HUKUM POLITIK

SIMAK! Hitung-hitungan Partai Prima Sehingga Pemilu Harus Ditunda Hingga 2025

DEMOCRAZY.ID
Maret 03, 2023
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
SIMAK! Hitung-hitungan Partai Prima Sehingga Pemilu Harus Ditunda Hingga 2025


DEMOCRAZY.ID - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Prima atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). 


Salah satu putusan PN Jakpus menghukum dan memerintahkan KPU menunda pemilu sampai 2025.


Ketua Umum Partai Prima, Agus Jabo Priyono menerangkan, berdasarkan hitungan mereka, tahapan pemilu harus diulang dengan jarak dua tahun empat bulan. 


Angka itu disebutnya sudah dihitung sejak peraturan (PKPU) dibuat dari pendaftaran maupun verifikasi.


"Kita menghitung prosesnya sekitar dua tahun empat bulan," kata Agus, Jumat (3/3/2023).


Padahal, undang-undang yang mengatur tahapan pemilu sendiri baru ada 20 bulan sebelum pemungutan, 14 Juni 2022. 


Artinya, tidak sampai dua tahun ke pemungutan suara Februari 2024. Namun, Agus menekankan, akumulasi mereka tetap dua tahun.


"Kan sebelum itu ada pembuatan peraturan-peraturan, penyusunan anggaran segala macam, itu yang semuanya kita hitung secara komprehensif," ujar Agus.


Terkait itu, Agus menegaskan, mereka tidak memikirkan soal penundaan pemilu ketika menggugat KPU ke Bawaslu, PTUN maupun PN Jakpus. 


Ia berpendapat, apa yang selama ini dilakukan Partai Prima murni untuk memulihkan kembali hak politik.


Sebab, KPU pada 14 Desember sudah mengumumkan Partai Prima tidak ikut sebagai peserta pemilu 2024. 


Karenanya, dilakukan upaya-upaya hukum agar Prima bisa ikut mulai dari Bawaslu, PTUN sampai ke PN Jakpus agar mengulang proses dan tahapan.


"Bukan penundaan, tapi penghentian proses. Dihitung dari awal begitu. Kalau mau penundaan, frame-nya politik, kita tidak masuk ke sana. Kita hanya meminta agar politik kita dikembalikan dan supaya kembali proses harus dimulai dari awal," kata Agus.


Sekjen Partai Prima, Dominggus Oktavianus menuturkan, waktu dua tahun (sampai 2025) itu mereka dapat dengan menghitung mulai dari PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan Pemilu. Termasuk pembuatan peraturan, verifikasi dan lain-lain.


Ia menekankan, petitum tentang Prima menjadi peserta pemilu sudah selesai di Bawaslu, di PTUN, dan PN tidak ada kewenangan memutus Prima jadi peserta pemilu. Dominggus merasa, satu-satunya celah agar Prima ikut dengan mengulang proses.


"Karena, kalau kita menuntut menyampaikan petitum agar Partai Prima jadi peserta pemilu, pasti akan ditolak. Karena, bukan kewenangan Pengadilan Negeri. Itu cara kita untuk masuk," ujar Dominggus. 


Walaupun terdengar baru, Partai Prima sebenarnya diisi wajah-wajah lama di perpolitikan nasional. 


Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Prima berlokasi di Jalan Bacang Nomor C310, RT 7/RW 6, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.


Ketua Umum Prima, Agus Jabo Priyono dan Sekretaris Jenderal Prima, Dominggus Oktavianus merupakan aktivis 98 yang menentang Orde Baru. 


Pada era itu, Agus merupakan Ketum Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang mengikuti Pemilu 1999.


Pada jumpa pers menanggapi putusan PN Jakpus, Jumat (3/3/2023), di DPP Partai Prima banyak terlihat aktivis, mahasiswa dan eks kader-kader PRD. 


Selain itu, ada pula wajah eks Sekretaris Utama BNPT, Jenderal (Purn) Gautama Wiranegara, di meja.


Gautama menempati posisi cukup penting yaitu Ketua Majelis Pertimbangan Partai Prima. 


Ditemui usai jumpa pers, Gautama mengaku sudah ada di Prima sejak awal deklarasi, mengikuti proses membangun sampai menggugat KPU untuk Pemilu 2024.


