DEMOCRAZY.ID - Partai Demokrat membalas sindiran Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebut mantan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lupa sejarah terkait sistem Pemilu. PD menyebut Hasto trauma dengan kasus Harun Masiku.
"Saya curiga Hasto ngebet sekali dorong proporsional tertutup karena dia sangat trauma dengan kasus Harun Masiku. Dia bahkan nggak bisa bedakan mana kehendak rakyat mana kehendak elite. Pesan Pak SBY jelas sekali. Tanya dulu kehendak rakyat!" kata Elite Partai Demokrat (PD) Irwan Fecho, dalam keterangannya, Minggu (19/2/2023).
Irwan mengatakan SBY mempertanyakan urgensi dan alasan kuat mengubah sistem Pemilu.
Irwan meminta Hasto fokus menjawab pertanyaan SBY, bukan justru membandingkan perubahan sistem Pemilu di 2008.
"Urgensi dan alasan kuat untuk mengubah sistem Pemilu saat ini apa? Itu yang ditanyakan pak SBY. Harusnya fokus jawab itu. Bukan justru membandingkan perubahan sistem pemilu di 2008," tuturnya.
Sebab menurut Irwan, perubahan sistem Pemilu di 2008 adalah kehendak rakyat. Sementara sistem proposional tertutup disebut merupakan warisan orba.
"Perubahan sistem Pemilu di 2008 menjadi proporsional terbuka adalah murni kehendak rakyat, pekerjaan rumah pasca reformasi yang belum diselesaikan pemimpin pemerintahan sebelumnya," tuturnya.
"Sistem pemilu tertutup itu warisan orba. Apakah Hasto mau kembali ke sistem orba? Rakyat berhak memilih langsung wakilnya sesuai yang mereka inginkan dalam pemilihan langsung. Rakyat bisa menagih langsung ke wakil rakyat yg mereka pilih dibanding wakil mereka yang dipilih oleh elite partai," sambungnya.
Sebelumnya SBY mempertanyakan situasi kegentingan apa yang mengharuskan sistem pemilu harus diubah.
SBY mencontohkan situasi krisis pada tahun 1998, ketika reformasi terjadi dan rezim Orde Baru Soeharto berakhir.
"Apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di negara kita, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya, sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan," ujar SBY dalam tulisannya di Facebook yang dibagikan kepada wartawan, Minggu (19/2).
Merespons hal itu, Hasto menyebut SBY lupa dirinya pernah mengganti sistem Pemilu pada 2008 silam.
Hal itu ditempuh melalui mekanisme judicial review yang diajukan kader Demokrat.
"Pak SBY kan tidak memahami jas merah. Pak SBY lupa bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review," kata Hasto kepada wartawan di Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (19/2/2023).
Hasto mengatakan saat itu SBY mengganti sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup hanya 4 bulan sebelum Pemilu.
Dia menyebut saat itu SBY mengubah sistem pemilu demi meraup keuntungan jangka pendek.
"Itu hanya beberapa bulan, sekitar 4 bulan menjelang pemilu yang seharusnya tidak boleh ada perubahan, ternyata itu kan ditempatkan sebagai bagian dari suatu strategi kemenangan jangka pendek, sehingga dengan melakukan segala cara akhirnya Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen," tegas Hasto.
"Bayangkan dengan PDI perjuangan yang ketika berkuasa, kenaikannya hanya 1,5 persen, sehingga mustahil dengan sistem multi partai yang kompleks suatu partai bisa menaikkan suaranya bisa 300 persen dan itu tidak mungkin terjadi tanpa kecurangan masif, tanpa menggunakan beberapa elemen dari KPU yang seharusnya netral dan itu dipakai dan dijanjikan masuk ke dalam kepengurusan partai tersebut," lanjut Hasto. [Democrazy/detik]