DEMOCRAZY.ID - Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyoroti sejumlah gembar-gembor dari kalangan yang mendukung perpanjangan masa jabatan Jokowi.
Ia mengatakan sejumlah pihak tersebut begitu ambisius untuk memberi celah para elit berkuasa lama.
Padahal, rakyat Indonesia membutuhkan adanya perubahan dan perbaikan.
“Dengan entengnya secara bergantian melantangkan wacana presiden tiga periode ataupun penundaan pemilu 2024,” ujar Herzaky melalui keterangan tertulisnya, Jumat (9/12/2022).
Menurut Herzaky, apa yang dilakukan mereka, seakan-akan melanggar konstitusi dan mengkhianati amanah reformasi 1998 yang membatasi kekuasaan presiden maksimal dua periode.
“Makin ke sini, makin terlihat wajah buruk pemerintahan periode ini, berulang kali, terus dan terus, secara bergantian melantunkan nafsu kekuasaan, ingin terus berkuasa, padahal prestasi cekak,” ujarnya.
Alih-alih meminta maaf pada rakyat lantaran tak bisa mengatasi pengangguran dan pemutusan hubungan kerja masif, pihak istana malah membanggakan prestasi pemerintah dan berniat mengulang lagi periode yang terpotong pandemi.
“Rakyat banyak yang sedang susah, dijepit kemiskinan yang tak kunjung turun, banyaknya pengangguran, dan merebaknya pemutusan hubungan kerja dimana-mana,” ucap Herzaky.
Ia lantas miris melihat perilaku politik elite yang menganggap pelanggaran konstitusi layaknya candaan.
Lanjutnya, tak pernah ada pro kontra mengenai perubahan masa jabatan presiden, namun yang ada hanyalah nafsu segelintir elit yang tak kunjung padam yang terus mendapatkan penolakan secara luas oleh sebagian besar rakyat Indonesia.
“Misalnya, survei SMRC di April lalu, menyebut 73 persen rakyat menolak, dan hanya 5 persen yang setuju usulan Jokowi tiga periode,” ucapnya.
Merespons hal itu, Herzaky berujar supaya para elit yang berkepentingan itu berhenti menjerumuskan Jokowi.
“Berhentilah menghembuskan angin sesat yang bisa membuat Presiden Jokowi terjerumus. Lebih baik para elit politik pendukung Jokowi, fokus membantu presiden menyelesaikan berbagai permasalahan negeri ini,” terangnya.
Lantas, ia membandingkan pemangkasan kemiskinan dan pengangguran di era Jokowi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Seperti di era pemerintahan SBY, selama 10 tahun dari 16 persenan bisa turun ke 10 persenan. Bukan seperti 8 tahun ini, dari 10 persenan hanya mampu menurunkan ke 9 persenan saja, dan itu pun dibanggakan setengah mati, sampai minta perpanjangan,” bebernya.
Pengangguran bisa seperti di era SBY dari 10,25 juta di 2004 bisa turun drastis sampai 3 jutaan penduduk yang tidak lagi menganggur,” sambungnya.
Sementara di era Jokowi, kata Herzaky, selama 5 tahun sebelum pandemi pun tak mampu menurunkan banyak. Hanya ratusan ribu. Bahkan, makin melonjak drastis selama pandemi. [Democrazy/KJ]