AGAMA ISLAMI POLITIK

DPR Bongkar Dugaan Mark Up Biaya Haji: Gelang Haji Yang Hanya Rp5.000 Dianggarkan Rp30.000!

DEMOCRAZY.ID
Januari 02, 2024
0 Komentar
Beranda
AGAMA
ISLAMI
POLITIK
DPR Bongkar Dugaan Mark Up Biaya Haji: Gelang Haji Yang Hanya Rp5.000 Dianggarkan Rp30.000!


DEMOCRAZY.ID - Usulan Kementerian Agama (Kemenag) agar ada kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (BIPH) 2023 sebesar Rp 69,19 juta menuai polemik ditengah publik. Alasannya, ongkos sebesar itu memberatkan para jemaah haji. 


Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid mengungkapkan, salah satu penyebab biaya haji membengkak, karena banyak komponennya yang dengan sengaja di mark up (dilebihkan). Contohnya gelang haji.


Wachid mengaku mendapat keterangan langsung dari para produsen gelang haji di kampung halamannya, Jepara, Jawa Tengah, bahwa biaya gelang haji hanya sebesar Rp5.000. 


Namun, biaya yang dianggarkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) adalah sebesar Rp30 ribu, atau lima kali lipat dari biaya sesungguhnya.


"Saya ini orang Jepara, dari dulu sampai sekarang yang bikin gelang haji itu orang Jepara, kampung saya. Saya sudah undang mereka dan saya tanya, berapa biaya gelang haji, mereka jawab dikasih harga Rp5 ribu. Tapi oleh Kementerian Agama gelang itu dihargai Rp30 ribu," kata Wachid saat dihubungi, Selasa (7/2/23).


Menurut Wachid, dirinya telah mengkalkulasi biaya gelang haji yang seharusnya hanya sekitar Rp1 miliar untuk 221.000 jemaah, namun dianggarkan lebih dari Rp7 miliar.


Bahkan, Wachid mengaku telah menyisir berbagai komponen biaya haji tahun 2022 yang nilainya mencapai Rp98 juta. Ia menemukan banyak sekali anggar yang tidak rasional.


"Jujur dari situ saya merasa berdosa karena telah memberikan persetujuan biaya haji 2022. Saya kecewa dengan berbagai komponen seperti pesawat, katering, hotel yang tidak sesuai. Bahkan sampai gelang haji pun saya tahu dan saya kecewa," kata Legislator Dapil Jawa Tengah ini.


 Apabila komponen biaya haji dihitung secara riil, lanjut Wachid, maka besaran biayanya tidak akan lebih dari Rp80 juta.


"Jadi biaya haji keseluruhan (2022) kalau kita hitung sekitar Rp20 triliun. Nah, itu dikorupsi 5 persen saja sudah Rp1 triliun. Padahal saya hitung (korupsi nya, red) lebih 5 persen, bisa 10 persen. Ngeri tidak? Orang ibadah kok dikorupsi. Kalau dia tahu, agama harusnya tidak korupsi. Ini watak saya, saya tidak takut (menyampaikan ini, red)," tegas Wachid. 



Yaqut Usulkan Naik, DPR Bongkar Dugaan Mark Up Biaya Haji, Hersubeno Arief: Keterlaluan Ini


Belakangan publik dihebohkan dengan usulan Kementerian Agama (Kemenag) dalam menaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1444 H/2023 M sebesar Rp69,1 juta.


Jumlah yang diusulkan oleh Kemenag itu sebesar 70% dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98,8 juta.


Usulan kenaikan BIPH tersebut disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas saat menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR beberapa waktu lalu.


Jurnalis senior Forum News Network (FNN) Hersubeno menilai, kenaikan Bipih tahun 2023 sangat keterlaluan.


“Ini naiknya sangat tinggi, keterlaluan memang ini. Dari semula Rp39,8 juta menjadi Rp69 juta,” kata Hersubeno Arief.


Hersubeno Arief pun menyinggung pernyataan Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Ismed Hasan Putro yang menyebut biaya haji bisa ditekan hingga maksimal Rp50 sampai Rp55 juta saja.


Hersubeno Arief mengatakan, selain komposisi dana manfaat yang dipangkas, ternyata banyak inefesiensi dan bahkan penyimpangan.


Salah satu yang sangat mencolok menurut Hersubeno Arief adalah dugaan mark up komponen haji yang diungkap oleh Anggota Komisi VIII DPR RI sekaligus Anggota Panja BPIH, Abdul Wachid.


