EKBIS

Maaf Pak Jokowi, di Bidang Ini Anda Dibilang Gagal!

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
Maaf Pak Jokowi, di Bidang Ini Anda Dibilang Gagal!

Maaf Pak Jokowi, di Bidang Ini Anda Dibilang Gagal!

DEMOCRAZY.ID - Ekonomi Indonesia gagal mendapatkan momentum pertumbuhan tinggi tahun lalu, pasca pandemi Covid-19.


Ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 5,31% pada 2022. Pertumbuhan tertinggi di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.


Padahal, Jokowi sendiri di awal kepemimpinannya menargetkan pertumbuhan 7%. Pertumbuhan ini diyakini sebagai modal kuat untuk Indonesia menjadi negara maju. 


Kenyataannya selama delapan tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia bahkan belum mencicipi pertumbuhan di atas 6% per tahun.


Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata pertumbuhan ekonomi pada 2015-2022 mencapai 4% per kuartal. 


Pencapaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata per kuartal era awal reformasi (2000) hingga 2014 yakni 5,34%.


Ekonom Senior & Menteri Keuangan Indonesia (2014-2016) Bambang Brodjonegoro memperingatkan pemerintah, bahwa stagnasi pertumbuhan ekonomi 5% adalah ancaman bagi Indonesia yang memiliki cita-cita bisa menjadi negara maju pada 2045.


Seperti diketahui, Indonesia bercita-cita menjadi negara maju dan masuk sebagai kekuatan lima besar dunia, pada satu abad setelah kemerdekaan atau tepatnya pada 2045. 


Hal tersebut telah dituangkan dalam sebuah dokumen Visi Indonesia 2045.


"Karena seolah-olah pertumbuhan ekonomi Indonesia ini sudah agak stagnan di sekitar 5%. Padahal kita belum jadi negara maju," ujarnya.


Dia menambahkan biasanya stagnasi pertumbuhan ekonomi terjadi ketika negara itu sudah masuk jadi negara maju.


Sementara itu, Ekonom Senior Faisal Basri menjelaskan penyebab dari masalah ini adalah kondisi pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia yang saat ini mengalami penurunan sangat drastis, bahkan kondisi pertumbuhan sektor barang di Indonesia masih di bawah pertumbuhan ekonomi tahun ini yang mencapai 5,31%.


Pertumbuhan tinggi justru didominasi oleh sektor jasa sepanjang tahun 2022.


"Penurunan industri manufaktur dalam PDB di Indonesia kencang banget, belum tinggi sudah turun, terus turunnya tinggi sekali. Bandingkan dengan China, Thailand, Korea, Korea saja negara maju industrinya masih kencang. Indonesia sudah jauh meninggalkan industri bahkan ini akan disusul oleh Vietnam," katanya, dikutip Rabu (15/2/2023).


Adapun, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia mengalami penurunan drastis sejak 2001. 


Pada 2001, kondisi pertumbuhan manufaktur Indonesia mencapai 29,1%, namun sayangnya angka ini terus anjlok hingga 2022 yang hanya mencapai 18,3% saja.


Jika dibandingkan dengan negara lain, Faisal melihat puncak pertumbuhan manufaktur mereka jauh lebih tinggi dari Indonesia, seperti China di level 40,1%, Malaysia dan Thailand 31%. 


Bahkan, Faisal menekankan saat ini kondisi pertumbuhan manufaktur mereka masih tergolong tinggi dibandingkan Indonesia yang terus menurun.


"Industri kita baru 29% sudah turun, harusnya naik lagi, dia turunnya terlalu cepat makanya disebut early sign of deindustrialization," katanya.


Ia menilai Presiden Jokowi tidak mendorong terjadinya percepatan industrialisasi melainkan hanya berfokus pada penyelesaian proyek-proyek infrastruktur. 


Itulah kemudian yang menyebabkan rendahnya fasilitas dan modal industri di Indonesia.


"Pak Jokowi tidak meminta percepatan industrialisasi enggak, tapi semua proyek infrastruktur kelar sebelum dirinya lengser, jadi bangunan lagi kan. Pokoknya harus kelar, gitu. Industri memble bodo amat makanya Pak jokowi jarang sekali berbicara tentang visi industri, jarang, yang dia bicara adalah hilirisasi," ujarnya.


Pernyataan Faisal ini terkait dengan permintaan Presiden beberapa waktu lalu agar jajarannya segera merampungkan proyek infrastruktur sebelum 2024, termasuk proyek ibu kota negara (IKN).


Selain itu, menurut Faisal penyebab kegagalan industrialisasi era Jokowi karena adalah enggannya perbankan menyalurkan kredit ke sektor produksi barang. 


Menurut Faisal, salah satu sektor jasa yang berkembang yakni perbankan, namun sayangnya sektor ini justru menyalurkan kembali jasanya pada jasa keuangan. Oleh karena itu, permodalan industri tidak berkembang.


Ia menilai, bank malah justru membantu menopang keuangan negara dengan menjadi pemain terbesar dalam pembelian surat utang negara ketimbang menyalurkan kredit ke masyarakat. 


"Jadi pemerintah utangnya kan makin banyak, kata Ibu Sri Mulyani aman, ya aman memang tapi lihat kelakuan pemerintah yang utangnya makin banyak itu siapa yang paling banyak membeli surat utang pemerintah itu? jelas bank. Ini sebelum krisis (2020 akibat Covid-19) bank beli biar daripada menyalurkan kredit beli surat utang pemerintah," paparnya.


Menurutnya, kesalahan ini bersumber dari kesalahan pemerintah dalam melakukan penugasan pada bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 


Dimana dalam praktiknya bank BUMN menyuntik dana kepada perusahaan yang tidak bisa membayar hutang dan membentuk konsorsium pada proyek-proyek infrastruktur.


"Bank tidak pernah disuruh untuk menyalurkan kredit buat industri jadi tidak salah sepenuhnya bank. Jadi salah di penugasannya," pungkas Faisal. [Democrazy/cnbc]

Penulis blog