DEMOCRAZY.ID - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) berbicara soal korelasi tingkat kepuasan responden di survei Poltracking dengan keinginan masyarakat dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali.
PKS menilai Bamsoet tidak bisa menyamakan hal tersebut dengan keinginan Jokowi tiga periode.
"Kepuasan masyarakat tidak bisa dimaknai ingin tiga periode," ujar Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Kamis (8/12/2022).
Menurut Mardani, setiap lembaga survei memiliki metodologi dan tujuan yang berbeda.
Hasil survei dari lembaga lain, menurut Mardani, tegas menyatakan masyarakat menolak Jokowi 3 periode.
"Beberapa lembaga survei yang khusus menanyakan tentang tiga periode untuk Pak Jokowi hasilnya mayoritas menolak," lanjutnya.
Senada, Juru bicara PKS M Kholid menilai hasil survei Poltracking tak bisa menjadi dasar hal tersebut.
Menurutnya, perpanjangan masa jabatan mesti didasari pada konstitusi.
"Basisnya bukan dengan survei tingkat kepuasan publik, tetapi basisnya konstitusi," kata Kholid dalam keterangannya, Jumat (9/12/2022).
Kholid mengatakan ungkapan Bamoset itu kurang bijaksana. Seharusnya, kata dia, Bamsoet bisa menjadi penjaga konstitusi.
"Saya kira pandangan Pak Bambang Soesatyo kurang bijaksana. Sebagai Ketua MPR RI beliau harus menjadi the guardian of constitution, penjaga konstitusi," kata Kholid.
"Suara nurani dan akal sehat bangsa harus dijaga oleh MPR RI. Tidak boleh ada sedikitpun celah untuk membuka peluang munculnya agenda penundaan pemilu, perpanjangan periode kekuasaan presiden dan wakil presiden, atau isu-isu lain yang justru melemahkan komitmen ketaatan kita kepada konstitusi, demokrasi dan reformasi," sambungnya.
Kholid berharap pesan politik yang disampaikan pimpinan MPR bisa menunjukkan sikap negarawan.
"Bukan sikap pragmatis atau oportunis. Semoga demokrasi kita tetap terawat dan terjaga on the track sesuai cita cita reformasi," tuturnya.
Ia tak setuju dengan penundaan pemilu untuk meredam panasnya politik. Ia justru meminta kelompok buzzer politik ditindak tegas.
"Solusi menghangatnya suhu politik bukan dengan penundaan pemilu atau perpanjangan kekuasaan. Tapi solusinya, adalah politik diarahkan kepada adu gagasan dan kebijakan. Buzzer politik harus ditertibkan," tandasnya.
Demokrat Sebut Bamsoet Tak Relevan Minta Pemilu 2024 Dihitung Kembali
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkapkan pelaksanaan Pemilu serentak 2024 harus diperhitungkan kembali.
Menanggapi itu, Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan penyataan itu tidak relevan.
"Pernyataan Bamsoet terkait pilkada serentak 2024 dengan berbagai argumentasi yang disampaikan lebih pas dan relevan, jika disampaikan pada 2020 atau 2021 yang lalu," ujar Kamhar dalam keterangannya, Kamis (8/12/2022).
Kamhar mengatakan saat itu Komisi II DPR berpendapat untuk melaksanakan pilkada pada 2022 dan 2023.
Namun, dia menyebut pemerintah meminta agar pilkada serentak dilaksanakan pada 2024.
"Partai Demokrat pun pada masa itu berpandangan agar pilkada tetap diselenggarakan pada 2022 dan 2023. Namun ketika pemerintah telah memutuskan tetap mengacu pada UU Pemilu tanpa ada revisi, semua partai termasuk Partai Demokrat menyesuaikan," katanya.
Oleh karena itu, Kamhar menuturkan jika pemilu harus diperhitungkan kembali maka dinilai tidak relevan. Hal itu lantaran semua partai telah mengatur agenda untuk pilkada 2024.
"Jadi jika saat ini Bamsoet kembali menyampaikan wacana tentang ini, menjadi anakronisme atau tak relevan. Semua partai telah menempatkan agenda Pilkada serentak pada 2024," tuturnya.
Pernyataan Bamsoet
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) bicara penyelenggaraan pemilu kerap memunculkan kondisi politik nasional yang panas sebelum, saat, ataupun setelah pelaksanaannya selesai.
Oleh karena itu, dia meminta pelaksanaan Pemilu serentak di 2024 harus benar-benar diperhitungkan.
Hal itu diungkapkan Bamsoet saat rilis hasil survei Poltracking, Kamis (8/12).
Bamsoet awalnya mendorong kinerja lembaga survei untuk terus memantau pandangan masyarakat terhadap kinerja para lembaga negara untuk dijadikan bahan evaluasi.
"Saya mendorong Poltracking untuk terus melihat keinginan masyarakat secara luas terhadap kinerja penegak hukum, lembaga-lembaga legislasi, maupun lembaga lain. Apa yang dipaparkan tadi jadi masukan dan pembelajaran bagi kita untuk perbaikan ke depan. Kita masih memiliki waktu dua taun," kata Bamsoet.
Apalagi kata Bamsoet, dalam waktu dekat akan ada perhelatan demokrasi yang terbilang besar karena semua pemilihan baik eksekutif, legislatif, hingga kepala daerah dilakukan serentak di 2024.
Bamsoet lantas meminta adanya perhitungan rinci untuk mengantisipasi segala kondisi yang terjadi.
"Dan kita sama-sama tahu dalam waktu dekat kita akan dihadapkan dengan satu agenda besar nasional, yaitu penyelenggaraan pemilu, dan pilkada serentak," ucapnya.
"Tentu kita juga mesti menghitung kembali, karena kita tahu bahwa penyelenggaraan pemilu selalu berpotensi memanaskan suhu politik nasional baik menjelang, selama, hingga pasca penyelenggaraan pemilu," lanjut dia.
Bamsoet meminta Pemilu serentak 2024 harus benar-benar diperhitungkan tepat atau tidaknya dilakukan di tengah kondisi saat ini.
Di mana proses pemulihan akibat pandemi belum sepenuhnya selesai. Terlebih adanya bencana-bencana yang terjadi.
"Ini jelas harus dihitung betul apakah momentumnya tepat dalam era kita tengah berupaya recovery bersama terhadap situasi ini dan antisipasi, adaptasi dan ancaman global seperti ekonomi, bencana alam dan sebagainya," ujar dia. [Democrazy/detik]