DEMOCRAZY.ID - Ahli hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan program pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berbeda dari pemimpin lainnya, yaitu revolusi mental.
Namun sayangnya, pemerintahan Jokowi tidak melanjutkan program revolusi mental, sehingga Refly Harun mengkritiknya, padahal merupakan program yang luar biasa.
"Salah satu kritik saya pada masa pemerintahan Presiden Jokowi adalah ketika tidak melanjutkan program revolusi mental," ucapnya dikutip dari YouTube Refly Harun, Jumat (24/2).
"Menurut saya program itu bagus luar biasa harusnya dilanjutkan, tapi kok tiba-tiba program itu berhenti begitu saja, dan tiba-tiba tidak ada kelanjutannya," sambungnya.
Bahkan kritikan ini pernah disampaikannya secara langsung ke hadapan Presiden, dengan mengatakan bahwa program revolusi mental membuat Jokowi berbeda dari pemimpin lain.
"Saya pernah mengkritik langsung di depan Presiden Jokowi soal program revolusi mental itu, saya katakan itu yang membedakan antara Presiden Jokowi dan pemimpin lainnya saya bilang, itu awalnya memuji," katanya.
Tapi permasalahannya adalah program revolusi mental tidak bisa terlihat oleh mata, sehingga ukuran keberhasilannya sulit diketahui, berbeda dengan pembangunan gedung atau stadion.
"Tapi saya katakan tapi sayangnya nggak ada ukurannya itu persoalannya, jadi bagaimana mungkin kita melihat menilai sebuah program itu berhasil atau tidak kalau tidak jelas ukurannya," tandasnya.
Jokowi dan Arti "Revolusi Mental"
"Revolusi Mental" merupakan jargon yang diusung presiden terpilih Joko Widodo sejak masa kampanye Pemilu Presiden 2014. Namun, tak banyak penjelasan konkret muncul atas frasa itu.
Pertanyaan tentang revolusi mental pun mencuat dalam diskusi dengan tajuk jargon tersebut di Balai Kartini, Jumat (17/10/2014).
Salah satu jawaban datang dari politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Panda Nababan.
Jawaban itu diawali dengan pengenalan organisasi Serikat Rakyat Miskin Kota (SRMK).
Panda mempersilakan anggota organisasi itu berdiri. Lalu, dia berkata, "Mereka ini datang dari jauh. Dulu, Pak Jokowi ini seperti mereka."
Berikutnya, Panda mengatakan, "Tapi Pak Jokowi tidak mau menyerah. Dia bekerja, berusaha, hingga sampai seperti saat ini."
Menurut Panda, perjalanan Jokowi dari yang semula seperti profil para anggota SMRK tersebut hingga menjadi presiden terpilih merupakan cuplikan dari konsep revolusi mental itu sendiri.
Jawaban Jokowi
Diskusi pada Jumat petang tersebut dipandu oleh presenter Najwa Shihab. Jokowi juga hadir di sana.
Jawaban atas pertanyaan tentang revolusi mental pun datang dari Jokowi.
Jokowi memulai jawabannya dengan menyebutkan tentang sebuah keharusan. Menurut dia, revolusi mental berarti warga Indonesia harus mengenal karakter orisinal bangsa.
Indonesia, sebut Jokowi, merupakan bangsa yang berkarakter santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong.
Dia mengatakan, karakter tersebut merupakan modal yang seharusnya dapat membuat rakyat sejahtera.
"Tapi saya juga ndak tahu kenapa, sedikit demi sedikit (karakter) itu berubah dan kita ndak sadar. Yang lebih parah lagi ndak ada yang nge-rem. Yang seperti itulah yang merusak mental," ujar Jokowi.
Perubahan karakter bangsa tersebut, kata Jokowi, merupakan akar dari munculnya korupsi, kolusi, nepotisme, etos kerja tidak baik, bobroknya birokrasi, hingga ketidaksiplinan.
Kondisi itu dibiarkan selama bertahun-tahun dan pada akhirnya hadir di setiap sendi bangsa.
"Oleh sebab itu, saya menawarkan ada sebuah revolusi mental," ujar Jokowi.
Pendidikan dan penegakan hukum
Terminologi "revolusi", kata Jokowi, tidak selalu berarti perang melawan penjajah.
Menurut dia, kata revolusi merupakan refleksi tajam bahwa karakter bangsa harus dikembalikan pada aslinya.
"Kalau ada kerusakan di nilai kedisiplinan, ya mesti ada serangan nilai-nilai ke arah itu. Bisa mengubah pola pikir, mindset. Titik itulah yang kita serang," ujar Jokowi.
Satu-satunya jalan untuk revolusi sebagaimana yang dia maksudkan itu, kata Jokowi, adalah lewat pendidikan yang berkualitas dan merata, serta penegakan hukum yang tanpa pandang bulu.
"Kita harus mengembalikan karakter warga negara ke apa yang menjadi keaslian kita, orisinalitas kita, identitas kita," tegas Jokowi.
Dia berkeyakinan, dengan komitmen pemerintah yang kuat disertai kesadaran seluruh warga negara, Indonesia dapat berubah ke arah yang lebih baik. [Democrazy/NW]