"Saya punya chemistry luar biasa dengan Prima, Prima kan inisiasi dari PRD dan saya bagian dari PRD sudah sejak aktif dulu," kata Gautama, Jumat (3/3/2023).


Sejak 2004, ia melihat, apa yang diperjuangkan Prima luar biasa. Sebab, Gautama menuturkan, Prima kerap mengadvokasi rakyat tertindas dan ia turut jadi bagian dari itu. Sampai saat ini, ia menekankan, Prima terus memperjuangkan hak rakyat.


"Walaupun belum pemilu tapi kita sudah berbuat, luar biasa, sehingga saya minta saya bagian dari situ," ujar Gautama.


Sejak pensiun 2018, Gautama kerap memberi pendidikan politik Pancasila ke anak-anak mahasiswa Papua bersama kader-kader PRD. 


ahkan, ia mengaku sudah sampaikan ke Panglima TNI jika TNI butuh bantuan selesaikan kasus penyanderaan di Papua.



Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Profesor Jimmly Asshiddiqie meminta Mahkamah Agung (MA) memecat tiga hakim PN Jakpus  yang memutuskan gugatan keperdataan Partai Prima. 


Jimmly menegaskan, tiga hakim pengadilan tingkat pertama itu fatal dalam amar putusannya dengan menghukum pihak tergugat, untuk menunda pemilu 2024.


“Hakimnya itu layak untuk dipecat saja,” kata Jimmly kepada Republika via pesan singkat, Kamis (2/3/2023).


Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara itu menjelaskan, sengketa antara Partai Prima dan KPU tersebut, adalah keperdataan. Hal itu sesuai dengan materi gugatan penggugat kepada tergugat.


Namun sengketa keduanya itu, pun menyangkut dengan perkara kepemiliuan yang mempersoalkan proses verifikasi peserta pemilu. 


Dari verifikasi kepesertaan pemilu KPU memutuskan Partai Prima tak lolos ke Pemilu 2024.  


Materi perkara tersebut, pun sebetulnya, kata Jimmly, jika terjadi sengketa, penyelesaiannya, ada di ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).


“Bukan ke pengadilan perdata,” terang Jimmly.


Jika nantinya sengketa kepemiliuan antara keduanya itu berujung pada hasil pemilu, pun ada lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai kamar yadikatif penyelesaian perkaranya. 


Akan tetapi, kata Jimly, Partai Prima mengajukan gugatan keperdataannya terhadap KPU atas kerugian dari proses verifikasi peserta pemilu itu ke PN Jakpus. Pun itu, Jimmly menegaskan, sudah salah kaprah.


"Hakimnya tidak profesional, dan tidak mengerti hukum sama sekali. Tidak mengerti hukum pemilu, tidak mampu membedakannya dengan urusan private (keperdataan), dan yang menjadi urusan publik,” kata Jimmly menegaskan.


Peradilan keperdataan, kata Jimmly, mewajibkan para hakimnya untuk membatasi diri pada putusan yang hanya mengikat antara si penggugat dan si tergugat. 


Dengan tak mengikat pihak lain yang tak ada sangkut-pautnya dengan sengketa keduanya.


Sedangkan masalah pemilu, dikatakan Jimmly, menyangkut tentang semua warga negara. 


“Sanksi (putusan) dari keperdataan itu, juga cukup seperti ganti-kerugian, atau yang lain, yang tidak menyangkut hak-hak orang lain. Bukan malah memutuskan menunda pemilu, yang tegas itu (pemilu) adalah hak masyarakat, dan merupakan kewenangan KPU sebagai penyelanggara (pemiu),” kata Jimly.


Merespons polemik putusan PN Jakpus, Mahkamah Agung (MA) memandang hakim tak bisa disalahkan atas putusan yang dibuatnya dalam suatu perkara. 


"Hakim tidak bisa dipersalahkan secara kedinasan terkait produk putusannya karena putusan dianggap benar," kata Juru Bicara MA sekaligus Hakim Agung Kamar Pidana MA, Suharto kepada Republika, Jumat (3/3/2023). 


Suharto mengingatkan putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena masih di tingkap pengadilan pertama. Sehingga, sangat mungkin ada pihak yang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. 


"Paling bijak ya kita tunggu proses bandingnya. Dengan adanya upaya hukum putusan hakim dapat dibatalkan oleh hakim tinggi," ujar Suharto. 


