DEMOCRAZY.ID - Tampaknya, isu mengenai Perppu Omnibuslaw atau Cipta Kerja terus bergulir. Desakan agar presiden di-impeach semakin kuat. Suara itu datang dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie.
Selain itu, hari ini, 5 Januri 2022, sekitar pukul 11.00-an, aktivis buruh dan sejumlah aktivitas lain akan membacakan pernyataan sikap di depan pagar gedung DPR RI.
“Ini satu hal yang sebenarnya dari awal kita prediksi bahwa kekuasaan akan makin arogan. Nggak mungkin kekuasaan itu mengurangi ambisinya karena dia sendiri legitimasinya kurang. Jadi sebetulnya kalau merasa legitimasinya kuat, santai aja,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Kamis (05/01/23) yang dipandu Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, menanggapi hal tersebut.
Jadi, tambah Rocky, karena di ujung pemerintahan rezim Jokowi ini berbagai macam kelemahan berlangsung, lalu ingin diperkuat dengan menjadi otoriter.
Sikap-sikap semacam ini yang menunjukkan bahwa presiden Jokowi sudah sangat lemah. Orang yang lemah itu akan menggunakan kekuatan terakhirnya untuk seolah kuat. Itu dasar sosiologisnya.
Kalau kita lihat dasar yuridisnya, menurut Rocky, tentu tidak ada lagi cara untuk membenarkan apa yang disebut sebagai Perpu itu. Sudah berkali-kali kita terangkan pada kekuasaan bahwa Perppu itu bahaya dalam demokrasi.
Perppu memang disediakan sebagai cara darurat. Tetapi, kalau kedaruratan itu dia rencanakan sendiri, itu artinya dia hanya mau menyelamatkan dirinya sendiri, bukan negeri ini. Negeri ini menuntut supaya Perppu itu justru dibatalkan, dia mau unjuk rasa besar-besaran, lalu ada korban. Itu menunjukkan bahwa rakyat tidak bersepakat dengan isi Perpu yang menguras sumber daya, tetapi melemahkan buruh.
Isi Perppu sebetulnya adalah menumpukkan kekayaan pada 3 - 4 orang, tetapi rakyat di bawah tidak dapat kesejahteraan, lanjut Rocky. “Jadi, secara sosiologis, apalagi secara filosofis, Perppu itu bertentangan dengan maksud awal dari keadilan sosial yang adalah dasar dari segala dasar hukum ,” tegas Rocky.
Bukan baru kali presiden menggunakan siasat-siasat seperti ini. Sudah berkali-kali Presiden Jokowi mengeluarkan aturan yang sebetulnya dari awal sudah ditolak secara halus, misalnya oleh para ahli tata negara.
Tetapi, dia cari akal untuk menyogok ahli hukum tata negara yang lain supaya bisa diloloskan. Hal itu yang membuat orang semacam Jimly Asshiddiqie menganggap bahwa ini sudah keterlaluan, karena sudah bermacam-macam kasus seperti ini dia lakukan.
Kasus pertama, kata Rocky, adalah penunjukan Kepala Daerah. Itu sudah melanggar kedudukan rakyat, melanggar pasal 2 ayat 1, Pasal 1 ayat 2 bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, bukan di tangan Presiden. Jadi, berkali-kali presiden melakukan pelanggaran konstitusi.
“Jadi, sekali lagi, tumpukan persoalan ini akhirnya disodorkan oleh sejarah untuk diputuskan secara moral, bukan secara politik, bukan secara etis,” kata Rocky.
Tentu secara moral Mahfud MD tahu bahwa ini salah, tapi kenapa dia masih berpihak di situ. Pak Jimly secara moral tahu ini salah maka dia lakukan gugatan. Jadi, kata Rocky, boleh kita membuat perdebatan tentang status Perppu dalam sistem hukum kita, tetapi intinya profil itu dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai cacat di dalam proses pembuatan. Tidak ada partisipasi yang bermakna.
"Artinya, itu barang busuk dan tidak diproses melalui prosedur formal yang etis, yang sound, yang bersih,” ujar Rocky.
Jadi, lanjut Rocky, kenapa kekotoran itu di-Perppu-kan? Jadi, Presiden Jokowi melanggengkan kekotoran proses hukum.
“Ini yang tidak boleh dibantah oleh Pak Mahfud karena dia ada di dalam. Justru karena dia lihat itu kotor maka dia yang ada di dalam keluar dong, masa tinggal di ruangan kotor,” kata Rocky.
Sebagai orang yang pernah menjadi hakim MK, Mahfud MD pasti tahu ada mekanisme yang disebut dissenting opinion.
Kalau tidak, orang akan bertanya-tanya, bukankah banyak sekali ahli hukum di lingkungan Pak Jokowi, ahli hukum tata negara, pidana, dan sebagainya, yang bisa memberikan opini bahwa apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi sangat berbahaya.
Pertama, jelas melecehkan lembaga tinggi negara lain Mahkamah Konstitusi). Kedua, itu juga sangat berbahaya buat Pak Jokowi sendiri, karena bisa ke arah pemakzulan.
“Iya, itu kan Pak Mahfud melecehkan lembaga yang dia pernah pimpin sendiri. Begitu jalan pikirannya. Tapi, kalau memang Pak Mahfud punya niat untuk menjatuhkan Pak Jokowi, ya kita sambut itu. Dia umpankan saja agar presiden terus menerus membuat kesalahan,” tukas Rocky.
Dengan demikian, DPR akan merasa bahwa sudah keterlaluan. Kalau tidak, rakyat saja yang akan bicara, tapi rakyat sepertinya sudah tidak punya gairah karena melihat politik kita sudah membusuk.
Tetapi, kata Rocky, satu soal yang seringkali kita lupa bahwa nyala lilin itu padam tiba-tiba dan tinggal sumbunya. Istana itu sebetulnya berupaya untuk menegakkan benang basah, berupaya untuk memperpanjang sumbu lilin, berupaya untuk menghalangi badai, tapi tidak bisa.
Menurut Rocky, hal-hal seperti ini, kalau dibilang bisa di-impeach, memang dari awal bisa di-impeach. Dari janji-janji yang tidak dipenuhi Presiden, itu sudah potensi di-impeach, karena artinya dia berbohong.
Kalau melanggar konstitusi ada pasalnya, tetapi melanggar etika tidak ada pasalnya. Itu yang namanya moral call para pemimpin.
“Kita tidak ada soal, kita dorong saja pembusukan. Kalau bisa seluruh DPR setujui supaya yang dicoblos para pelajar supaya rakyat tahu bahwa ini busuk semua, supaya DPR menyetujui Perppu itu supaya rakyat tahu bahwa ini keropos semua,” tegas Rocky.
Jadi, menurut Rocky, memang ada satu kebulatan tekad dari rakyat untuk mendorong supaya proses pembusukan dipercepat.
Sekarang bola bergulir di DPR. Harusnya, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan impeachment adalah MPR, tetapi DPR yang harus mengambil inisiatif. Setidaknya ada dua partai oposisi di DPR, yaitu PKS dan Demokrat. Mari kita lihat apakah mereka berani mengambil inisiatif soal itu? [Democrazy/FNN]