DEMOCRAZY.ID - Beberapa kali orang jahat berkonspirasi untuk mencuri Jasad Rasulullah SAW namun setiap usaha tersebut gagal dan pelakunya berakhir tragis.
Di antaranya, kisah tersebut mengisahkan tentang dua usaha seorang penguasa Syi’ah Ismailiyah bernama al-Abidi, bergelar al-Hakim bi Amrillah, raja dari dinasti Fatimiyah yang memerintah Mesir dari tahun 996 hingga 1021 M.
Ad-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala (15/174) menyatakan bahwa Al-Abidi, sosok diktator, berdarah dingin dan jahat dari firaun pada masanya, memerintahkan para sahabatnya untuk menghina dan mengeluarkan perintah tertulis di masjid-masjid dan di jalan-jalan kota.
Dikisahkan as-Samhudi dalam Wafa al-Fawa (2/652), bahwa para zindiq antek penguasa Mesir al-Abidi berambisi memindahkan jenazah Nabi Muhammad SAW dari Madinah ke Mesir.
Pembisik jahat itu pun mengklaim konspirasi ini akan melanggengkan kekuasaannya dan akan dibantu penuh tentara dan rakyat.Al-Abidi pun mengiyakan.
Dia siapkan tempat khusus dan menyediakan pendanaan yang fantastis agar misinya berhasil. Dia mengirim sosok penggali makam Nabi Muhammad SAW bernama Abu Al-Futuh.
Singkat kata, begitu sampai di Madinah, umat Muslim di sana sudah mengetahui kabar rencana itu.
Lalu ada seorang qari bernama az-Zalbani menggerakkan ‘emosi’ umat Muslim dengan membaca surat at-Taubah ayat 12 dan 13.
Massa yang saat itu berkumpul di Masjid Nabawi ricuh, nyaris membunuh Abu Al-Futuh dan beberapa tentara yang ikut bersamanya.
Seakan tak takut dengan situasi genting seperti itu, Abu al-Futuh malah berseloroh, “Allah lebih saya takut, demi Allah jika penguasa (Madinah) ini mampu mencabut nyawa, aku tak akan ganggu tempat ini.”
Tiba-tiba-dia mengalami sesak nafas, dan nyaris tak bisa bernafas.
Ketika hari menjelang sore, Allah SWT mengirim angin yang sangat kencang, saking kencangnya nyaris saja bumi bergunjang, sampai-sampai unta dan kuda pun terangkat seperti terangkatnya bola di atas tanah.
Kejadian tiba-tiba ini pun mengakibatkan banyak orang meninggal termasuk tentara yang menyertai Abu al-Futuh.
Di saat seperti inilah, dadanya kembali bisa bernapas, dan dia pun ketakutan dan kembali ke al-Abidi dengan tangan hampa.
Apakah al-Abidi menyerah? Ternyata tidak. Seakan tidak kapok, dia mengulangi rencana busuknya itu. Dia kembali mengirimkan tukang gali untuk menggali makam Rasulullah SAW.
Ketika si penggali tersebut hendak melancarkan misi jahatnya di dekat Masjid Nabawi dan mengeduk tanah hingga sampai ke Makam Nabi Muhammad SAW, tiba-tiba mereka melihat cahaya dan mendengar teriakan suara berteriak, “Makam Nabi kalian digali.”
Spontan, umat Muslim yang berada di area itu bergegas memeriksa dan menangkap para pelaku dan sebagai hukumannya mereka pun dibunuh.
Lantas bagaimana nasib al-Abidi sendiri? Dalam banyak riwayat disebutkan dia dibunuh karena konspirasi intrik dari internal kerajaan.
Dia dibunuh ketika sedang berjalan dengan keledainya malam hari di Bukit Muqatham untuk bersemedi seperti kebiasaannya, tetapi tak pernah kembali.
Tentara yang diutus untuk mencarinya hanya menemukan bercak darah. Jenazahnya tidak pernah ditemukan. [Democrazy/HN]