“Ini yang sangat mencolok ini ya. Bukan hanya mencolok, dan ini membuat saya juga kaget,” ujarnya.


Hersu, sapaan akrab Hersubeno Arief, mengungkapkan Abdul Wachid menemukan bahwa biaya gelang haji dimark up sampai hampir enam kali lipat.


“Bayangkan, biaya riil pembuatan gelang itu hanya Rp1,2 miliar. Namun, dalam rincian anggaran yang diterima anggota DPR, nilainya itu sebesar Rp7 miliar,” ucapnya.


“Ini kalau saya hitung-hitung, ini hampir enam kali lipat. Itu baru dari gelang haji, belum lagi dari komponen-komponen lain yang diduga sudah dimark up,” tambahnya, dikutip dari kanal YouTube Hersubeno Point pada Kamis, 9 Februari 2023.


Meski demikian, kata Hersu, tidak semua dugaan mark up dilakukan di Kemenag. Menurutnya, hal ini juga berkaitan dengan counterpart di Arab Saudi.


Lebih lanjut, ia juga menyinggung kinerja Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).


Ia menilai, saat ini BPKH terkesan bukan lagi sebagai badan yang mandiri.


“Ini seolah-olah berada di bawah Kementerian Agama dan nurut apa saja yang dimaui oleh Kementerian Agama,” tutur Hersubeno Arief.


Hal ini juga yang disampaikan oleh Abdul Wachid. Menurutnya, BPKH tidak punya gigi dan malah diam seribu bahasa terkait kenaikan biaya haji 2023.


Padahal, kata Abdul Wachid, BPKH seharusnya diikut sertakan dalam pembicaraan usulan kenaikan biaya haji.


Tak hanya Abdul Wachid, kinerja BPKH juga dikritik oleh anggota Komisi VIII DPR lainnya, yakni Jhon Kenedy Azis dan Buchori Yusuf.


Mereka mempertanyakan mengapa Kementerian Agama yang justru mengusulkan kenaikan biaya haji 2023. 


Jika Benar Ada Dugaan Mark Up Komponen Biaya Haji, FITRA: Silakan Dilaporkan ke KPK!


Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mendukung upaya atau langkah elemen masyarakat termasuk kalangan wakil rakyat di Senayan (anggota DPR RI) yang ingin membongkar adanya dugaan mark up komponen biaya haji.


Sebelumnya, Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid menduga adanya aroma mark up dalam sejumlah komponen biaya haji seperti pengadaan gelang untuk jemaah haji, katering, hotel hingga biaya transportasi udara.


“Jika dugaan itu ada bukti-bukti kuat sebaiknya silahkan disampaikan (ke KPK). apalagi itu disampaikan oleh DPR,” ucap Peneliti FITRA, Badiul Hadi kepada wartawan, Rabu (08/02/2023).


Badiul juga menekankan agar stakeholders terkait yang mengelola keuangan haji mengedepankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas yang kredible.


“Pengelolaan dana haji, transparansinya lebih maksimal, misalnya terkait rincian biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sehingga masyarakat bisa mengetahui informasi itu secara detail dan rinci,” tandasnya.


“Misalnya adanya penurunan biaya Masyair, penerapan pajak oleh otoritas Arab Saudi dalam hal ini General Authority of Zakat and Tax (GAZT) bagaimana dampaknya terhadap BPIH, kebijakan kenaikan biaya transportasi dan akomodasi oleh pemerintah Arab Saudi, depresiasi nilai Rupiah atas Riyal Saudi Arabia (SAR) dari Rp 3.846 per riyal diperkirakan menjadi Rp 4.080 per riyal. hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap BPIH, pemerintah perlu informasikan secara baik ke publik,” sambungnya.


Tak hanya itu, Badiul juga menekankan agar rencana kenaikn BPIH yang mencapai Rp60 juta lebih juga informasi detailnya harus diampaikan kemasyarakat secara sederhana dan mudah (tanpa mengabaikan subtans informasi) dipahami masyarakat.


“Termasuk bagaimana pengelolaan nilai manfaat dari bagi hasil atau bunga bank dari investasi dana jamaah haji, yang diperkirakan tahun 2022 mencapai Rp 166 triliun harus disampaikan kepada masyarakat. Transparansi pengelolaan dana haji akan berdampak kepercayaan masyarakat dan itu bisa jadi sarana pemerintah memperbaiki pelayanan ibadah haji baik saat di Indonesia maupun saat di Arab Saudi,” tuntasnya. [Democrazy]

Penulis blog