DEMOCRAZY.ID - PDIP dan Partai Gerindra berpotensi berduet pada Pemilu 2024 setelah dua kali perhelatan pemilu berduel secara berturut-turut.
Apabila hal ini terjadi maka pada Pilpres 2024 hanya ada dua pasangan calon capres-cawapres yang berkompetisi atau singkatnya menjadi pertarungan antara poros penerus legasi Jokowi Vs antitesa Jokowi. Tak kurang tak lebih.
Pengamat politik Ari Nurcahyo menilai kemungkinan tersebut terbuka terjadi.
Alasannya PDIP selaku parpol pemenang dua kali berturut-turut berada pada posisi yang menentukan terkait koalisi, sedangkan koalisi yang sekarang ini terbentuk maupun dalam penjajakan bukan koalisi permanen.
“Kalau PDIP-Gerindra berkoalisi artinya dua parpol pemenang pemilu bersatu. Berdasarkan hitung-hitungan kursi DPR saya melihat nantinya hanya dua poros saja yang terbentuk,” katanya ketika dihubungi, Sabtu (11/2/2023).
Menurut Ari, pertemuan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, dengan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, tidak membawa dampak terkait menguatnya koalisi.
Alasannya, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) bukan koalisi permanen.
Ari menilai koalisi yang permanen terbentuk apabila deklarasi satu paket dengan pasangan capres.
Melihat hasil survei yang kerap menunjukkan nama Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto selalu masuk tiga besar elektabilitas tertinggi maka nantinya hanya ada dua poros koalisi pada 024.
Harmonisnya hubungan PDIP-Gerindra atau Prabowo-Jokowi yang ditunjukkan dalam sejumlah kesempatan menunjukkan peluang kedua parpol nasionalis berkoalisi terbuka lebar. Artinya KIB maupun KIR berpeluang gabung dengan koalisi PDIP-Gerindra.
Efek Ekor Jas
Ari meyakini secara pragmatis parpol ingin memastikan kemenangan dengan merebut kursi parlemen.
Lantaran Pemilu 2024 digelar secara serentak maka parpol harus memiliki jagoan yang mampu membawa dampak elektoral (coat-tail effect).
Sedangkan nama ketum parpol yang langganan masuk bursa capres hasil survei lembaga yang kredibel hanya Prabowo Subianto.
Kader parpol yang diproyeksikan diunggulkan berdasarkan survei hanya Ganjar Pranowo. Sementara Anies dipersepsikan sebagai antitesa Jokowi.
Dengan demikian, dia meyakini pada Pilpres 2024 nantinya menjadi pertarungan poros koalisi penerus legasi Jokowi Vs antitesa Jokowi.
Artinya tak menutup kemungkinan adanya parpol anggota KIB maupun KIR merapat dengan kubu pro-perubahan.
Ari juga menyinggung terbuka adanya tiga poros koalisi yang bertarung nantinya.
Skenario ini berpeluang terjadi apabila KIB, gabungan parpol pendukung pemerintah merapat dengan PDIP.
Skenario ini potensi terjadi apabila Gerindra-PKB solid berkoalisi dan koalisi pendukung Anies terbentuk.
Skenario tiga poros terbentuk lantaran adanya hambatan posisi capres-cawapres antara koalisi PDIP-Gerindra.
Kendati PDIP menunjukkan gelagat sudah terbuka dengan Ganjar, bukan berarti Gerindra mau menempatkan Prabowo sebagai cawapresnya.
Dalam sejumlah kesempatan PDIP nampak membuka diri untuk Erick Thohir yang dekat dengan parpol anggota KIB.
Prabowo-Imin sedang membangun penjajakan sedangkan Anies-Khofifah diusulkan oleh Nasdem.
Kalaupun skenario ini terjadi maka tetap saja kesimpulannya pilpres 2024 menjadi pertarungan kubu penerus Jokowi Vs antitesa atau perubahan.
“Kemungkinan pilpres dua putaran dan Gerindra pada putaran kedua bakal merapat ke PDIP. Penting bagi Gerindra untuk mengusung Prabowo karena langkah ini membawa dampak elektoral coat-tail effect,” demikian Ari. [Democrazy/akurat]