HUKUM

Pakar Hukum: Para Ahli Perumus Perpu Cipta Kerja Tidak Paham Perundang-undangan!

DEMOCRAZY.ID
Januari 09, 2023
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Pakar Hukum: Para Ahli Perumus Perpu Cipta Kerja Tidak Paham Perundang-undangan!

Pakar Hukum: Para Ahli Perumus Perpu Cipta Kerja Tidak Paham Perundang-undangan!

DEMOCRAZY.ID - Beberapa pakar mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau perpu cipta kerja tidak berpihak kepada masyarakat. 


Akademisi dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai bahwa yang diuntungkan dari aturan tersebut adalah investor.


“Siapa yang diuntungkan kan sudah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Airlangga Hartarto) ya, ini Perpu untuk investor. Kepastian ekonomi investasi, ya investor yang akan diuntungkan,” ujar dia alam Forum Diskusi Salemba 87 yang digelar virtual pada Sabtu, 7 Januari 2022.


Feri melanjutkan, memang para investor tersebut mendapatkan kepastian investasi. 


Namun, kata dia, publik mengkritik Perpu Cipta Kerja karena tidak memperjuangkan kepentingan masyarakat. 


"Sehingga nanti yang dirugikan adalah masyarakat itu sendiri."


Selain itu, dia menambahkan, ada lagi yang diuntungkan, yaitu ahli hukum di pemerintahan yang memberikan stempel sampai diterbitkannya Perpu Cipta Kerja itu. 


Karena, kata Feri, mungkin orang tersebut mendapat proyek atau setidaknya mencari proyek melalui aturan baru tersebut. 


Apalagi perumusan perpu tidak sesuai dengan konsep ilmu perundang-undangan.


Feri pun menilai bahwa ahli-ahli yang dikumpulkan dalam proses pembahasan Perpu tidak terlalu paham soal ilmu perundang-undangan. 


“Kelihatan kok Perpu ini tidak detail di konsep ilmu perundang-undangan jadi ketahuan lah bahwa ini tidak mengikuti ilmu perundang-undangan, karena dipaksakan,” tutur Feri.


Sementara, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan bahwa orang-orang yang berada di level elitlah yang mendapatkan keuntungan dari terbitnya Perpu yang akan menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja itu. 


DPR dan MPR, kata dia, menjadi bagian yang mendapatkan keuntungan dari adanya Perpu itu.


“Itu dijabarkan oleh kita di Buku Kitab Oligarki Omnibus UU Cipta Kerja, jadi namanya cipta kerja itu siapa yang dapat untung itu dari seluruh rangkaian proses itu sangat banyak,” ucap Isnur.


Dia pun mengingat lagi soal Satgas Omnibus Law yang dipimpin oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pada 2020, Rosan Roeslani. 


Isnur mengatakan bahwa saat itu Sekretaris Jenderal Kementerian, Rektor, dan lain-lain itu dipimpin oleh pengusaha—di mana yang paling banyak terlibat dari pihak Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo.


“Buruh dan akademisi ya dipinggiran saja, kan enggak terlibat,” kata Isnur.


Selain itu, di Kitab Oligarki Omnibus UU Cipta Kerja juga dipaparkan bahwa bagaimana kepentingan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Airlangga Hartarto) dalam penyusunan aturan itu. 


“Dia punya bisnis apa? Dia namanya tertulis di perusahaan mana? Sehingga dia berkepentingan dengan lahirnya cipta kerja ini,” ujar dia.


Isnur pun mencontohkan, bagaimana agar royalti 0 persen bagi perusahaan batu bara yang melakukan peningkatan nilai. 


Kemudian dia mempertanyakan siapa saja di pemerintahan ini yang memiliki relasi kuat dengan orang-orang di dalam bisnis tambang batu bara. 


“Ya Pak Luhut misalnya saya ingin sebut, punya relasi sangat banyak dengan perusahan-perusahaan tambang,” tutur Isnur.


Presiden Joko Widodo alias Jokowi resmi meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan diumumkan Jumat, 30 Desember 2022. 


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku dipanggil oleh Jokowi untuk menyampaikan penetapan Perpu tersebut.


Menurut dia, Jokowi juga sudah berbicara dengan Ketua DPR Puan Maharani soal keputusan tersebut. 


“Pada prinsipnya ketua DPR sudah terinformasi mengenai Perpu tentang Cipta Kerja dan ini berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU7/2009,” ujar dia dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring melalui akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat.


Airlangga merincikan berbagai pertimbangan pemerintah menerbitkan Perpu tersebut. Pertama, menurut dia, ada kebutuhan mendesak. 


Airlangga mengutarakan pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang berkaitan dengan ekonomi Indonesia yang tengah menghadapi ancaman resesi, peningkatan inflasi, maupun stagflasi.


Menurut Airlangga, sudah 30 negara berkembang kini menjadi pasien IMF. 


“Bahkan beberapa negara berkembang yang sudah masuk kepada IMF itu lebih dari 30 dan sudah antre juga 30. Jadi kondisi krisis ini untuk emerging development country sangat riil,” ucap Airlangga.


Dia pun menyinggung soal kondisi geopolitik, perang Ukraina-Rusia, dan konflik lainnya yang belum selesai. 


Menurut Ailangga, pemerintah Indonesia menghadapi dampak karena perang itu berimbas ke krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim. 


“Putusan MK terkait dengan Undang-Undang Cipta Kerja ini sangat mempengaruhi perilaku dunia usaha baik di dalam maupun di luar negeri,” tutur dia. 


“Mereka hampir seluruhnya masih menunggu keberlanjutan dari Undang-undang Cipta Kerja.” [Democrazy/tempo]

Penulis blog