DEMOCRAZY.ID - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) buka suara terkait adanya pengakuan Fatimah Zahratunnisa, warga Indonesia yang menang kontes menyanyi di Jepang dan mengirimkan pialanya ke tanah air, namun malah dikenakan tarif Rp 4 juta oleh Bea Cukai.
Fatimah menceritakan pengalamannya lewat akun Twitter pribadinya. Dia mengatakan, pada 2015 dirinya memenangkan kontes menyanyi di TV Jepang, yang kemudian mengirimkan pialanya ke Indonesia. Namun, ditagih biaya Rp 4 juta.
"2015 menang acara nyanyi di TV Jepang, pialanya dikirim ke Indo karena gede banget buat dibawa di pesawat. Ditagih pajak 4 juta. Padahal hadiah lombanya gak ada hadiah uang cuma piala itu doang. Menang lomba kok nombok," ujar Fatimah dalam cuitannya di akun Twitter @zahratunnisaf, Selasa (21/3/2023).
Fatimah pun mengaku melakukan keberatan, dan mengharuskan dirinya menunjukkan bukti kepada Bea Cukai, bahwa piala tersebut benar hadiah yang diperoleh dari usahanya.
Untuk membuktikan itu, Fatimah diminta oleh pihak Bea Cukai untuk menyanyi.
Meskipun sudah menunjukkan keahliannya dalam bernyanyi, Fatimah tetap ditanya, berapa nominal yang sekiranya bisa dia bayar untuk menebus piala tersebut.
"Tapi ya meskipun mereka akhirnya percaya aku menang lomba, masih ditanya lagi 'kamu ada uang berapa sekarang? Bisa bayar berapa?'. WAH KACAU EMOSI BGT hadiah sendiri masa disuruh bayar?! Aku jawab '5000 buat ongkos naik angkot pulang!'," jelas Fatimah.
"Untungnya bisa bawa pulang secara gratis akhirnya setelah tawar menawar secara ketat. Tapi adanya kalimat 'kamu bisa bayar berapa?' Itu aku bawa dendam sampai sekarang," ujarnya lagi.
Kisah Fatimah pun viral, dan dibaca oleh jutaan para pengguna Twitter. Atas kasus ini, Bea Cukai pun memberikan keterangan resmi.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan, pihaknya telah menghubungi Fatimah untuk menanyakan informasi lengkap terkait kejadian yang diceritakan lewat akun Twitternya.
Kendati, kata Nirwala Fatima belum bersedia memberikan informasi secara detail.
"Sehingga kami tidak mendapatkan informasi secara utuh," ujarnya.
Secara umum, kata Nirwala semua barang yang masuk ke wilayah Indonesia terutang Bea Masuk, termasuk barang hadiah/gift, kecuali termasuk dalam kategori yang dibebaskan berdasarkan ketentuan kepabeanan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, Nirwala menyebut bahwa piala yang dikirim dari Jepang oleh Fatimah tersebut tidak datang bersamaan dengan kedatangan penumpang, namun melalui barang kiriman.
"Sehingga piala tersebut dapat dikategorikan ke dalam fasilitas personal effect. Untuk memastikan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian guna pembuktian dan pemenuhan persyaratan pembebasan Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor," jelas Nirwala.
Seperti diketahui, barang pindahan atau disebut juga personal effect adalah barang-barang keperluan rumah tangga milik orang yang semula berdomisili di luar negeri kemudian dibawa pindah ke dalam negeri.
Atas yang yang dilakukan pegawai Bea Cukai terhadap Fatimah pada 2015 silam, Bea Cukai pun menyampaikan permintaan maafnya, dan akan menjadikan hal tersebut evaluasi untuk melakukan perbaikan layanan.
Penilaian Barang Kiriman dari Luar Negeri di RI
Nirwala menjelaskan, harus ditelaah barang yang dikirimkan oleh seseorang dari luar negeri itu, apakah barang kiriman tersebut bebas bea masuk (BM) dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atau tidak. Kalau tidak dibebaskan, ada perhitungan untuk menentukan harganya.
Pun untuk mendapat pembebasan bea masuk dan PDRI, kata Nirwala harus dilakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagai barang penumpang.
"Kalau dikenai BM dan PDRI bagaimana menentukan harganya. Yang bersangkutan memberikan bukti transaksi pembeliannya/invoice. Bila tidak dapat memberikan bukti transaksi akan ditetapkan nilainya," ujar Nirwala.
Nilai Pabean, kata Nirwala ditentukan berdasarkan pasal 15 UU Kepabeanan, dimana nilai pabean ditentukan berdasarkan nilai transaksi dari barang yang bersangkutan (nilai jual beli atas barang yang bersangkutan).
Dalam hal tidak terdapat jual beli (free of charge), maka nilai pabean ditentukan menggunakan metode lain (Barang identik sampai dengan fallback) sesuai dengan ketentuan yang ada di PMK 144/PMK.04/2022.
"Metode ini mengacu pada Article VII GATT tentang nilai pabean yang berlaku internasional," jelas Nirwala.
Sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1) UU No 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, bahwa barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk, tak terkecuali barang hibah atau yang diberikan secara gratis.
Apabila barang tersebut dibawa dengan mekanisme barang bawaan penumpang (personal effect) dan nilai barangnya tidak melebihi US$ 500, sesuai ketentuan PMK Nomor 203/PMK.04/2017 maka akan diberikan pembebasan Bea Masuk.
"Jika lebih dari US$ 500 maka terhadap nilai kelebihannya akan dikenakan Bea Masuk dan pajak impor dengan ketentuan: tarif Bea Masuk flat sebesar 10%, PPN 11% dan PPh 7,5% atau 10% sesuai jenis barang (dengan NPWP), 15% atau 20% sesuai jenis barang (jika tidak ada NPWP)," jelas Nirwala.
Sesuai ketentuan PMK 203 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, kata Nirwala bahwa barang impor bawaan penumpang yang tiba sebelum atau setelah kedatangan penumpang, diperlakukan sebagai barang yang tiba bersama penumpang. [Democrazy/CNBC]