DEMOCRAZY.ID - Ibrahim Gelar Datuk Sultan Malaka atau yang lebih dikenall dengan nama Tan Malaka adalah salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia.
Tan Malaka mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 53 yang ditandatangani pada 28 Maret 1963.
Namun, diberitakan Tempo pada 10 September 2009, nama Tan Malaka sebagai pahlawan nasional kurang dikenal karena kebijakan rezim orde baru yang dianggap sebagai antek komunis.
Tan Malaka lahir pada 2 Juni 1897 dari pasangan Rasad Caniago dan Sinah Sinabur.
Masa remaja Tan Malaka dihabiskan di Kweekschool, sekolah guru negara di Fort de Knock.
Kemudian pada 1913, Tan Malaka melanjutkan studi ke Rijkskweekschool atau sekolah pendidikan guru pemerintah di Belanda.
Tan Malaka menggemari karya-karya aliran kiri, seperti sosialisme dan komunisme, seperti tokoh Vladimir Lenin, Karl Marx dam Friedrich sejak duduk di bangku perkuliahan.
Ketertarikannya semakin kuat selepas kembali ke Indonesia dan mengabdikan diri untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh Sanembah, Sumatera Utara.
elama mengajar, Tan semakin merasakan penderitaan dan perbedaan kelas yang dialami orang-orang pribumi di Sumatera.
Pada 7 November 1948 Tan Malaka membentuk partai Musyawarah Rakyat Banyak atau Murba, partai ini menganut pemahaman antifasisme, antiimperialisme, dan antikapitalisme.
Setelahnya, Tan Malaka membentuk pasukan Gerilya Pembela Proklamasi guna melawan Belanda, tetapi tak mendapat dukungan TNI.
Dalam perjuangannya, Tan Malaka menjumpai halangan dan rintangan, mulai dari penangkapan dan pembuangan di Kupang, pengusiran dari negara Indonesia, seringnya konflik dengan Partai Komunis Indonesia hingga pernah diduga kuat sebagai dalang dibalik penculikan Sutan Sjahrir pada bulan Juni 1946.
Perjuangannya Tan Malaka harus terhenti pada 19 Februari 1949, karena dianggap berpaham kiri. Tan Malaka bersama pengikutnya ditangkap di Kediri, Jawa Timur.
Saat itu Tan Malaka dikabarkan dieksekusi mati dengan cara ditembak, kemudian jasadnya dimakamkan di Selopanggung, Kediri.
Kemudian dipindahkan di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
Keberadaan makam Tan Malaka di Desa Selopanggung ini merupakan hasil penelusuran sejarawan asal Belanda, Harry A. Poeze.
Selama lebih dari 30 tahun, Harry menelusuri jejak Tan Malaka di pelosok Tanah Air dan negara yang pernah disinggahi.
Bagi dia, sosok Tan Malaka cukup misterius dengan peran besar bagi pergerakan perjuangan Indonesia.
Sebelum berpulang, Tan Malaka sempat menulis beberapa karya yakni Naar de Republiek Indonesia, Tanah Orang Miskin di Het Vrije Woord edisi Maret 1920, Aksi Massa, Dari Penjara ke Penjara, Maifesto Jakarta, Rencana Ekonomi Berjuang, Pidato Purwokerto, Gerpolek: Gerilya, Politik, Ekonomi.
Buku Naar de Republiek Indonesia merupakan karya Tan Malaka yang menginspirasi Sukarno dan Bung Hatta membentuk Republik Indonesia.
Sebab buku ini berisi konsep bangsa Indonesia dan perjuangan kemerdekaan pribumi untuk lepas dari kolonialisme.
Maka itu, Tan Malaka mendapat julukan Bapak Republik Indonesia. [Democrazy/tempo]