DEMOCRAZY.ID - Pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyebut ibu-ibu sering menelantarkan anak karena terlalu sering pergi ke pengajian, dinilai sebagai ucapan pinggir jurang dan selangkah lagi bisa masuk ke ranah penghinaan.
“Apakah bisa di pidana? Menurut saya belum sampai tindakan itu, selangkah lagi bisa menghina itu,” jelas Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Muzakir saat dihubungi di Jakarta, Kamis malam (23/2/2023).
Muzakir berpendapat, hal tersebut tidak dapat dijerat dengan uu ITE atau uu terkait lainnya.
Namun ia menilai tindakan tersebut tidak layak dilontarkan oleh sosok pejabat negara.
“Menurut pendapat saya, tidak dapat dijerat dengan pasal penghinaan terhadap agama. Tetapi sebagai pimpinan partai politik, BPIP dan BRIN, mengucapkan kata-kata itu sungguh tidak elok dan tidak patut, karena Indonesia negara Pancasila,” lanjut dia
Muzakir menuturkan, masyarakat yang menghadiri pengajian dalam rangka mendalami agama, melaksanakan sila pertama Pancasila.
“Itu orang kan sedang melaksanakan UUD pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi bahwa ‘Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya’. Tidak elok itu (penyataan Megawati),” tutur Muzakir.
Ia mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menegur keras Megawati sebagai kepala negara, karena ucapan dan sikap putri proklamator Bung Karno itu telah melanggar etik bernegara.
“Mestinya kepala negara Republik Indonesia itu menegur yang bersangkutan, dalam konteks bernegara seharusnya tidak layak diucapkan kata-kata seperti itu. Yang diucapkan melanggar kode etik etika bernegara sebagai pejabat negara,” tandasnya.
Diketahui, Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta laporkan Ketua Dewan Pengarah BRIN dan BPIP, tersebut ke Komnas Perempuan.
Laporan tersebut dikirimkan oleh Pegiat HAM Yogyakarta melalui Kantor Pos Besar Kota Yogyakarta pada Rabu (22/2/2023).
Megawati dinilai telah melakukan pelabelan negatif terhadap ibu-ibu yang mengikuti pengajian, dan dianggap tidak dapat mengatur rumah tangga dan menelantarkan anak.
“Kami tidak mau ikut melabeli, menghakimi, kami menduga pernyataan itu bentuk ketidakadilan gender,” kata Koordinator Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta, Tri Wahyu di Kantor Pos Besar, Kota Yogyakarta, Rabu (22/2/2023).
Ia menambahkan, tidak ada satu pun institusi baik itu di level dinas kabupaten atau kota hingga kementerian, atau BRIN, serta BPIP yang menyampaikan data ibu-ibu pengajian tak mampu memanajemen rumah tangga hingga menelantarkan anak.
Bahkan menurut dia, pengajian dapat dijadikan sarana untuk sosialisasi kepada ibu-ibu terkait dengan stunting.
“Kami temukan di Sulawesi Selatan ada penyuluh di tema pengajian ibu-ibu itu penanganan stunting,” ungkapnya [Democrazy/Inilah]