DEMOCRAZY.ID - Ada kemungkinan Joko Widodo (Jokowi) menjadi satu-satunya presiden yang mendapat gelar pengkhianat reformasi karena terus mewacanakan dan berupaya keras menjabat 3 periode dan atau memperpanjang jabatannya. Mantan Wali Kota Solo melemahkan lembaga antirasuah dengan UU KPK hasil revisi.
“Jokowi mungkin akan menjadi yang pertama dan satu-satunya orang yang menyandang gelar sebagai presiden penghianat reformasi,” kata Kader Yayasan Pendidikan Soekarno, Yusuf Blegur kepada redaksi SuaraNasional, Selasa (6/12/2022).
Kata Yusuf, Jokowi belum genap masa jabatan 2 periodenya berakhir justru terus mewacanakan dan berupaya keras menjabat 3 periode dan atau memperpanjang jabatannya.
Jokowi entah menyadari atau tidak jika memaksakan kehendaknya tersebut, ia malah bertentangan dengan konstitusi.
“Bukan hanya menghianati salah satu inti amanat reformasi yang membatasi masa jabatan presiden hanya 2 periode. Syahwat kekuasaan melampaui batas itu akan menimbulkan preseden buruk bagi penyelenggaraan hukum dan ketatanegaraan,” jelasnya.
Yusuf mengatakan, Jokowi cenderung dinilai publik tak ada jiwa besar, tak ada sikap negarawan dan tak ada nasionalisme dan patriotisme.
Alih-alih menjadi presiden Indonesia yang dihormati dan dibanggakan baik secara nasional maupun internasional layaknya Soekarno dan Soeharto.
“Jokowi malah dianggap presiden yang paling dimusuhi dan dibenci rakyatnya sendiri terutama dari kalangan umat Islam,” papar Yusuf.
Sejak awal terpilihnya, kata Yusuf, Jokowi sudah menjadi pemimpin yang menyebabkan terjadinya pembelahan sosial di tengah-tengah rakyat.
Tak sekedar eksploitasi sumber daya alam oleh asing dan aseng, utang menjulang, wabah korupsi, tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap rakyat dari aparat serta pelbagai kejahatan negara lainnya.
“Rezim Jokowi juga gemar memelihara dan mengembangbiakan buzzer, influencer dan haters yang menimbulkan konflik horizontal serta potensi degradasi sosial dan disintegrasi bangsa,” ungkapnya.
Beberapa indikator dari faktor kepemimpinan Jokowi yang jauh dari kapasitas dan integritas itulah, negara semakin terpuruk menuju kegagalan.
Kehidupan rakyat utamanya dalam aspek sosial politik, sosial ekonomi dan sosial keamanan, terus jatuh terjun bebas.
Setelah rangkaian kebohongan mobil Esemka, stop impor, stop utang, dll.
PHK massal yang mendongkrak angka pengangguran, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok termasuk pajak, tarif listrik, gas elpiji dan BBM yang membuat lemahnya daya beli rakyat.
Melonjaknya angka kemiskinan dan tingginya angka kejahatan yang diikuti semakin melebarnya ketimpangan sosial.
“Kondisi yang demikian semakin runyam dan diperburuk dengan lemahnya penegakkan hukum dan lemahnya aspirasi dan partisipasi politik rakyat melalui partai politik. Bisa jadi membuat Indonesia terancam konflik sosial dan terjadinya amuk masa. Apalagi jika rezim Jokowi memaksakan kehendak untuk jabatan presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan. Resiko dan bahaya yang maha dahsyat bagi keberlangsungan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI,” tegasnya. [Democrazy/SuaraNasional]