Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
ADIGANG Adigung Adiguna (wong sing ngendelake kekuatan, kaluhuran kebanggaan dan kesombongan yang menjadikannya sifat takabbur).
Manungso sejati iku, yen ndeleng ora nganggo mripat, ngrasake enak ora nganggo ilat. Ananging nganggo roso sejatining roso (manusia sejati itu, bukan saat melihat tidak dengan matanya, dan merasakan tidak dengan lidah tetapi pakai rasa sejatinya rasa).
Tidak ada mendung, hujan dan tidak ada petir tiba-tiba muncul keadaan terasa aneh. TNI, polisi dan elemen lainnya apel gelar pasukan pengamanan pernikahan putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep.
Dan, apel gelar pasukan dipimpin Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan II Marsdya TNI Andyawan Martono, Pangdam IV Diponegoro Mayjen TNI Widi Prasetijono, dan Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi.
Tim pengamanan mengerahkan 10.800 personel gabungan, untuk amankan pernikahan Kaesang-Erina. Para personel tersebar di lokasi akad nikah di Yogyakarta, dan tempat ngunduh mantu, Kota Surakarta. Selain personel, kendaraan pengamanan juga disiapkan.
Semua rakyat pasti geleng-geleng kepala sederhana pertanyaannya, untuk apa. Apa ada ancaman yang gawat akan mengganggu acara ngunduh mantu Presiden Jokowi.
Apakah ini hanya untuk show of forse memanfaatkan momentum saat acara ngunduh mantu, jangan sampai ada huru-hara demo-demo di Solo karena di sana ada kediaman Presiden sejalan dengan suhu politik perpanjangan masa jabatan Presiden yang makin memanas dan membara.
Atau sederhana hanya karena munculnya tokoh masyarakat di Solo Raya yang siap pimpin Revolusi dan saat ini terus menggugat ijazah palsu, satu amunisi yang sangat membahayakan Presiden.
Atau saat ini sedang terjadi konsolidasi kekuatan di Solo Raya yang minta Presiden mundur dan segera pulang untuk tinggal dan menetap lagi di Solo.
Lepas itu semua, pengalaman gerakan people power itu bisa muncul dari Solo yang merupakan sumbu pendek. Pecah huru-hara di Solo akan sangat cepat merembet ke Semarang, Jogjakarta dan membesar di dua wilayah tersebut. Imbasnya akan menjalar membara ke Jakarta dan seluruh wilayah Indonesia.
Hawa huru-hara sangat mungkin akan pecah dari Solo. Kalau benar sudah pecah di Solo apa mereka mengira keraton bisa meredam. Itu mustahil, tidak akan bisa diredam oleh kekuatan Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Atau, bahkan Kesunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Apakah itu alasan gelar pasukan yang tidak normal di Solo. Bahwa banyak pengamat memaknai itu bukan untuk mengamankan ngunduh mantu Presiden tetapi ketakutan dan tidak percaya diri Presiden atas perkembangan politik yang justru makin membesar di dekat kediamannya.
Tidak penting soal berapa besar biaya, tetapi kesan keangkuhan dan jauh dari kenormalan dan ketidak wajaran akan menimbulkan teka-teki rakyat ke mana sebenarnya sasaran taktis gelar pasukan tersebut.
Rakyat hanya melihat ada kesan sombong, angkuh, dan aji mumpung.
Presiden mestinya:
Ojo rumongso biso nanging kudu biso rumongso (Agar kita jangan pernah merasa bisa melakukan sesuatu yang hebat dan merendahkan orang lain).
Siro aja kumalungkung kalawan deksuro bakal sirna jayamu (Jangan bangga pada diri sendiri karena kemuliaan Anda akan hilang).
Dugaan kuatnya, Presiden sedang terserang halusinasi ketakutan terhadap bayangannya sendiri. Melahirkan hal hal aneh diluar normal dan akal sehat.
Isu penundaan pemilu 2024 yang awalnya digaungkan oleh Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan disambung lagi oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo telah memicu kemarahan rakyat.
Apakah keduanya sadar? Bahkan, pihak PDIP sendiri menentang keras usulan yang jelas-jelas adalah “kudeta konstitusi” yang tampaknya Presiden Jokowi bisa “menikmati” lantunan LaNyalla maupun Bamsoet itu.
Jangan salahkan jika kemudian rakyat bergerak dan turun ke jalan menuntut Presiden Jokowi mundur. [Democrazy]