DEMOCRAZY.ID - Media sosial dihebohkan dengan surat pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Surat itu berisi protes bahwa diduga pegawai pajak tersebut pernah mengadukan soal indikasi kerugian negara hingga triliunan rupiah namun tidak digubris.
Pegawai tersebut adalah Kepala Subbag Tata Usaha dan Rumah Tangga Kanwil DJP Sumatera Utara II Bursok Anthony Marton.
Bursok Anthony mengaku pernah menyampaikan laporan terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh sebuah perusahaan bodong kepada Direktorat Jendral Pajak (DJP) dan Kemenkeu.
Laporan dugaan pelanggaran perpajakan itu kata Bursok diadukannya pada 27 Mei 2021.
Nomor laporan berdasarkan keterangan Bursok Anthony Marlon adalah nomor Tiket TKT-21E711063 dan nomor register eml-2022-0020-9d33 dan eml-2022-0023-24a6.
Namun pengaduan yang disampaikannya tidak kunjung di usut. Ia menilai kondisi ini sangat berbeda jauh jika dibandingkan bagaimana Kemenkeu menyikapi kasus viral Rafael Alun Trisambodo. Ia tak terima aduannya tak ditindaklanjuti.
"Tidak ditindaklanjuti sama sekali. Bahkan ditutup oleh bu menteri dengan menyatakan bahwa pengaduan saya telah dilimpahkan ke OJK dengan surat yang saya duga bodong dikarenakan OJK sama sekali tidak pernah menerima surat resmi dimaksud dan bu menteri tidak dapat menunjukkan arsip surat diduga bodong tersebut kepada saya meskipun saya sudah memintanya melalui email sebanyak 3 kali," kata Bursok kepada detikcom, ditulis Kamis (2/3/2023).
Lebih lanjut, hingga saat ini dirinya berharap agar laporan yang diadukannya terkait kasus dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh sebuah perusahaan bodong segera dilakukan.
"Harapan saya sama seperti surat yang saya tulis kepada bu menteri. Tolong tindak lanjuti pengaduan saya dan buktikan surat yang saya duga bodong tersebut," tegas Bursok.
Saat ini, ia masih menunggu agar Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani bisa menindaklanjuti aduannya dalam 5 hari. Jika tak ditindaklanjuti, ia mengaku akan membawa masalah ini ke kepolisian.
"Saya tunggu selambat-lambatnya lima hari kerja untuk ibu selesaikan. Bila lima hari tersebut ibu lampaui saya laporkan ke pihak kepolisian," kata Bursok.
Berdasarkan laporan tertulis Bursok untuk DPR yang diterima detikcom, diketahui bahwa kejadian bermula saat ia beserta sang istri mencoba berinvestasi di Capital.com dan aplikasi OctaFX.
"Investasi awal terjadi di tanggal 9 Mei 2021 sebesar USD 500,00 (lima ratus dollar Amerika Serikat) yang saya transfer dalam mata uang rupiah ke rekening virtual PT. Antares Payment Method (anak usaha Capital.com di Indonesia)," ungkap Bursok dalam laporannya.
Namun, menurut Bursok permasalahan muncul saat ia mencoba menarik dana sebesar US$ 100 dari akun miliknya.
Ia menyampaikan bahwa menu penarikan tidak berfungsi sama sekali.
Bursok pun menjelaskan bahwa dirinya sempat melakukan pengaduan kepada Capital.com, namun tidak mendapatkan jawaban.
Melihat kondisi itu, dia langsung menghentikan semua transaksi menghindari resiko kerugian lebih lanjut dikarenakan dana yang bersangkutan tidak bisa ditarik.
Lebih lanjut, Bursok langsung melakukan pengecekan atas keberadaan PT. Antares Payment Method.
Namun ia menemukan fakta bahwa perusahaan yang bersangkutan tidak memiliki NPWP.
"Yang mana saya temukan bahwasanya PT. Antares Payment Method ternyata tidak memiliki NPWP, yang berarti perusahaan ini dari sejak menjadi 'cabang' dari Capital.com di Indonesia hingga saat ini tidak membayar pajak," tulis Bursok.
Tidak berhenti di sana, ia kemudian melakukan pengecekan di situs Kemenkumham, dan didapati bahwa ternyata PT. Antares Payment Method ternyata tidak terdaftar. Artinya, menurut Bursok, PT. Antares Payment Method merupakan perusahaan bodong.
Meski demikian, pada 11 Agustus 2021 Bursok bersama sang istri kembali mencoba berinvestasi di aplikasi OctaFX. Namun saat itu sang istri menaruh curiga atas aplikasi OctaFX ini.
"Dikarenakan kejadian sebelumnya saya ketahui bahwa PT. Antares Payment Method adalah perusahaan fiktif alias perusahaan bodong, segera saya melakukan pengecekan terhadap keabsahan PT. Beta Akses Vouchers (OctaFX) hingga ke website Kemenkumham," jelas Bursok.
"Hasil yang saya dapati ternyata PT. Beta Akses Vouchers tidak terdaftar di situs Kemenkumham dan tidak juga memiliki NPWP. Dengan kata lain PT. Beta Akses Vouchers dan PT. Antares Payment Method adalah sama-sama perusahaan fiktif atau bodong," terangnya lagi.
Mengetahui hal ini, Bursok kemudian melaporkan temuannya kepada sejumlah pihak karena menurutnya perusahaan bodong yang tak memiliki NPWP ini tak membayar pajaknya.
Anehnya, menurut dia, perusahaan bodong ini bisa membuka rekening di sejumlah bank ternama.
Bursok menilai, jika tak segera ditindak maka perusahaan yang menurutnya bodong itu berpotensi melakukan penipuan dengan modus yang sama.
Namun laporannya ini tidak mendapatkan tanggapan sebagaimana yang ia harapkan.
"Kasus ini saya adukan juga ke Direktorat Jenderal Pajak, OJK dan Polda Sumatera Utara yang mana sampai saat ini kasus yang saya adukan ke OJK tidak digubris sama sekali," ujarnya dalam laporan. Sementara di Direktorat Jenderal Pajak dan di Polda Sumut kasus ini seperti berjalan di tempat," jelas Bursok lagi.
Kasuspun terus berlanjut, namun hingga saat ini Bursok merasa tidak menerima kepastian apapun.
Karena itu dirinya merasa kesal terhadap Sri Mulyani dan jajarannya yang bisa dengan sigap menanggapi kasus Rafael Alun Trisambodo, namun kasusnya seakan digantung. [Democrazy/detik]