Suharto menegaskan MA tak dalam posisi menanggapi isi putusan pada perkara ini. 


Pasalnya, perkara ini berpeluang tiba di MA lewat prosedur pengajuan kasasi setelah banding. Ia ingin tetap menjaga independensi MA sekaligus Pengadilan di bawahnya. 


"MA tidak akan menanggapi substansi perkaranya serta berpendapat tentang 'hukum' nya karena pendapat itu nantinya dapat mempengaruhi proses peradilan yang sedang jalan. Semua itu MA menjaga agar pengadilan di bawah MA tetap independen," ucap Suharto. 


PN Jakpus kemarin mengungkapkan alasan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai Prima. 


PN Jakpus menjabarkan sejumlah kesalahan KPU sebagai tergugat yang merugikan Partai Prima. 


Pertama, PN Jakpus menemukan kesalahan dan atau ketidaktelitian KPU dalam melakukan verifikasi administrasi keanggotaan. 


KPU disebut tidak menjelaskan sama sekali tentang penyebab kenapa status keanggotaan Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). 


"Padahal terkait status keanggotaan menjadi perhatian khusus penggugat dan oleh sebab itu pada 22 Provinsi penggugat telah mengajukan atau melakukan upload keanggotaan melebihi batas atau rata-rata dua kali lipat dari yang telah ditentukan," tulis salinan putusan yang dikutip pada Kamis (2/3/2023). 


Kedua, PN Jakpus memutuskan adanya kesalahan yang dilakukan KPU yang merugikan Partai Prima. 


Bahkan, kesalahan itu mengakibatkan Partai Prima tidak dapat mengikuti tahap selanjutnya yaitu verifikasi faktual partai politik peserta pemilu 2024. 


"Proses verifikasi dan administrasi partai politik calon peserta pemilu dilakukan oleh tergugat secara tidak cermat, tidak jujur, tidak adil, tidak tertib, dan tidak profesional yang menimbulkan kerugian," tulis salinan putusan.  


Kemudian, PN Jakpus mendapati kesalahan yang dilakukan KPU dan seharusnya menjadi tanggung jawab KPU. 


Tetapi, kesalahan dan tanggungjawab itu justru dilimpahkan kepada Partai Prima.


Yaitu, terjadinya penurunan data progres pengisian keanggotaan Partai Prima yang awalnya pada saat pendaftaran telah dilakukan pemeriksaan pendaftaran oleh KPU dengan status dokumen pendaftaran sudah lengkap 100 persen, kemudian berubah 97,06 persen pada saat Sipol dibuka kembali untuk verifikasi administrasi perbaikan.


"Yang menyebabkan penggugat kehilangan enam kabupaten/kota yaitu Rokan Hilir (Riau), Pesisir Barat (Lampung), kota Tasikmalaya (Jawa Barat), Sumenep (Jawa Timur), Kabupaten Serang (Banten), dan Alor (NTT). Hal ini dikarenakan berubah statusnya menjadi belum memenuhi syarat (BMS) sehingga akses untuk 6 kota/kab tersebut ditutup oleh tergugat," tulis salinan putusan. 


Gugatan dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. itu diajukan sejak 8 Desember 2022. 


Majelis hakim memutuskan menolak eksepsi KPU yang menganggap gugatan PRIMA kabur atau tidak jelas. Akibat putusan itu, Majelis Hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda. 


"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis putusan


Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menegaskan, akan mengajukan banding atas putusan PN Jakpus yang memerintahkan Pemilu 2024 ditunda. 


KPU RI tegas menolak putusan tersebut karena UU Pemilu tidak ada mengatur ketentuan penundaan pemilu.


"KPU akan upaya hukum banding (atas putusan PN Jakpus tersebut)," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kepada wartawan, Kamis (2/3/2023).


Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, pihaknya tegas menolak putusan yang memerintahkan menunda pemilu tersebut. Sebab, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak dikenal istilah penundaan pemilu. 


"Dalam peraturan penyelenggaraan pemilu, khususnya pasal 431 sampai pasal 433 UU Pemilu, hanya ada dua istilah, yaitu pemilu lanjutan dan pemilu susulan," kata Idham kepada wartawan.


Sumber: Republika

Penulis blog