DEMOCRAZY.ID - Mantan angota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Zulfan Lindan menyebutkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi bila wacana tiga periode terus digaungkan.
Zulfan juga merasa khawatir bila narasi tiga periode justru benar-benar terjadi dan bukan lagi sekadar wacana.
Dampak pertama, ia menyebutkan kemungkinan adanya keinginan serupa dari para pejabat negara seperti gubernur, bupati, hingga lembaga DPR dan DPD.
“Kalau bicara soal, ‘Kenapa presiden aja? Kami juga minta diperpanjang dong’, kan bisa. Tuntutan namanya,” ucap Zulfan dikutip dari kanal YouTube Total Politik pada Selasa (20/12/2022).
Ia pun mengatakan bahwa masyarakat juga mungkin memiliki keinginan serupa agar gubernur atau pemimpin di kotanya ikut diperpanjang masa jabatannya.
Lantas, Politisi Senior itu takut adanya pertikaian buruk yang sudah sampai ke arah anarkis bila dibiarkan terus-menerus.
“Saya khawatirnya ini terjadi anarkisme dengan syahwat-syahwat Firaun tadi. Artinya konflik besar, chaos yang tidak bisa dikendalikan, (negara) asing masuk (menguasai Indonesia),” jelasnya.
Sebelumnya, Zulfan sempat menyinggung kisah Firaun saat membahas pengusulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiga periode atau penundaan pemilu.
Berkaca kepada sosok Firaun, manusia sesungguh mengetahui bahwa dirinya tak bisa menjadi Tuhan, tetapi mereka menginginkan kekuasaan.
“Manusia ini kan sudah tahu bahwa dia tidak mungkin bisa jadi Tuhan, tetapi Firaun bisa mengaku menjadi Tuhan,” ujarnya.
Menimpali pernyataan Zulfan, Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu yang ikut hadir dalam forum tersebut menyebutkan bahwa hasrat politik saat ini persis dengan Hasrat Firaun.
“Maka konstitusi kita membatasi hasrat Firaun tadi,” ucap Masinton.
Sementara itu, Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr Agus Riwanto menilai, jika wacana presiden tiga periode disetujui, akan berimbas kepada terbukanya pandor kekuatan reformasi jabatan kepala daerah.
Jika presiden bisa menjabat selama tiga periode atau 15 tahun lamanya, nantinya para gubernur, bupati atau wali kota akan mengikuti untuk mengamandemen pasal dalam undang-undang agar bisa juga menjabat selama 15 tahun seperti jabatan presiden.
"Kekuasaan politik yang lama 15 tahun itu menurut saya akan membuka pandor kekuatan reformasi jabatan kepala daerah."
"Ini bisa jadi kalau presiden 15 tahun jabatannya, nanti bupati, gubernur dan wali kota mengamandemen pasal-pasal supaya bisa menjabat 15 tahun," kata Agus, Selasa (22/6/2021).
Dengan demikian, jabatan tiga periode bisa menghambat regenerasi kepemimpinan politik tak hanya di level nasional, tapi juga di level daerah.
Agus menegaskan, jabatan tiga periode akan menganggu prinsip demokrasi dan legitimasi politik.
"Itu artinya regenerasi kepemimpinan poltiik bukan hanya di leve nasional, tapi bisa juga di level daerah."
"Dari prinsip demokrasi dan legitimasi politik itu agak terganggu," katanya.
Mundurkan Demokrasi
Sebelumnya, Agus Riwanto juga mengungkapkan, jabatan tiga periode akan menyebabkan keterlambatan sirkulasi pemimpinan politik selama 15 tahun.
"Secara prinsip sebenarnya kalah presiden jabatannya tiga kali atau 15 tahun, itu berarti akan menghambat regenerasi kepemimpinan politik."
"Berarti ada keterlambatan sirkulasi, kepemimpinan politik kita mandek selama 15 tahun," kata Agus.
Publik pun tidak akan bisa mendapatkan alternatif sosok pemimpin-pemimpin baru.
Selain itu jabatan presiden selama tiga periode atau 15 tahun ini juga akan memundurkan demokrasi Indonesia.
"Jadi publik tidak disodori oleh alternatif pemimpin-pemimpin baru."
"Selain itu memundurkan demokrasi kita," tambah pria yang juga Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum UNS.
[Democrazy/KJ]