DEMOCRAZY.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan publik.
Namun kali ini KPK jadi perhatian bukan karena prestasinya, melainkan buntut pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri soal mengadakan rapat koordinasi atau rakor di hotel bintang 5 dengan jajarannya.
Ketua KPK Firli Bahuri berdalih, rapat koordinasi sejumlah pimpinan lembaga negara dan kepala daerah itu memang sengaja di Hotel Ritz-Carlton dikawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, untuk menyokong perekonomian masyarakat.
"Dalam rangka sebagai pendukung dan penyokong perekonomian masyarakat. Bukan sok-sokan. Enggak saatnya lagi kita sok-sokan, (rakor di hotel bintang 5) murni untuk kepentingan masyarakat," ujar Firli dalam penyataannya kepada awak media pada Selasa (21/3/2023).
Menurut Firli, hotel berbintang 5 adalah salah satu sektor yang terdampak pandemi Covid-19, sehingga berpengaruh pada masyarakat yang bekerja di sana.
Ia juga menyebut bahwa pegawai yang bekerja di hotel bintang 5 itu juga memiliki istri anak, dan bahkan cucu yang mesti diperhatikan kehidupannya.
Karena itulah, lanjut Firli, KPK ingin turut andil dalam pemulihan ekonomi masyaralat dengan cara mengadakan rapat di hotel mewah berbintang 5 tersebut.
Kritik keras pada KPK
Keputusan KPK mengadakan rapat koordinasi di hotelmewah tersebut lantas menuai kritik keras dari sejumlah pihak.
Salah satu kritikan keras datang dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Menurut Koordinator MAKI Boyamin Saiman, pernyataan Firli Bahuri KPK menggelar rapat di hotel mewah untuk mendukung ekonomi rakyat adalah alasan yang tak masuk akal.
Sebab, menurut Boyamin, hotel Ritz-Carlton adalah milik asing. Dengan begitu, keputusan KPK menggelar rapat di sana sama saja memperkaya orang yang telah kaya.
Ia melanjutkan, jika tujuannya untuk memperkuat ekonomi rakyat, ada baiknya KPK menggelar rapat koordinasi di homestay atau hotel bintang 3. Salah satunya di daerah pinggiran untuk membantu kehidupan orang lokal.
"Kalau niatnya (Firli) memang memperkuat ekonomi rakyat ya (rakornya) di homestay. Kan banyak sekitaran Jakarta homestay, atau daerah pinggiran di Bogor, Puncak. Atau jika agak pinggiran banyak juga hotel-hotel bintang 3. Bisa memilih orang lokal," ujar Boyamin kepada awak media pada Selasa (21/3/2023).
Terlebih, kata Boyamin, KPK menggunakan hotel bintang 5 hanya untuk menggunakan ruang pertemuannya.
Ia pun menyebut jika KPK hanya memanfaatkan ruang pertemuan, maka bisa menggunakan ruang pertemuan yang sudah ada.
Mulai dari ruang pertemuan Bhayangkara, rpertemuan Balai Sarbini atau Balai Sudirman.
Lokasi itu jika dipakai oleh KPK untuk rapat maka justru bisa menambah kas bagi yayasan yang mengelolanya, seperti TNI dan Polri.
Kritik KPK menggelar rapat di hotel mewah juga datang dari dua mantan pegawai KPK, Yudi Purnomo dan Hotman tambunan.
Melalui akun Twitternya @yudiharahap46, Yudi menyatakan, alasan Firli menggunakan hotel bintang 5 sebagai tempat rapat hanya sebuah retorika belaka.
"Kalau dukung ekonomi rakyat, kenapa nggak menggunakan kelas di bawahnya? Misalkan hotel bintang 4 atau 3? Sudahlah (Firli Bahuri) tidak perlu beretorika. Jika memang butuh tempat yang fasilitas lengkap, apalagi sesuai standar biaya umum dan tidak ada larangan bintang 5, serta anggaran cukup, ya laksanakan saja," cuit Yudi.
Sementara itu, Hotman Tambunan melalui akun Twitternya @hotmantmb menyatakan, pimpinan KPK saat ini tidak punya malu meski melanggar kode etik.
Apalagi kondisi di Indonesia sekarang sudah mulai membaik dari pandemi Covid-19.
"Mual baca berita ini. Saat ini kondisi (Indonesia) sudah normal (dari pandemi Covid-19). Jadi (KPK) buat acara di hotel-hotel bukan lagi untuk hidupkan perhotelan, tapi itulah karakter pimpinan KPK saat ini," kritiknya.
"Tidak ada malunya orang-orang ini jual-jual integritas, walau mereka terbukti melanggar kode etik area integritas," tandas Hotman. [Democrazy/suara]