DEMOCRAZY.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka-bukaan soal 300 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) tentang transaksi mencurigakan bernilai Rp 349 triliun. Bahkan, dua oknum yang terlibat transaksi mencurigakan juga diungkap.
Sebagian dari 300 surat yang diterima oleh Kemenkeu dari PPATK adalah terkait pajak.
Menkeu menyebut ada transaksi mencurigakan senilai Rp 205 triliun yang melibatkan 17 perusahaan.
Ditjen Pajak kemudian merespons dengan melakukan penelitian pada periode 2017-2019.
Inisial oknum-oknum yang terlibat disebutkan oleh Sri Mulyani. Seorang berinisial SB disebut memiliki omzet Rp 8,24 triliun padahal SPT pajak mencantumkan omzet Rp 9,68 triliun.
"Karena orang ini memiliki saham dan perusahaan di PT BSI kita teliti PT BSI di dalam surat dari PPATK," jelas Sri Mulyani.
Setelah ditindaklanjuti, perusahaan berinisial BSI tersebut terkait dengan transaksi mencurigakan mencapai Rp11,77 triliun.
Di sisi lain, SPT pajak perusahaan menunjukkan angka Rp 11,5 triliun. Alhasil terdapat selisih Rp 212 miliar.
"Itupun tetap kami kejar, kalau memang ada bukti nyata maka si perusahaan itu harus bayar kewajibannya dengan denda 100%," ucapnya.
Kemudian yang disoroti yakni inisial PT IKS 2018-2019. Angka yang didapatkan dari PPATK menyatakan transaksi Rp 4,8 triliun, sedangkan SPT-nya menunjukkan Rp3,5 triliun.
Kemudian ada seorang namanya DY, yang SPT-nya hanya Rp 38 miliar, tapi data PPATK menunjukkan transaksi Rp 8 triliun.
"Perbedaan data ini kemudian dipakai oleh DJP memanggil yang bersangkutan," tegasnya.
Kemenkeu mengendus adanya modus yang digunakan SB dengan menggunakan nomor akun dari lima orang yang merupakan karyawannya.
"Ini termasuk transaksi ini disebut money changer , anda bisa bayangkan money changer yakni cash in sudah cash out (transaksi) orang," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani memerinci, dari 300 surat dari PPATK, 65 surat mengenai transaksi perekonomian senilai Rp 253 triliun.
Baik itu perdagangan, pergantian properti, yang ditengarai mencurigakan dan dikirimkan ke Kementerian Keuangan, untuk bisa ditindaklanjuti.
Kemudian 99 surat lainnya yang dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum, dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.
Selanjutnya, ada 135 surat dari PPATK menyangkut pegawai Kemenkeu, yang nilainya jauh lebih kecil dari nilai yang tidak menyangkut pegawai Kemenkeu.
Namun, Sri Mulyani tidak memerinci, berapa nilai transaksi mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu.
Ada juga, surat yang paling menonjol yang dikirimkan PPATK yakni surat bernomor 205/TR.01.2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020.
Dalam surat ini menyatakan adanya transaksi mencurigakan sebesar Rp 189,273 triliun hanya dari satu surat.
"Dalam surat yang disampaikan oleh PPATK disebutkan terdapat 15 individu dan entitas perusahaan dan nama orang yang tersangkut Rp189,283 triliun dengan transaksi tahun 2017-2019," jelas Sri Mulyani.
Saat menerima surat ini, Menkeu menegaskan langsung menindaklanjuti dengan meneliti dan penyelidikan surat tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Berdasarkan hasil penyelidikan DJP dan DJBC, 15 perusahaan tersebut telah melakukan kegiatan ekspor, impor emas batangan dan emas perhiasan, serta kegiatan money changer dan kegiatan lainnya.
Sri Mulyani memerinci, entitas impor emas batangan senilai Rp 326 miliar pada 2017, naik menjadi Rp 5,6 triliun pada 2018, dan pada 2019 turun drastis ke Rp 8 triliun.
Sementara untuk ekspornya senilai Rp 4,7 triliun pada 2017, kemudian turun menjadi Rp 3,5 triliun pada 2018, dan turun menjadi Rp 3,6 triliun pada 2019.
"Pada saat yang sama, waktu Bea Cukai tidak ditemukan di Bea Cukai adanya kecurigaan, maka pajak masuk," jelas Sri Mulyani. [Democrazy/cnbc]