DEMOCRAZY.ID - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meresmikan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau biasa disingkat RKUHP pada Selasa (6/12/2022).
Meskipun demikian, pengesahan RKUHP ini menuai banyak kontroversi dari berbagai kalangan.
Melalui situs resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yakni www.kemenkumham.go.id yang disadur pada Rabu (7/12/2022), tertulis bahwa RKUHP adalah bagian dari proses perubahan dari KUHP peninggalan kolonial menjadi hukum nasional.
Mereka juga menyatakan kalau RKUHP disusun dengan nilai-nilai keindonesiaan yang merupakan sebuah upaya dekolonialisasi dalam sistem pidana Indonesia.
Jika demikian, mengapa banyak masyarakat yang menolak kehadiran RKUHP?
Masyarakat dari berbagai kalangan memprotes terkait banyaknya pasal karet yang terdapat di dalam RKUHP.
Maksud dari pasal karet sendiri adalah pasal yang dianggap tak memiliki tolok ukur yang jelas atau rancu, sehingga bisa menimbulkan kesalahpahaman.
Meskipun sudah mengalami revisi sampai disahkan pada Selasa kemarin, banyak pengamat yang masih bisa menemukan adanya pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP. Salah satunya adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Mengutip akun Twitter resmi LBH Jakarta @LBH_Jakarta, masih ada setidaknya 5 pasal yang perlu diwanti-wanti oleh masyarakat di dalam RKUHP.
Keempat pasal tersebut adalah Pasal 81, Pasal 100, Pasal 188, Pasal 240 dan Pasal 256. Berikut penjelasan lebih mendetailnya:
Pasal 81 Mengenai Pengaturan Pidana Denda
Pasal ini dianggap akan merugikan orang-orang yang memiliki kesulitan ekonomi karena mereka bisa saja berpotensi kehilangan semua asetnya dan masih belum bisa membiayai pidana denda yang dia dapatkan sehingga harus menggantinya dengan tindakan lain.
Pasal 100 Mengenai Pidana Mati
Pasal ini dianggap tidak sesuai dengan nilai demokrasi di Indonesia. Selain itu, akan ada juga masa percobaan selama 10 tahun bagi orang-orang yang nantinya terancam dieksekusi mati, jadi tidak seharusnya pasal ini diadakan.
Pasal 188 Mengenai Larangan Menyebarkan atau Mengembangkan Ajaran Komunisme atau Marksisme/Leninisme atau Ajaran Lain Yang Bertentangan dengan Pancasila
Pasal ini dianggap kurang jelas karena tidak bisa menjelaskan siapa pihak yang bisa menentukan bertentangan atau tidaknya suatu paham atau ajaran dengan Pancasila. Pasal ini dinilai juga bisa menimbulkan konsep pidana subversif seperti era orde baru
Pasal 240 Mengenai Penghinaan Pemerintah Dan Lembaga Negara
Pasal ini dianggap sebagai salah satu pasal yang paling bermasalah, karena di sini pemerintah dan lembaga negara bisa saja menganggap kritik sebagai penghinaan, sehingga masyarakat menjadi enggan untuk mengkritisi kebijakan negara.
Pasal 256 Mengenai Larangan Unjuk Rasa Tanpa Pemberitahuan
Pasal ini dianggap lebih membebankan masyarakat karena ancaman pidana penjaranya bisa mencapai 6 bulan.
Padahal, dalam KUHP sebelumnya yakni Pasal 510, penjara ketika melakukan aksi tanpa pemberitahuan hanya berkisar 2 minggu.
Untuk kamu nih yang masih bertanya-tanya apa sih permasalahan yang ada di RKUHP. Yuk sebentar saja meluangkan waktumu untuk melihat point-point ini. Jangan sampai terlambat untuk tahu karena kita #SemuaBisaKena dan bisa banget #TibaTibaDIPENJARA karena di draft terbaru RKUHP. pic.twitter.com/tT7DPtpUO0
— LBH JAKARTA (@LBH_Jakarta) December 5, 2022
[Democrazy/KJ]