DEMOCRAZY.ID - Rusia mengancam menyerang Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Tak tanggung-tanggung, pengadilan internasional yang berkedudukan di Den Hag, Belanda itu bakal diserang dengan rudal nuklir.
Hal ini dikatakan mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev. Itu merupakan tanggapan atas keputusan ICC sebelumnya, yang mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Vladimir Putin.
"Upaya untuk mengadili Putin di ICC akan memiliki konsekuensi mengerikan bagi hukum internasional," kata Medvedev yang juga menjabat Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia, dalam sebuah pernyataan di saluran Telegramnya, dikutip Newsweek, Selasa (21/3/2023).
"Sangat mungkin untuk membayangkan penggunaan 'Onyx' hipersonik yang ditargetkan dari Laut Utara, dari kapal Rusia ke gedung pengadilan Den Haag," lanjutnya, mengacu pada senjata mematikan Rusia.
Di kesempatan yang sama, ia juga menyebut ICC sebagai organisasi menyedihkan. ICC juga bukan NATO, yang memiliki "kekuatan".
"Mereka (ICC) bakal takut. Dan tidak ada yang akan merasa kasihan pada mereka. Jadi, para hakim pengadilan, lihat baik-baik ke langit...," tambah Medvedev lagi.
ICC sendiri enggan berkomentar. Badan itu mengatakan tak mengomentari pernyataan politik.
Sebelumnya, ICC menyimpulkan bahwa Putin telah melakukan kejahatan perang dalam invasi besar-besaran ke Ukraina, yang dimulai hampir 13 bulan lalu.
Khususnya terkait deportasi anak-anak Ukraina yang melanggar hukum.
Tidak pasti berapa banyak anak yang dibawa secara paksa ke Rusia. Namun, pada Februari, sebuah laporan dari Laboratorium Riset Kemanusiaan Yale menyatakan bahwa pada tahun lalu setidaknya 6.000 anak dari Ukraina telah dikirim ke kamp "pendidikan ulang" Rusia.
Ini merupakan pertama kalinya surat perintah penangkapan dikeluarkan terhadap pemimpin salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Namun memang, para pejabat Barat gencar menyerukan agar Putin dimintai pertanggungjawaban di tengah meningkatnya jumlah kematian warga sipil di Ukraina.
Penerbitan surat perintah mengikat 123 negara anggota ICC. Jika sasaran keputusan itu berada di wilayah mereka, negara itu bisa menangkap individu yang bersangkutan dan memindahkan mereka ke ICC di Den Haag.
Pengebom AS Dekati Wilayah Rusia, Putin Kerahkan Jet Tempur
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan sebuah jet tempur Sukhoi Su-35 Rusia diperintahkan mengudara ke atas Laut Baltik pada Senin (20/3/2023) setelah dua pengebom strategis Amerika Serikat (AS) terbang ke arah perbatasan Rusia.
Perkembangan itu menyusul jatuhnya drone AS pada 14 Maret ke Laut Hitam setelah dicegat oleh jet Rusia dalam bentrokan militer langsung pertama yang diketahui antara Rusia dan AS sejak Negeri Beruang Merah menyerang Ukraina pada Februari tahun lalu.
"Pada 20 Maret, fasilitas radar pasukan pertahanan udara distrik militer Barat yang bertugas di Laut Baltik mendeteksi dua target udara yang terbang ke arah perbatasan negara Federasi Rusia," kata kementerian itu di aplikasi pesan Telegram, dikutip dari Reuters.
Dikatakan bahwa targetnya adalah pengebom strategis B52H milik Angkatan Udara AS. Adapun jet tempur Sukhoi Su-35 mengudara untuk mencegah pelanggaran perbatasan.
"Setelah pesawat militer asing menjauh dari perbatasan negara Federasi Rusia, pesawat tempur Rusia kembali ke pangkalan udaranya," jelas pernyataan tersebut.
Kementerian itu mengatakan penerbangan Su-35 sangat sejalan dengan aturan internasional tentang penggunaan wilayah udara.
"Tidak ada pelanggaran perbatasan negara Federasi Rusia yang diizinkan," katanya.
Sebelumnya, sebuah jet tempur Rusia menjatuhkan pesawat tak berawak atau drone Angkatan Udara AS di atas Laut Hitam pada 14 Maret.
Komando Eropa AS mengatakan pesawat tak berawak Reaper MQ-9 dan dua pesawat Su-27 Rusia terbang di atas perairan internasional di atas Laut Hitam ketika salah satu jet Rusia dengan sengaja terbang di depan dan membuang bahan bakar ke pesawat tak berawak itu beberapa kali.
Pesawat tersebut kemudian menabrak baling-baling drone tersebut, mendorong pasukan AS untuk menjatuhkan drone MQ-9 di perairan internasional. [Democrazy/CNBC]