DEMOCRAZY.ID - Isu reshuffle kabinet mengemuka beberapa hari terakhir.
Isu ini sumbernya berasal dari seorang buzzer pendukung Presiden Jokowi, Dede Budhyarto.
Lewat twitter, Dede membagikan kabar bahwa menteri-menteri yang bekerja di bawah harapan akan segera diganti.
Bagaimana Dede tahu kabar sepenting itu? Dia mengaku mendengar isu reshuffle langsung dari mulut Jokowi.
Dede menjadi satu dari beberapa influencer dan buzzer yang diundang Jokowi ke Istana Bogor pekan lalu.
"Pengen cerita hasil pertemuan dengan Presiden @jokowi. Eh pulang dari Istana Bogor malah sakit. Intinya bakal ada resafel tunggu saja yah. Menteri yang kinerjanya ndak bagus klen bakalan dicukupkan," tulis Dede.
Jokowi memang dikenal ramah dengan buzzer. Setidaknya sejak maju Pilgub DKI Jakarta 2012.
Jokowi diketahui kerap mengundang relawan, influencer, atau buzzer ke Istana Kepresidenan.
Jokowi juga tecatat pernah mengundang relawan yang diisi para buzzer ke Istana Merdeka, usai dilantik sebagai presiden 2019-2024.
Dalam pertemuan itu, bahkan dibicarakan soal kemungkinan gabungnya Gerindra ke dalam koalisi pemerintah.
Seminggu setelah pertemuan itu, muncul wacana yang bikin publik mengerutkan alis. Pemerintah menyediakan Rp72 miliar untuk menggaji para influencer dan buzzer.
Mereka akan ditugaskan untuk membantu mengantisipasi menurunnya geliat pariwisata Indonesia akibat wabah virus corona.
Insentif lainnya yaitu untuk wisatawan mancanegara dengan alokasi tambahan sebesar Rp298,5 miliar.
Yang terdiri dari alokasi untuk maskapai dan dan agen perjalanan diberikan diskon khusus ataupun semacam insentif totalnya Rp98,5 miliar.
"Ada anggaran promosi (pariwisata) Rp103 miliar dan juga untuk kegiatan turisme sebesar Rp25 miliar dan 'influencer' sebanyak Rp72 miliar," ungkap Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Peran Buzzer Bergeser
Wacana pemerintah ini dipertanyakan analis politik Pangi Syarwi Chaniago. Pangi menilai sah-sah saja jika pemerintah menyewa buzzer untuk mensosialisasikan capaian dan program pemerintah.
Namun, dia khawatir bila para influencer dan buzzer ini malah digunakan untuk kepentingan lain. Seperti menutup kelemahan pemerintah, apalagi membohongi rakyat.
"Ini akan menjadi masalah apabila digunakan untuk menipu rakyat, menutup kelemahan untuk memaksakan sesuatu yg sebenarnya tidak ada. Atau digunakan untuk kepentingan membohongi rakyat," ujarnya saat berbincang.
Dia melihat fenomena dan peran buzzer sekarang sudah bergeser. Ketika Pemilu 2019, buzzer dan influencer diendorse untuk menaikkan elektoral capres-cawapres, sekarang dipakai sebagai corong dari pemerintah.
Semisal untuk meluruskan yang salah, mengcounter isu-isu yang menyerang pemerintah.
"Kalau dulu dipakai untuk pemenangan dalam kontestasi pemilu ya, pilpres, pilkada, abis itu bubar tidak ada lagi. Nah fenomena buzzer kita kenal 10 tahun belakangan ini orang membranding untuk membentuk citra, menaikkan elektoral, popularitas, elektabilitas, sekarang digunakan untuk bagaimana pemerintah enggak diperas, digunakan juga bagaimana pemerintah bisa meloloskan misi tujuannya," terang Pangi.
Pangi menilai Jokowi di periode kedua sebenarnya tidak perlu lagi memelihara buzzer. Jika buzzer masih digunakan, kata dia, justru menunjukkan ada yang salah terkait kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi.
Atau ada agenda lain dari Jokowi agar pemerintahannya berjalan lancar dan aman hingga habis masa jabatan.
"Kalau menurut saya kalau dia tidak bekerja baik, mampu mensejahterakan masyarakat, menegakkan hukum dengan benar kan masyarakat enggak perlu lagi. Untuk apa? Kan masyarakat puas," kata dia.
Anggaran Rp72 M Melukai Hati Rakyat
Anggaran yang disediakan untuk para influencer dan buzzer cukup besar Rp72 M.
Pangi menganggap biaya sebesar itu akan melukai hati rakyat. Rencana tersebut jika direalisasi justru akan mengikis kepercayaan publik kepada pemerintah.
Dia mencontohkan, pertemuan Jokowi dan influencer serta buzzer di Istana Bogor yang kabarnya menyinggung reshuffle kabinet. Pangi curiga, Jokowi memiliki kepentingan lain kepada para buzzer itu.
"Ini enak betul Rp72 M dibuang-buang begitu. Ini melukai hati rakyat. Orang nanti enggak berempati ke pemerintah kalau begini caranya. Menghambur-hamburkan uang negara gitu," ucap Pangi. [Democrazy]