DEMOCRAZY.ID - Nahdlatul Ulama (NU) merupakan salah satu organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia yang tidak terlepas dari upaya-upaya menariknya ke dalam politik praktis.
Sebagai organisasi yang memiliki massa paling banyak dari berbagai kalangan, organisasi NU tidak melarang kader-kadernya untuk politik praktis.
Namun, upaya-upaya untuk menggunakan simbol dan identitas NU sebagai alat untuk politik praktis dan mengejar jabatan, merupakan hal yang harus dihindari.
“Jangan gunakan NU sebagai lembaga untuk politik praktis, itu tok,” ucap Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf dikutip dari kanal Youtube TVNU.
Gus Yahya tidak melarang kader-kader NU untuk berpolitik dari partai manapun, asal tidak menggunakan lembaga NU sebagai alat politik.
Komentar Gus Yahya tersebut tidak terlepas dari adanya beberapa kader-kader NU yang menggunakan kantor-kantor cabang NU sebagai tempat berpolitik praktis.
“Wo ya cerdas dikit, masa di kantor PC kayak nggak ada tempat lain gitu loh. Wung ya boleh kok, boleh sampeyan berpolitik itu, boleh, tapi jangan pakai lembaga NU,” jelas Gus Yahya.
Tidak hanya untuk individual kader, Gus Yahya juga turut mengingatkan partai-partai yang menyatakan diri paling NU untuk mematuhi aturan tersebut.
Upaya penggunaan identitas dan simbol-simbol NU dalam politik praktis ditujukan agar, menghindari sikap warga NU yang merasa bahwa yang bukan NU itu sebagai lawan.
Gus Yahya mengingatkan bahwa tidak ada lawan bagi NU, yang ada hanyalah saudara.
Jika sikap menganggap yang bukan NU itu lawan diteruskan, maka akan menimbulkan konflik.
Salah satu contoh yang dijelaskan oleh Gus Yahya adalah organisasi Hindu, RSS yang ada di India yang membentuk partai politik bernama Bharatia Janata Party (BJP).
Gus Yahya menjelaskan partai BJP tersebut terus berkampanye atas nama Hindu, sehingga mereka terus menjadi pemenang karena mayoritas warga India adalah Hindu.
Tapi yang terjadi justru warga India melihat yang bukan Hindu sebagai musuh, sehingga terjadilah diskriminasi, persekusi, dan penganiayaan terhadap yang bukan Hindu.
"Jangan sampai kita memicu yang sama di Indonesia ini, hanya cuma milik, keuntungan mendapatkan jabatan-jabatan di dalam politik di Indonesia ini," sebut Gus Yahya.
Gus Yahya juga mempertegas tidak ada kepentingan NU untuk politik Indonesia selain dari keselamatan bangsa dan negara. [Democrazy/HH]