DEMOCRAZY.ID - Megawati menyampaikan pernyataan sikapnya sebagai ketua umum PDI pada 23 Juli 1996 silam pukul 10.28 pagi.
Setelah ada kongres PDI tandingan yang menetapkan Suryadi sebagai ketua umum.
Momen ini menandai perjalanan penting Megawati dalam politik Indonesia, karena 4 hari kemudian terjadi peristiwa yang dikenal sebagai kerusuhan 27 juli alias kuda tuli.
Peristiwa itu menjadi momen yang membuat banyak orang makin bersimpati pada perjuangan Megawati hingga hari ini.
Megawati mungkin adalah sosok elit politik paling powerful di Indonesia.
Selain karena nama besar Soekarno yang melekat padanya, nyatanya secara personal Megawati memang punya karakter kepemimpinan yang cukup unik.
Megawati tahu bahwa dirinya mempunyai keterbatasan, sehingga ia menggunakan kelebihannya dalam menghubungkan satu pihak dengan pihak lain, serta menarik sosok-sosok yang hebat untuk membantunya.
Status Megawati yang awalnya dianggap sebagai sosok pemalu, dan tak pandai berbicara di hadapan publik, berubah menjadi ratu.
Mega nyatanya mampu membangun lingkaran pendukung di sekitarnya, yang berisi orang-orang yang loyal dan punya kemampuan untuk mendukung kekuasaannya.
Setidaknya ada tiga alasan utama yang mendukung argumentasi Ini.
Pertama, karena ia adalah politisi yang memang didesain menjadi kuat.
Kedua, Megawati berhasil mengkapitalisasi modal politiknya, dengan menempatkan sosok-sosok yang loyal di pos-pos penting.
Pos-pos tersebut sudah diatur sejak dirinya menjadi Wapres, kemudian Presiden, termasuk hingga saat ini.
Ini mencakup jabatan di pemerintahan, kepolisian, militer, DPR, bahkan termasuk juga di lingkungan para pengusaha.
Banyak sumber yang menyebutkan bahwa Bu Mega tidak meninggalkan orang-orangnya, sekalipun mereka tertimpa kasus hukum atau yang sejenisnya.
Sebagai contoh saat Bu Mega berpidato di HUT PDIP beberapa waktu lalu, ia menceritakan dengan haru, seorang supir truk bernama Tasdi, yang berhasil menjadi Bupati.
Padahal Tasdi ternyata terjerat kasus hukum dan divonis 7 tahun penjara.
Kendati demikian, bagaimana Mega menceritakan kisah Tasdi dalam pidatonya, oleh banyak pihak dianggap sebagai bukti konteks relasi loyalitas itu.
Hal ini yang membedakan Bu Mega dengan Pak SBY, dimana ketika kasus korupsi menimpa Demokrat, pamor SBY langsung berantakan, tapi tidak dengan PDIP.
Ketika PDIP dihantam kasus korupsi, semacam kasus Bansos, nyatanya mereka tetap saja kuat.
Faktor ketiga adalah keberhasilan marketing politik baik secara personal maupun dalam konteks.
PDIP sebagai parpol, banyak bekerjasama dengan ekspertis, seperti Hermawan Kertajaya, yang kerap memberikan kelas di sekolah partai PDIP.
Hermawan Kertajaya ini adalah seorang profesional dibidang marketing yang mempunyai nama besar, hingga di level internasional.
Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa marketing politik PDIP telah berjalan dengan baik.
Secara garis besar, faktor-faktor itulah yang membuat Megawati dan PDIP menjadi sangat kuat.
Konsolidasi internal yang mumpuni, juga karena faktor almarhum sang suami Taufik Kiemas, yang bisa menjadi penghubung Mega ke banyak pihak, menjadi faktor-faktor tambahan lain.
Secara jelas Megawati memang masih akan menjadi sosok elit politik terkuat di Indonesia.
Jika ia berhasil kembali mendorong sosok yang terpilih menjadi presiden di 2024, maka mungkin layak untuk menyebut Megawati sebagai sosok yang tak terkalahkan. [Democrazy/HH]