DEMOCRAZY.ID - Pengamat Politik Rocky Gerung memberikan tanggapannya terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini sudah resmi menjadi undang-undang.
Ia menyoroti salah satu pasal yang paling banyak mendapatkan sorotan dan menjadi perdebatan publik, yakni pasal penghinaan pemerintah dan lembaga negara.
Menurutnya, permasalahan kritik ini perlu diluruskan mengingat kritik dan hinaan merupakan dua hal yang sudah jelas berbeda.
“Kalau kita kasih kritik pada presiden, itu bukan pada orangnya, tapi pada pekerjaannya,” ujarnya dikutip dari video yang ia unggah di kanal YouTube pribadinya pada Selasa (06/12/2022).
Ia pun dengan jelas mengatakan bahwa pasal itu sangat kacau mengingat bunyi undang-undangnya yang tidak tepat.
“Jadi subjek hukumnya seolah-olah dipersonifikasikan, tapi enggak mungkin. Kecuali tubuh presiden itu, tubuh publiknya, menyatu dengan tubuh privatnya,” ucapnya.
Rocky pun menambahkan bahwa tubuh publik presiden layak untuk dikritik maupun dihina karena poin yang masyarakat ingin kritik adalah kebijakannya.
“Tubuh publik presiden itu layak dikritik, dihina, mau diapain pun. Kalau dikritik memang karena kebijakan, tapi kalau bilang presiden merasa terhina, loh lembaga gak mungkin merasa terhina,” jelasnya.
Sementara itu, pasal yang menjadi perdebatan di dalam UU Hukum Pidana yakni berada di dalam Pasal 240 menyebutkan bahwa Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal yang berada di dalam RKUHP ini secara resmi disahkan pada Selasa (06/12/2022) dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. [Democrazy/KJ]