HUKUM

'Sulit Dipahami Logikanya' Komentar ICW Usai Dengar Luhut Sebut OTT Bikin Nama Indonesia Jelek

DEMOCRAZY.ID
Desember 21, 2022
0 Komentar
Beranda
HUKUM
'Sulit Dipahami Logikanya' Komentar ICW Usai Dengar Luhut Sebut OTT Bikin Nama Indonesia Jelek

'Sulit Dipahami Logikanya' Komentar ICW Usai Dengar Luhut Sebut OTT Bikin Nama Indonesia Jelek

DEMOCRAZY.ID - Indonesia Corruption Watch atau ICW berpendapat bahwa operasi tangkap tangan (OTT) selama ini terbukti ampuh membersihkan seluruh cabang kekuasaan, mulai dari eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. 


Selain itu, pengungkapan melalui mekanisme OTT juga telah berhasil menyeret ratusan orang, baik pejabat, aparat penegak hukum, maupun pihak swasta ke proses persidangan.


Itu disampaikan peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam merespons pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan. 


Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu menyebut OTT tidak baik dan hanya membikin citra Indonesia menjadi jelek.


"Dengan penjelasan tersebut, maka semakin jelas bahwa OTT berdampak besar membantu negara menangkap pejabat korup. Pertanyaan lebih lanjut, apakah saudara Luhut Binsar tidak senang jika KPK, yang mana merupakan representasi negara, melakukan pemberantasan korupsi?" kata Kurnia saat dikonfirmasi, Rabu (21/12/2022).


Kurnia juga merasa sulit untuk memahami logika berpikir Luhut terkait penyataan OTT hanya membikin Indonesia jelek. 


Dalam pandangan ICW, ketika pemberantasan korupsi dilakukan secara maksimal, maka dengan sendirinya citra Indonesia akan membaik dan diikuti dengan apresiasi dari dunia.


"Selain itu, Luhut mengatakan OTT membuat citra Indonesia jelek. Sejujurnya, kami sulit memahami logika berpikir saudara Luhut," sambungnya.


Oleh karena itu, ICW meminta Luhut untuk membaca pemberitaan di tahun 2013 lalu. 


Sebab, pada periode tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat membanggakan Indonesia karena mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award karena terbukti berhasil memberantas korupsi secara masif.


"Jadi, kami menduga dua hal. Pertama, saudara Luhut kurang referensi bacaan terkait dengan pemberantasan korupsi. Dua, saudara Luhut tidak paham apa yang Ia utarakan," beber Kurnia.


Kurnia menambahkan, OTT merupakan cara KPK dalam melakukan penindakan. 


Atas dasar itu, maka OTT tidak boleh dicampuri oleh cabang kekuasaan manapun, termasuk eksekutif, apalagi Luhut.


"Jadi, kami merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo agar menegur saudara Luhut dan memintanya untuk tidak lagi mencampuri urusan penegakan hukum."


Sebelumnya, Luhut menyatakan OTT yang sering dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak baik bagi Indonesia. 


Menurutnya, digitalisasi di berbagai sektor harus dilakukan dan KPK tidak perlu lagi melakukan OTT.


"Bukan jelek, ya jelek buat kita dong, karena kita bikin peluang ada OTT, kalau semua udah digitalize kan enggak mungkin lagi ada OTT, bagus kan,” kata Luhut kepada wartawan pada Selasa (20/12/2022) kemarin.


Dalam sambutannya ketika menghadiri Peluncuran Aksi Pemcegahan Korupsi 2023-2024 yang diadakan KPK bersama sejumlah kementerian-lembaga di kawasan Jakarta Pusat, Luhut mengemukan dampak positif dari digitalisasi.


Salah satunya sudah terdapat 14 pelabuhan di Indonesia yang tergiditalisasi. Ditargetkan, selanjutnya harus ada 149 pelabuhan kecil terdigitalisasi.


Luhut juga memaparkan terkait E-Katalog yang merupakan salah satu contoh dari digitalisasi. 


Dia menyebut, di dalamnya bisa dimasukan perputaran uang senilai Rp. 1.600 triliun.


"Yaitu Rp 1.200 triliun dari belanja pemerintah dan Rp 400 triliun belanja dari BUMN. Itu sama dengan 105 miliar dolar (Amerika Serikat)," kata Luhut.


Lewat E-Katalog KPK tidak perlu susah-susah lagi megawasi dugaan tindak pidana korupsi. 


Kata dia, KPK hanya perlu mengawasi segala aktivitas perputaran uang di dalamnya.


"Jadi kita tidak usah nyari mana, macam korupsi, yaitu salah satu tempat korupsi. Jadi sarangnya targetin. Jadi kalau ini kita bereskan keluar itu pasti makin baik," ujarnya.


Luhut menambahkan, digitalisasi menjadi salah satu dari empat pilar penting. 


Baginya, jika semua sudah terdigitalisasi, tidak ada lagi yang perlu di khawatirkan.


"Saya bicara di live Bloomberg, saya jelaskan mengenai Indonesia. Saya bilang ada 4 pilar kami, satu itu efisiensi. Efisiensi apa? Digitalisasi. Yang kedua hilirisasi. Yang ketiga dana desa. Itu saya jelaskan pada mereka tentu harga komoditi," kata dia.


"Tapi dua pertama tadi itu kunci. Jadi kalau kita mau bekerja dengan hati, kita enggak mau maling saja masih bisa ya," sambungnya. [Democrazy/suara]

Penulis blog