DEMOCRAZY.ID - Bloomberg, media berpengaruh di Amerika Serikat menulis rencana pemerintah Indonesia membangun ibu kota baru sebagai "falling apart" atau berantakan, amburadul.
Tulisan Bloomberg berjudul "Ambitious Plans to Build Indonesia a Brand New Capital City Are Falling Apart" atau rencana ambisius untuk membangun ibu kota baru Indonesia berantakan.
Akademisi Rocky Gerung yang sudah lama tidak setuju dengan projek Ibu Kota Nusantara (IKN) mengemukakan pendapatnya.
Rocky menyentil Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru-baru ini mengatakan investasi untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser, Kalimantan Timur sudah oversubscribed atau melebihi kapasitas sebanyak 25 kali lipat.
"Mau percaya Presiden Jokowi atau Bloomberg. Investor mestinya percaya Bloomberg karena suara Bloomberg adalah suara investor asing," kata Rocky Gerung kepada Hersubeno Arief dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official, (6/12/22).
Menurut Rocky Gerung investor pasti memilih percaya Bloomberg, karena itu Rocky Gerung mencurigai apa yang dikatakan para pembisik pada Jokowi karena mereka pasti berlangganan Bloomberg.
"Siapa investor yang mau berinvestasi di tempat yang potensi krisis politiknya tinggi," ujar Rocky Gerung menambahkan.
Menurut Rocky Gerung, Bloomberg seakan beranggapan proyek IKN memiliki masalah lingkungan.
Pemerintah era Jokowi ingin membangun kantor-kantor gemerlapan, bus listrik, dan penduduk yang produktif di sebuah kota metropolitan modern klasik di tengah hutan hujan yang luas sebagai ibu kota baru Indonesia.
Hersubeno Arief selaku host kanal You Tube Rocky Gerung Official menyayangkan reputasi Jokowi yang dianggap sukses sebagai Ketua G20 dan konferensinya di Bali belum lama ini.
"Dari langit ketujuh masuk ke gorong-gorong kedelapan," gurau Rocky Gerung.
Menurut laporan media asing termasuk Straits Times, semenjak projek IKN diumumkan, tak satu pun pihak asing yang sudah menandatangani kontrak mengikat guna mendanai projek itu. Baik pihak yang didukung oleh negara atau pihak swasta.
Indonesia disinyalir membutuhkan US$34 miliar untuk membangun ibu kota baru dari nol.
Jokowi mengatakan semula berniat mengundang 30 investor yang punya potensi menanamkan modal di IKN.
Tetapi, niatan itu diurungkan karena kawasan inti di IKN sudah 'ludes' diborong investor.
Menurut Rocky Gerung, Anies Baswedan yang digadang-gadang akan memenangkan Pemilu selanjutnya tidak pernah menyinggung tentang proyek IKN yang membuat investor ketar-ketir.
Presiden Jokowi hanya memiliki 18 bulan tersisa di masa jabatan terakhirnya.
Sementara itu beberapa calon investor yang sudah menandatangani letter of intens, tidak memiliki komitmen tegas untuk mengeluarkan anggaran.
"Investor asing sangat berhati-hati karena proyek ini masih dalam tahap awal,” ujar Dedi Dinarto, analis utama Indonesia di firma penasehat bisnis strategis Global Counsel.
Penundaan bertahun-tahun sebab pandemi Covid-19 membuat calon pendukung ragu berkomitmen pada proyek seorang presiden yang akan habis dari jabatannya jauh sebelum kota baru rampung diselesaikan.
Walaupun konstruksi nanti berjalan lancar, imbalan bagi investor tidak akan cepat kembali.
“Banyak negara sedang menghadapi resesi atau sudah dalam resesi karena perlambatan ekonomi global,” kata David Sumual, kepala ekonom PT Bank Central Asia yang berbasis di Jakarta.
Selama beberapa tahun ke depan, menurut David, bahkan negara-negara terkaya pun cenderung “memprioritaskan agenda domestik mereka sendiri.”
Indonesia juga harus melawan reputasinya yang telah lama berdiri sebagai negara yang kurang berprestasi di bidang ekonomi.
"Pak Jokowi .. tugas anda yang lebih utama itu menyejahterakan rakyat.. usahakan pembangunan ekonomi .. ciptakan lapangan kerja, kemudian berikan lapangan kerja itu kepada rakyat Indonesia, bukan rakyat Cina .. dan .. anda tidak harus membangun IKN, apalagi sampai mengganggu APBN. .. (kira-kira paham apa enggak ya ?)," tulis akun Safmogan 6320.
Rocky Gerung mengatakan ia ingin menyelamatkan presiden dari olok-olok luar negeri. Ia ingin Presiden Jokowi berpikir ulang mengenai projek IKN ini. [Democrazy/FNN]