DEMOCRAZY.ID - Pasca-demo Kepala Desa yang menuntut kenaikan masa jabatan menjadi 9 tahun, seluruh fraksi di DPR RI menyatakan setuju terhadap revisi Undang-Undang Desa terutama mengenai kenaikan masa jabatan Kepala Desa.
Publik menuding terdapat ketakutan dari Partai Politik apabila tidak mengabulkan permintaan Kepala Desa maka akan berpengaruh terhadap suara partai politik di perdesaan, namun apakah pengaruh Partai Politik di perdesaan tidak sekuat Kepala Desa?
Sebuah video bernada ancaman dari Kepala Desa yang demo di DPR RI viral.
Video tersebut menampilkan tekanan dari Kepala Desa apabila Partai politik tidak menyetujui tuntutan perpanjangan masa jabatan 9 tahun, maka Kepala Desa akan memboikot suara Partai Politik Pemilu tahun 2024.
"Selamat tinggal Jakarta, sembilan tahun saya tunggu kabarmu. Kalau nggak, tak habisi 2024! Semangat!," ujar seorang Kepala Desa pada video viral tersebut. Partai politik yang tak mendukung kita habisi di desa," sahut Kepala Desa lainnya.
Seperti itulah nada ancaman pada video viral tersebut.
Potensi ketakutan tersebut bukan tanpa sebab. Pemilu tahun 2024 berbeda dengan pemilu sebelumnya, Pemilu tahun 2024 merupakan Pemilu serentak yang menggabungkan seluruh pemilihan, dari Pilpres, Pileg, dan Pilkada dalam satu agenda yang menghasilkan efek buntut jas (coattail effect) sangat besar.
Tentu pengaruhnya cukup besar apabila Kepala Desa mengarahkan pengaruhnya supaya masyarakat memboikot partai politik yang tidak setuju akan perpanjangan masa jabatan kades, dengan begitu Partai Politik mengalami ketakutan suaranya akan digembosi.
Secara aturan tertulis, sistem Pemerintahan Desa berbeda dengan sistem Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan Kota/Kabupaten.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2024 tentang Desa tidak mengatur pemerintahan Lembaga eksekutif dan lembaga legislatif, dan tidak mengatur keterlibatan Partai Politik pada Pemerintahan Desa.
Bahkan Kepala Desa dilarang berpartai politik. Berbeda dengan pemerintahan di atasnya, kecuali Kecamatan, bahwa peran Partai Politik cukup besar untuk mengendalikan Pemerintahan bahkan lembaga eksekutif.
Dari aturan di atas, bahwa Pemerintahan Kepala Desa tidak terganggu dengan tekanan dari Partai Politik, maka posisi politik Kepala Desa cukup kuat untuk menuntut kenaikan masa jabatan menjadi 9 tahun, sebab Kepala Desa tidak perlu khawatir terhadap guncangan dari lembaga legislatif yang berisi Partai Politik akan terjadi seperti yang dapat terjadi pada Pemerintahan Pusat hingga Kabupaten/Kota.
Partai Politik Lemah?
Keputusan seluruh fraksi di DPR RI menyetujui kenaikan masa jabatan Kepala Desa cukup pragmatis, sebab partai politik diperkirakan khawatir kehilangan kantong suaranya di perdesaan karena diboikot oleh Gerakan dari Kepala Desa yang mempengaruhi masyarakatnya.
Keputusan yang diambil Partai politik sebetulnya menunjukkan bahwa partai politik tidak memiliki daya tawar politik di wilayah perdesaan.
Pada Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyatakan bahwa Partai politik dapat dibentuk hingga tingkat Kelurahan/desa.
Dari aturan tersebut dapat dimaknai bahwa ketakutan partai politik terhadap kekuatan Kepala Desa menujukkan lemahnya pengaruh Partai Politik di perdesaan, sebab dengan diperbolehkan Partai Politik terbentuk di desa seharusnya tidak menjadi ketakutan dari partai politik untuk mempertahankan suaranya dari kecaman Kepala Desa untuk menggembosi suara partai politik.
Partai politik memiliki fungsi, seperti melakukan rekruitmen politik, sosialisasi politik, hingga menciptakan konsensus politik.
Dengan fungsinya tersebut, seharusnya Partai Politik tidak perlu risau untuk menciptakan kader politiknya untuk menandingi pengaruh Kepala Desa, bahkan seharusnya Partai Politik sudah memiliki figur kader yang kuat di desa tersebut yang dapat melawan pengaruh ancaman dari Kepala Desa terhadap suara Partai Politik.
Fungsi lainnya seperti sosialisasi politik dan konsensus politik semestinya dapat menjadi senjata ampuh untuk melawan ancaman Kepala Desa, partai politik bisa saja melakukan propaganda terhadap potensi bahaya apabila masa jabatan Kepala Desa dinaikan Sembilan tahun bagi desa tersebut.
Sayangnya, hal-hal tersebut tidak dilakukan oleh partai politik dan partai politik memilih jalur aman dengan keputusan pragmatis.
Partai politik perlu merenungi lembaganya sendiri, dengan segala keputusan dan kekalahan pengaruh partai politik terhadap Kepala Desa karena ketakutan Partai Politik.
Apakah suara, kader, dan pemilih di akar rumput yaitu perdesaan dari Partai Politik sudah kuat untuk mengarungi Pemilu tahun 2024?
Tidak kalah penting lagi bagi publik, apakah Partai Politik terutama yang sudah memiliki basis di perdesaan sudah menjalankan fungsinya untuk menangkap aspirasi masyarakat perdesaan atau tidak? Sebab apabila fungsi Partai Politik dijalankan, seharusnya Partai politik memiliki pengaruh yang besar bagi masyarakat perdesaan, dan tidak perlu takut kalah pengaruh terhadap Kepala Desa. [Democrazy/kumparan]