran USD 5,5 miliar untuk biaya proyek.
Namun setiap tahunnya, Indonesia perlu membayar anggaran tersebut plus bunga 3,4 persen kepada CDB.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengabarkan, Indonesia sempat mendesak CDB agar memberi bunga 2 persen.
Polemik ini bisa dibilang jebakan batman. Awalnya Jepang sempat mengajukan diri untuk terlibat dalam proyek KCJB.
Hanya saja, biaya yang dibebankan Jepang dinilai mahal, USD 6,2 miliar.
Bahkan Jepang siap menanggung 75 persen biaya proyek dalam bentuk pinjaman.
Saat itu, tawaran Jepang terbilang realistis, memberikan pinjaman dengan tenor 40 tahun dengan suku bunga 0,1 persen setiap tahun.
Rupanya, pemerintah Indonesia 'tergocek' oleh China dengan anggaran yang sedikit lebih murah, namun suku bunga yang cukup mencekik.
Dilalah, CDB meminta 75 persen utang anggaran proyek KCJB dapat dibayar dari APBN. Tentu saja dengan bunga 3,4 persen.
Sementara 25 persen modal untuk pembangunan proyek KCJB berasal dari modal konsorsium Indonesia-China.
Total pinjaman Indonesia ke CDB sebesar Rp 8,3 triliun untuk dipakai untuk biaya tak terduga proyek KCJB.
Kendati begitu, Luhut menilai bahwa bunga 3,4 persen masih termasuk murah karena saat ini bunga pinjaman dunia mencapai 6 persen.
“Jika dengan bunga 3.4 persen masih, ‘we are doing ok walaupun nggak oke-oke amat," terang Luhut.
Negosiasi dengan China Terus Berlanjut
Luhut juga menyampaikan bahwa pihaknya masih akan melakukan negosiasi agar China mau memberikan bungga di angka 2 persen.
Terkait dengan jaminan APBN dalam pembayaran hutang kereta cepat Jakarta Bandung, Luhut menjelaskan hal tersebut akan sangat sulit dan akan memakan waktu yang panjang, sehingga akan meminta pembayaran hutang melalui PII.
Menurut Luhut permintaan dari China agar APBN menjamin pembayaran hutang tersbeut tak lepas dari maslah psikologi.
"Memang masih ada masalah psikologis, di mana mereka maunya dari APBN. Tapi kita jelaskan prosedurnya akan panjang dan menyerankan agar pembayaran melaui PII," ungkap Luhut.
Indonesia Jual BUMN
Hal ini mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak termasuk pengamat pemerintahan Rocky Gerung.
Menurut Rocky, proyek kereta cepat ini telah membuat Indonesia masuk jebakan hutang China.
Rocky menjelaskan jika China tidakhanya sekedar investor, namun juga berlaku sebagai tengkulak dan dept collector.
Selain itu menurut Rocky sebenarnya terlihat sebuah kecemasan yang disembunyikan oleh Luhut atas naiknya suku bungga hutang.
“Meskipun Luhut bilang kita masih biasa membayar, namun berapa BUMN lagi yang akan dijual untuk membayar itu semua, menjual BUMN sama saja menjual negara ini,” tegas Rocky.
Menurut Rocky, saat ini kita sudah sama-sama bisa melihat bagaimana China sudah menekan Indonesia dan kita tidak lagi berdiri dengan posisi yang setara.
Kabar ini telah beredar di publik dan terlihat bahwa China telah menekan Indonesia dan Indonesia gak mampu untuk negosiasi balik.
“Ini adalah poin utamanya, meskipun Luhut menyampaikan bahwa hal tersebut sekedar penundaan dan bukanlah kegagalan,” terang Rocky dalam akun youtube @RockyGerungOfficial.
Rocky menjelaskan bahwa dalam catatan internasional, pemerintah Indonesia sudah tidak mampu untuk duduk setara membahas dari awal perjanjian bisnis.
“Ini tidak sesederhana seperti yang diucapkan oleh Pak Luhut, kita udah kalah gampangnya begitu dan sebetulnya dipermalukan, di mana China akhirnya mendetek dengan syarat-syaratnya sendiri, padahal di dalam perjanjian selalu prinsipnya komitmen bersama,” papar Rocky. [Democrazy/DW]